32.8 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

Peran Strategis Perempuan di Kancah Perpolitikan, Obat atau Racun?

TERPILIHNYA Kemala Devi Harris sebagai Wakil Presiden Amerika
Serikat
mendampingi Joe Biden sebagai Presidennya, mendapat gelombang
euforia kegembiraan bagi para penggiat Feminisme di seluruh dunia. Bukan
rahasia lagi bahwa Amerika saat ini merupakan salah satu negara super power di
dunia. Dengan Harris yang menjadi wanita pertama yang terpilih untuk memimpin
negara tersebut,  menimbulkan spekulasi
kemenangan besar bagi perjuangan kesetaraan gender selama ini.

Dalam pidato pertamanya setelah
di pastikan akan melenggang pada kursi kekuasaan pada 3 pekan yang lalu, Harris
menyampaikan secara harfiah kepada seluruh perempuan di Dunia untuk bisa
mengikuti jejaknya dan tidak kehilangan harapan. Harris menyatakan bahwa
dirinya memanglah perempuan
pertama yang berkantor di gedung putih
, namun ia bukanlah pula yang
terakhir.

Pernyataan tersebut diiringi
dengan motivasi bagi segenap anak – anak perempuan di Amerika khususnya untuk
meraih apapun mimpi mereka. Tidak ada yang mustahil bahkan untuk menjadi
seorang pimpinan di sebuah negara adidaya.

Pejuang Feminisme bisa dikatakan
bersorak gembira dan memiliki harapan besar terhadap perkembangan kesetaraan
gender di seluruh dunia. Mereka telah mendorong perempuan – perempuan di dunia
untuk menjadi ‘setara’ dengan lawan jenis mereka. Mereka menginginkan hak yang
sama pada laki – laki maupun perempuan. Tidak ada pilih kasih dalam hal
perlakuan di ranah publik, ataupun di dalam kehidupan pribadi. Mereka menilai
aturan primitif yang berlaku di sebagian besar negara – negara dunia telah
mengekang hak aspiratif perempuan. Sehingga hal ini harus di enyahkan, dan agar
perempuan mendapatkan tempat yang seharusnya mereka dapatkan.

Pada tanggal 25 November – 10
Desember di kampanyekan sebagai hari anti Kekerasan Perempuan sedunia. Dimana selama
16 hari ini tidak boleh terjadi tindak kekerasan kepada perempuan atas nama HAM
dan perlindungan perempuan. Mengapa rentang waktu tersebut dipilih?

Karena 25 November merupakan hari
internasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sedangkan tanggal 10
Desember ialah hari Hak Asasi Manusia internasional. Sehingga rentang waktu ini
dipilih untuk menghubungkan keduanya dan menghapuskan selama – lamanya
kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran Hak
Asasi Manusia
.

 Namun, pada faktanya kekerasan perempuan kian
hari kian bertambah dan bukan justru berkurang. Di Amerika Serikat sendiri
kasus serangan seksual terjadi setia 98 detik. Statistik dari jaringan Nasional
Pemerkosaan, Penyalahgunaan dan Incest (RAINN), yang berkantor di Washington
D.C melaporkan sekitar 80.600 tahanan, 18.900 personel militer, 60.000 anak –
anak, dan 321.500 warga sipil menderita kekerasan seksual atau perkosaan di AS
setiap tahun.

Sebanyak 90 persen korban
adalah perempuan
, menurut RAINN.

Di Indonesia sendiri, Catatan
Akhir Tahun (CATAHU) Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) 2020 menyebut bahwa sebanyak 431.471 kasus
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia
terlaporkan pada tahun 2019.
Angka ini naik 6% dari tahun sebelumnya berjumlah 406.178 kasus.

Angka fantastis ini bukanlah lagi
bernilai satu atau dua kasus namun sudah ratusan ribu kasus. Yang lebih miris
lagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus tindak kriminal adalah sebuah
fenomena gunung es, dimana yang terlihat jauh lebih kecil dari apa yang tidak
tampak terlihat. Seperti kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan ini,
sesungguhnya kasus yang tidak terlaporkan dan tidak diketahui jauh lebih banyak
dari kasus yang tercatat itu sendiri.

Baca Juga :  Dokter Cerai

Agama selalu menjadi kambing
hitam atas kasus – kasus kekerasan terhadap perempuan. Agama dituding
menjadikan kaum laki – laki lebih mendominasi daripada kaum perempuan. Aturan –
aturan agama yang dinilai diskriminatif dikebiri. Perempuan didorong untuk melakukan
apa yang bisa dilakukan laki – laki seperti pergi keluar rumah untuk mencari
nafkah.

Perempuan yang mentaati aturan agama
dinilai konservatif dan belum ‘tercerahkan’. Kita seolah – olah dipaksa untuk
menerima pemikiran yang menyesatkan bahwa agama adalah sumber kekerasan yang
terjadi pada perempuan selama ini.

Silahkan di telaah lebih jauh
lagi, ketika beberapa dekade ini kita mendapati trend perempuan pekerja
dikalangan masyarakat global. Apakah kehidupan perempuan jauh lebih sejahtera
atau justru mendapatkan kehidupan yang eksploitatif?

Trend perempuan pekerja ini
sejalan dengan trend peningkatan kekerasan seksual dan pelanggaran HAM bagi
perempuan, pun juga sejalan dengan trend peningkatan perempuan frustasi secara
mental yang mengakibatkan tekanan pada perempuan dalam kehidupan sehari –
harinya.

Dorongan agar perempuan lebih
mandiri secara finansial menciptakan keruwetan terhadap pengaturan ketenaga
kerjaan. Angka pengangguran bagi kalangan laki – laki juga semakin bertambah
salah satunya juga disebabkan oleh hal ini. Perempuan yang dinilai lebih sabar
dan teliti dibandingkan laki – laki telah menggeser kesempatan laki – laki
untuk mendapat pekerjaan yang sama.

Pihak koorporasi juga diuntungkan
oleh hal tersebut mengingat gaji karyawan perempuan memang masih dibawah
standar gaji karyawan laki – laki. Sakit namun tidak berdarah, itulah kondisi
mengenaskan para perempuan pekerja saat ini.

Mampukah seorang pemimpin
perempuan mengubah keadaan tersebut? Dan menjamin kerterlindungan perempuan
dari kekerasan yang di alaminya selamanya?

Secara emosional, tentulah
seorang pemimpin perempuan jauh akan memahami kondisi menyedihkan yang dialami
oleh perempuan – perempuan diseluruh dunia. Dan juga secara keberpihakan tentu
saja pemimpin perempuan tersebut juga akan menciptakan regulasi yang menurutnya
akan lebih menyejahterakan perempuan. Namun kembali lagi, apakah pemimpin
perempuan tersebut sudah berada di jalur yang benar dalam memahami permasalahan
sejati perempuan? Dan apakah pemimpin perempuan tersebut mampu melawan
regulator sistem yang bisa dapat menghambat langkahnya kapanpun suatu aturan
melenceng dari jalurnya?

Permasalahan sejati perempuan
adalah terletak pada tidak ditempatkannya perempuan sesuai dengan fitrahnya.
Konsep perempuan mandiri bukanlah sesuatu yang bisa mensejahterakan perempuan.
Justru hal tersebut menimbulkan kekacauan kehidupan seperti yang terjadi saat
ini.

Islam telah memuliakan perempuan
bahkan tanpa konsep perempuan pekerja yang mandiri secara finansial. Islam
menempatkan surga dibawah telapak kaki perempuan, islam menjadikan anak – anak
perempuan sebagai penghantar ke surga bagi laki – laki beriman, dan islam
menyatakan bahwa perempuan adalah sebagai penggenap agama bagi laki – laki.

Baca Juga :  Bahasa, Kemerdekaan, dan Jepang

islam menempatkan perempuan di
posisi terhormat di sisi laki – laki, yaitu sebagai sahabat dan bukan di bawah
atau di atasnya. Kemulian perempuan di dalam Islam ini sangat di agungkan dan
di jaga.  Aturan pemberian nafkah yang
diwajibkan atas laki – laki dan bukannya dibebankan kepada perempuan merupakan
bukti bahwa Syariat Islam sangat melindungi dan mengayomi perempuan.

Bukan pula berarti bahwa perempuan
yang tergantung secara finansial dengan pihak lain merupakan tanda kelemahan.
Namun disini jelas, bahwa islam menempatkan segala sesuatu sesuai proporsi nya.
Perempuan akan mendapatkan lebih banyak waktu untuk beribadah dan sekaligus
tidak akan mendapatkan beban dan tekanan yang disebabkan oleh pekerjaan yang
mengikat. Dan bekerja bagi perempuan bukanlah dihukumi haram, namun mubah
selama pekerjaannya tidak bertentangan dengan hukum – hukum Islam.

Masa kejayaan Islam telah
membuktikan bahwa perempuan – perempuan yang hidup di zaman – zaman itu
mendapatkan kehidupan yang lebih sehat dan lebih intelektual. Perempuan –
perempuan pasa masa itu telah menghasilkan maha karya yang turut menyumbang perkembangan
bagi ilmu pengetahuan. Dan pun perempuan boleh memegang jabatan sebagai
pimpinan asalkan bukan yang bersifat kekuasaan. Seperti kepala direktur,
pimpinan rumah sakit, kepala sekolah dan lain – lain.

Aturan keberadaan mahram bagi
perempuan yang hendak melakukan perjalan jauh juga tidak bisa disifati sebagai
tanda kelemahan perempuan. Namun hal tersebut memang demi keselamatan dan
keamanan perempuan itu sendiri. Tidak ada rasa was – was takut dijambret atau
dilecehkan ketika perempuan melakukan safar bersama dengan mahramnya.

Aturan Islam sudah sangat pas dan
sesuai dengan kehidupan manusia lintas zaman. Aturan itu fleksibel dan dapat
diterapkan kapanpun dan dimanapun. Aturan itu sendiri memang Allah ciptakan
untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.

“Dan hendaklah kamu berhukum
dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas
sebagain yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang
Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan
musibah kepada mereka karena dosa – dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia
adalah orang – orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?
Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang –
orang yang yakin” (TQS. Al Maidah : 49-50)

Maka sesungguhnya, menempatkan
perempuan pada posisi strategis di kancah perpolitikan bukanlah sebuah obat
penawar bagi kesengsaran perempuan, namun ialah sebuah racun yang bermantel
madu. Wallahu A’lam. ***

(ANDITA MAYANG SINA. Ibu rumah tangga, tinggal di Natai Kuini, Kabupaten Ketapan,
Kalimantan Barat)

TERPILIHNYA Kemala Devi Harris sebagai Wakil Presiden Amerika
Serikat
mendampingi Joe Biden sebagai Presidennya, mendapat gelombang
euforia kegembiraan bagi para penggiat Feminisme di seluruh dunia. Bukan
rahasia lagi bahwa Amerika saat ini merupakan salah satu negara super power di
dunia. Dengan Harris yang menjadi wanita pertama yang terpilih untuk memimpin
negara tersebut,  menimbulkan spekulasi
kemenangan besar bagi perjuangan kesetaraan gender selama ini.

Dalam pidato pertamanya setelah
di pastikan akan melenggang pada kursi kekuasaan pada 3 pekan yang lalu, Harris
menyampaikan secara harfiah kepada seluruh perempuan di Dunia untuk bisa
mengikuti jejaknya dan tidak kehilangan harapan. Harris menyatakan bahwa
dirinya memanglah perempuan
pertama yang berkantor di gedung putih
, namun ia bukanlah pula yang
terakhir.

Pernyataan tersebut diiringi
dengan motivasi bagi segenap anak – anak perempuan di Amerika khususnya untuk
meraih apapun mimpi mereka. Tidak ada yang mustahil bahkan untuk menjadi
seorang pimpinan di sebuah negara adidaya.

Pejuang Feminisme bisa dikatakan
bersorak gembira dan memiliki harapan besar terhadap perkembangan kesetaraan
gender di seluruh dunia. Mereka telah mendorong perempuan – perempuan di dunia
untuk menjadi ‘setara’ dengan lawan jenis mereka. Mereka menginginkan hak yang
sama pada laki – laki maupun perempuan. Tidak ada pilih kasih dalam hal
perlakuan di ranah publik, ataupun di dalam kehidupan pribadi. Mereka menilai
aturan primitif yang berlaku di sebagian besar negara – negara dunia telah
mengekang hak aspiratif perempuan. Sehingga hal ini harus di enyahkan, dan agar
perempuan mendapatkan tempat yang seharusnya mereka dapatkan.

Pada tanggal 25 November – 10
Desember di kampanyekan sebagai hari anti Kekerasan Perempuan sedunia. Dimana selama
16 hari ini tidak boleh terjadi tindak kekerasan kepada perempuan atas nama HAM
dan perlindungan perempuan. Mengapa rentang waktu tersebut dipilih?

Karena 25 November merupakan hari
internasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sedangkan tanggal 10
Desember ialah hari Hak Asasi Manusia internasional. Sehingga rentang waktu ini
dipilih untuk menghubungkan keduanya dan menghapuskan selama – lamanya
kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran Hak
Asasi Manusia
.

 Namun, pada faktanya kekerasan perempuan kian
hari kian bertambah dan bukan justru berkurang. Di Amerika Serikat sendiri
kasus serangan seksual terjadi setia 98 detik. Statistik dari jaringan Nasional
Pemerkosaan, Penyalahgunaan dan Incest (RAINN), yang berkantor di Washington
D.C melaporkan sekitar 80.600 tahanan, 18.900 personel militer, 60.000 anak –
anak, dan 321.500 warga sipil menderita kekerasan seksual atau perkosaan di AS
setiap tahun.

Sebanyak 90 persen korban
adalah perempuan
, menurut RAINN.

Di Indonesia sendiri, Catatan
Akhir Tahun (CATAHU) Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) 2020 menyebut bahwa sebanyak 431.471 kasus
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia
terlaporkan pada tahun 2019.
Angka ini naik 6% dari tahun sebelumnya berjumlah 406.178 kasus.

Angka fantastis ini bukanlah lagi
bernilai satu atau dua kasus namun sudah ratusan ribu kasus. Yang lebih miris
lagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus tindak kriminal adalah sebuah
fenomena gunung es, dimana yang terlihat jauh lebih kecil dari apa yang tidak
tampak terlihat. Seperti kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan ini,
sesungguhnya kasus yang tidak terlaporkan dan tidak diketahui jauh lebih banyak
dari kasus yang tercatat itu sendiri.

Baca Juga :  Dokter Cerai

Agama selalu menjadi kambing
hitam atas kasus – kasus kekerasan terhadap perempuan. Agama dituding
menjadikan kaum laki – laki lebih mendominasi daripada kaum perempuan. Aturan –
aturan agama yang dinilai diskriminatif dikebiri. Perempuan didorong untuk melakukan
apa yang bisa dilakukan laki – laki seperti pergi keluar rumah untuk mencari
nafkah.

Perempuan yang mentaati aturan agama
dinilai konservatif dan belum ‘tercerahkan’. Kita seolah – olah dipaksa untuk
menerima pemikiran yang menyesatkan bahwa agama adalah sumber kekerasan yang
terjadi pada perempuan selama ini.

Silahkan di telaah lebih jauh
lagi, ketika beberapa dekade ini kita mendapati trend perempuan pekerja
dikalangan masyarakat global. Apakah kehidupan perempuan jauh lebih sejahtera
atau justru mendapatkan kehidupan yang eksploitatif?

Trend perempuan pekerja ini
sejalan dengan trend peningkatan kekerasan seksual dan pelanggaran HAM bagi
perempuan, pun juga sejalan dengan trend peningkatan perempuan frustasi secara
mental yang mengakibatkan tekanan pada perempuan dalam kehidupan sehari –
harinya.

Dorongan agar perempuan lebih
mandiri secara finansial menciptakan keruwetan terhadap pengaturan ketenaga
kerjaan. Angka pengangguran bagi kalangan laki – laki juga semakin bertambah
salah satunya juga disebabkan oleh hal ini. Perempuan yang dinilai lebih sabar
dan teliti dibandingkan laki – laki telah menggeser kesempatan laki – laki
untuk mendapat pekerjaan yang sama.

Pihak koorporasi juga diuntungkan
oleh hal tersebut mengingat gaji karyawan perempuan memang masih dibawah
standar gaji karyawan laki – laki. Sakit namun tidak berdarah, itulah kondisi
mengenaskan para perempuan pekerja saat ini.

Mampukah seorang pemimpin
perempuan mengubah keadaan tersebut? Dan menjamin kerterlindungan perempuan
dari kekerasan yang di alaminya selamanya?

Secara emosional, tentulah
seorang pemimpin perempuan jauh akan memahami kondisi menyedihkan yang dialami
oleh perempuan – perempuan diseluruh dunia. Dan juga secara keberpihakan tentu
saja pemimpin perempuan tersebut juga akan menciptakan regulasi yang menurutnya
akan lebih menyejahterakan perempuan. Namun kembali lagi, apakah pemimpin
perempuan tersebut sudah berada di jalur yang benar dalam memahami permasalahan
sejati perempuan? Dan apakah pemimpin perempuan tersebut mampu melawan
regulator sistem yang bisa dapat menghambat langkahnya kapanpun suatu aturan
melenceng dari jalurnya?

Permasalahan sejati perempuan
adalah terletak pada tidak ditempatkannya perempuan sesuai dengan fitrahnya.
Konsep perempuan mandiri bukanlah sesuatu yang bisa mensejahterakan perempuan.
Justru hal tersebut menimbulkan kekacauan kehidupan seperti yang terjadi saat
ini.

Islam telah memuliakan perempuan
bahkan tanpa konsep perempuan pekerja yang mandiri secara finansial. Islam
menempatkan surga dibawah telapak kaki perempuan, islam menjadikan anak – anak
perempuan sebagai penghantar ke surga bagi laki – laki beriman, dan islam
menyatakan bahwa perempuan adalah sebagai penggenap agama bagi laki – laki.

Baca Juga :  Bahasa, Kemerdekaan, dan Jepang

islam menempatkan perempuan di
posisi terhormat di sisi laki – laki, yaitu sebagai sahabat dan bukan di bawah
atau di atasnya. Kemulian perempuan di dalam Islam ini sangat di agungkan dan
di jaga.  Aturan pemberian nafkah yang
diwajibkan atas laki – laki dan bukannya dibebankan kepada perempuan merupakan
bukti bahwa Syariat Islam sangat melindungi dan mengayomi perempuan.

Bukan pula berarti bahwa perempuan
yang tergantung secara finansial dengan pihak lain merupakan tanda kelemahan.
Namun disini jelas, bahwa islam menempatkan segala sesuatu sesuai proporsi nya.
Perempuan akan mendapatkan lebih banyak waktu untuk beribadah dan sekaligus
tidak akan mendapatkan beban dan tekanan yang disebabkan oleh pekerjaan yang
mengikat. Dan bekerja bagi perempuan bukanlah dihukumi haram, namun mubah
selama pekerjaannya tidak bertentangan dengan hukum – hukum Islam.

Masa kejayaan Islam telah
membuktikan bahwa perempuan – perempuan yang hidup di zaman – zaman itu
mendapatkan kehidupan yang lebih sehat dan lebih intelektual. Perempuan –
perempuan pasa masa itu telah menghasilkan maha karya yang turut menyumbang perkembangan
bagi ilmu pengetahuan. Dan pun perempuan boleh memegang jabatan sebagai
pimpinan asalkan bukan yang bersifat kekuasaan. Seperti kepala direktur,
pimpinan rumah sakit, kepala sekolah dan lain – lain.

Aturan keberadaan mahram bagi
perempuan yang hendak melakukan perjalan jauh juga tidak bisa disifati sebagai
tanda kelemahan perempuan. Namun hal tersebut memang demi keselamatan dan
keamanan perempuan itu sendiri. Tidak ada rasa was – was takut dijambret atau
dilecehkan ketika perempuan melakukan safar bersama dengan mahramnya.

Aturan Islam sudah sangat pas dan
sesuai dengan kehidupan manusia lintas zaman. Aturan itu fleksibel dan dapat
diterapkan kapanpun dan dimanapun. Aturan itu sendiri memang Allah ciptakan
untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.

“Dan hendaklah kamu berhukum
dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas
sebagain yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang
Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan
musibah kepada mereka karena dosa – dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia
adalah orang – orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?
Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang –
orang yang yakin” (TQS. Al Maidah : 49-50)

Maka sesungguhnya, menempatkan
perempuan pada posisi strategis di kancah perpolitikan bukanlah sebuah obat
penawar bagi kesengsaran perempuan, namun ialah sebuah racun yang bermantel
madu. Wallahu A’lam. ***

(ANDITA MAYANG SINA. Ibu rumah tangga, tinggal di Natai Kuini, Kabupaten Ketapan,
Kalimantan Barat)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru