Di antara sekian banyak faktor pendidikan, guru adalah unsur utama yang amat penting dan menentukan keberhasilan pendidikan. Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) menjadi momentum bagi guru untuk berpikir lebih keras dan berjuang lebih kuat dalam menghadapi tantangan pendidikan.
Anies Baswedan dalam buah karyanya Indonesia Mengajar (2013) menyatakan bahwa menjadi guru itu mulia. Anies juga menekankan, mendidik adalah tugas konstitusional negara. Namun, sesungguhnya mendidik adalah tugas moral tiap orang terdidik.
Mengacu pada tema Hari Guru Nasional 2024: Guru Hebat, Indonesia Kuat, guru dituntut inovatif dan kreatif dalam pembelajaran. Metode pembelajaran deep learning ful-ful (mindful, meaningful and joyful) yang diperkenalkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti patut diapresiasi.
Deep learning termasuk metode kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) yang meniru cara kerja otak manusia untuk memproses data, memungkinkan komputer mengenali pola kompleks dalam gambar, teks, suara, dan data lain.
Deep learning dapat diaplikasikan dan bahkan menjadi momentum percepatan dan transformasi pembelajaran serta teknologi atau jembatan kecerdasan manusia dengan AI. Sebab, tanpa disadari, pandemi Covid-19 telah mengubah pola pikir guru, murid, dan orang tua untuk adaptif dengan berbagai kondisi serta kebutuhan teknologi.
Teknologi pada dasarnya hanyalah alat bantu. Lebih penting dari itu adalah komitmen, kreativitas, serta kepedulian guru yang bisa memberikan pengalaman bermakna bagi siswa selama mengikuti pembelajaran. Deep learning yang diperkenalkan Mendikdasmen juga relevan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (akademik dan nonakademik) yang berfokus pada pemahaman mendalam, kreativitas, pengembangan karakter siswa, relevansi kelimuan, serta keterampilan berpikir kritis.
Menyongsong deep learning dan berbagai program dari Mendikdasmen, para guru dituntut menempa diri untuk bergerak maju sehingga mudah menghadapi hal-hal baru dalam pembelajaran. Hal itu bertujuan memperluas cakrawala ilmu yang nanti ditransformasikan kepada anak didik.
Inovatif dan Adaptif
Inilah saatnya guru berinovasi dengan melakukan banyak riset, baca, tanya, coba, dan karya. Hingga saat ini, jumlah guru yang inspiratif, inovatif, dan adaptif dengan kemajuan dunia belumlah menggembirakan. Karena itu, lembaga pendidikan di negeri ini masih dibelit oleh rutinitas. Belum menjadi lumbung kreativitas, inovasi, dan penelitian. Padahal, era globalisasi sekarang ini memungkinkan sekolah menjadi pendorong yang hebat bagi daya kreativitas masyarakat.
Para guru sebaiknya mencontoh Ki Hadjar Dewantara yang membangun Perguruan Taman Siswa, KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah, dan H Agus Salim yang sukses membangun martabat bangsa ini. Pendidikan yang mereka bangun mencuatkan suatu peradaban berpikir bagi masyarakat. Membentuk pola pikir yang lebih berkemajuan.
Sejarah telah membuktikan, guru menjadi penentu maju atau mundurnya suatu bangsa. Ketika Amerika Serikat (AS) dan sekutunya meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom, yang ditanyakan kali pertama oleh Hirohito (kaisar Jepang waktu itu) adalah berapa orang guru yang tewas?
Hirohito tidak menanyakan berapa banyak tentaranya yang tewas. Dia sadar, kehilangan guru lebih merugikan daripada kehilangan tentaranya. Sejak saat itulah Jepang mulai bangkit dan menata kembali peradabannya dengan memberikan perhatian lebih terhadap dunia pendidikan. Hasilnya bisa kita lihat hingga hari ini. Negara Sakura menjadi kekuatan hebat.
AS dalam dasawarsa terakhir juga sangat progresif membenahi postur guru. Hal itu dimaksudkan meningkatkan daya saing mereka yang mulai terkejar oleh Tiongkok dan India.
Revolusi mental para guru juga sangat penting supaya berperan aktif dalam membangun karakter bangsa dan menegakkan prinsip kebangsaan. Yaitu, penegakan dan pelestarian Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tujuannya, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam buku Guru Gokil Murid Unyu buah pena J. Sumardianta (2013), guru juga perlu bersikap demokratis kepada murid. Guru demokratis harus berani meninggalkan metode belajar kaku, monoton, dan memperlakukan anak didik layaknya bejana kosong. Murid harus dijadikan individu yang berkembang secara utuh dalam bingkai pendidikan holistik.
Kita perlu merefleksikan banyak hal tentang guru. Bukan hanya soal kesejahteraan, melainkan lebih dari itu, mencari guru yang sejati, berkarakter, dan profesional. Itulah makna Guru Hebat, Indonesia Kuat. (*)
*) SUTRISNO, Guru SMPN 1 Wonogiri