Site icon Prokalteng

Garuda Biru, dari Tagar ke Pagar Senayan

Bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat saat demontrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Aksi menolak upaya revisi Undang-undang Pilkada oleh DPR RI tersebut berakhir ricuh dengan pihak kepolisian. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

Agak laen kau, agak laen bapakmu, agak laen…..

(Yel yel demo 22/08/24)

AGAK laen, agak gamang sebelum 27 Agustus datang. Jika menelikung lagi, maklum surat-surat sudah diurus Kaesang ke pengadilan, maka demo berwibawa Kamis (22/8/2024), akan kehilangan makna. Tapi, sepertinya tidak. Semoga begitu.

Yang pasti, dalam lautan manusia kamis itu, ada anak Wibu, gen Z, komika, novelis, artis papan atas, turun. Mereka segelisah Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang memenuhi parlemen.

Juga di berbagai kota. Dan: Gerakan Rakyat 22 Agustus 2024, sukses membalikan situasi di Indonesia. Yang selama ini, “ah sudahlah,” pasif dan mengamuk di medsos, sekarang turun ke bumi. Tak hanya di Jakarta, tapi hampir di semua ibukota provinsi. Garuda Biru mengepakkan sayapnya.

Turun ke bumi, diganyang di media sosial, liputan live media-media, aduhai mak, rancak nian. Terasa hidup berbangsa dan bernegara, yang sebelumnya suka hatinya saja.

Hari itu udara Jakarta berkabut tipis, agak panas. Lalulintas padat pada beberapa ruas jalan, tidak di jalan lain. Massa mulai bergerak ke gedung DPR di Senayan. Ruangan Nusantara, secuil wakil rakyat hadir sudah. Mereka akan memutus masa depan bangsa.

Ini terjadi sehari setelah Mahkamah Konstitusi memberi hadiah pada rakyat, mereka yang selama ini diam. Mereka yang “hanyut” oleh poles popularitas. Mereka yang digembalakan oleh medsos. Mereka pemilik sah negeri ini.

Ada yang dirampas dari pangkuan rakyat: demokrasi. Ada yang dipermainkan. Cari kerja saja ada batas usia, untuk kepala daerah sudah dibatasi malah diubah. Memang, pada 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang memberikan panduan baru terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

Bergembiralah rakyat, sebab putusan itu menyangkut dua hal. Pertama, batas bawah usia seseorang yang bisa maju pilkada. Kedua, parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Selama ini 20 persen, dikupak oleh MK, diturunkan, bahkan partai non parlemen boleh ajukan calon. Naiklah darah parlemen, sebab kue akan dibagi-bagi, padahal selama ini, yang lain “tak boleh ikut serta.” Bahkan di banyak daerah, sudah dirancang calon yang diingini akan melawan kotak kosong.

Anak presiden, Kaesang digadang akan maju, jika tak di Jakarta, di Jateng. Dengan adanya putusan MK maka Kaesang tak bisa maju, karena umur belum cukup. Parlemen bersidang pada Kamis, untuk menganulir putusan MK agar lapang jalan bagi pihaknya untuk bertarung di pilkada. Rakyat tak mau putusan MK itu dibegal, maka turunlah mereka ke jalan, hiruk pikuk di medsos. Garuda Biru Najwa Shihab melayang-layang di udara.

Peserta Demo

Gerakan double gardan, turun ke jalan dan mengganyang di medsos pada Kamis, seperti “turunan” peristiwa 98. Segala lapisan bersatu, mereka adalah mahasiswa, youtuber, artis, komika, politikus, influenser dan orang kebanyakan, kompak mengepung Senayan.

Seniman tak sekadar puas dengan puisi, tapi berteriak di jalan. Jika seniman sudah turun, maka itu pertanda ada yang parah. Pers melakukan liputan live dan menyebar informasi di medsos masing-masing. Semua tanpa kubu-kubuan. Kubunya satu, rakyat.

Parlemen dipermalukan hanya dalam beberapa jam, yang selama ini kelakuan sebagian anggotanya memang sudah memalukan juga. Dan, “Habibie” si Reza Rahadian naik pentas. Kehadiran artis papan atas itu menambah semangat pergerakan.

Juga ada komika Abdur, Mamat, Bintang Emon, presiden stand up Adjis Doa Ibu, Rigen, Abdel dan sejumlah nama lainnya. Ada juga youtuber Andovi, Cania, chef Bobon bahkan ikut orasi di jalan. Tapi, tidak ada Rafi Ahmad, kata netijen yang memantau.

Ternyata banyak sekali yang ingin ikut, tapi gamang nanti dibilang fomo. Memang ada di medsos yang melawan, bahkan disebut merusak fasilitas negara segala. Sudah sedemikian deras arus perlawanan, masih ada yang mencoba menangkis. Tapi, akhirnya mereka ikut di media sosial, serunya luar biasa.

Tagar Garuda Biru meroket. Najwa tak tampak, memang dia sedang di Australia, namun garudanya telah dipasang di medsos. Tak terbilang banyaknya. Gerakan murni dari rakyat ini disambut rakyat lainnya, mereka membagikan makanan. PKL dan UMKM, bukan usaha skala besar. Yang besar-besar mengarah ke IKN.

Hari semakin siang, dan sore menjelang. Berjam-jam, media tetap live di kanal-kanal mereka IG, X, tiktok dan kanal lain. Yang tak ikut menonton di sana. Ini melibas dokumen. CCTV yang tiba-tiba sering dilaporkan hilang itu.

Direkaman live para wartawan tersebut terlihatlah sejumlah guru besar bersama mahasiswanya dari berbagai perguruan tinggi. Sementara itu pekerja start up ikut demo, sembari terus bekerja. Ojol meneriaki polisi yang melepaskan gas air mata.

Jakarta macet tatkala magrib membentangkan sayapnya. Para pendemo belum bubar. Polisi gelisah, sejumlah mahasiswa tumbang karena dikejar. Waktu terus bergerak, aksi massa beberapa jam itu sukses menghentikan langkah parlemen yang hendak membegal putusan MK.

Ini adalah pemandangan atas kebegalan demokrasi. Saya lihat ini pergerakan murni karena kemarahan dan kegeraman terhadap penguasa.

Selamat dan kawal terus sampai benar-benar tak ada celah, jangan sampai rubuh seperti pagar belakang Senayan. Pagar itu bisa diperbaiki, demokrasi yang rusak, amat sulit diluruskan lagi.*

*) Vinna Melwanti, wartawan utama

Exit mobile version