28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Liburan Sekolah dan Cuti Guru

MENJELANG masa liburan sekolah, sebagian guru sering kali menyampaikan keluh kesahnya mengenai tafsir dan perlakuan yang berbeda terkait hak libur (dalam konteks liburan sekolah, guru biasa mengikuti libur peserta didik pada setiap akhir semester pembelajaran dan berdasar kalender akademik) dan hak cuti tahunan yang bisa diajukan guru.

Ketentuan itu diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP 11/2017 tentang Manajemen PNS. Ditemukan kasus bahwa antar pemerintah daerah masih berbeda-beda dalam menafsirkan dan memberlakukan kebijakan libur bagi guru.

Semisal di Provinsi Jawa Timur, antarkabupaten/kota berbeda kebijakan dalam menetapkan libur bagi guru pada akhir semester pembelajaran. Ada daerah yang meliburkan gurunya. Tapi, ada juga daerah yang meminta gurunya tetap masuk, kecuali guru tersebut mengajukan permohonan cuti di masa liburan. Di DKI Jakarta, selain peserta didik, seluruh guru juga diliburkan saat akhir semester pembelajaran.

Mengenai cuti tahunan, para guru sering kali dipersulit untuk mendapatkan haknya jika ingin mengajukan di luar waktu liburan. Dalihnya, menjaga kondusivitas pembelajaran yang sedang berlangsung ataupun agenda sekolah sedang padat-padatnya. Pertanyaannya, apakah masa libur anak sama dengan masa libur guru? Lalu apakah guru berhak mendapatkan cuti tahunan?

Perubahan Peraturan

Pada PP 11/2017 Pasal 315 dikatakan, PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan. Frasa liburan menurut peraturan perundang-undangan bagi guru bisa ditelusuri dari PP 15/1953 tentang Pemberian Istirahat dalam Negeri (PP ini masih berlaku, belum dicabut/belum ada peraturan pengganti), di mana cuti diistilahkan sebagai istirahat libur. Pada PP 15/1953 Pasal 17 dinyatakan, guru dan mahaguru (dosen) tidak berhak atas cuti (istirahat libur) karena sudah mendapat liburan menurut liburan yang berlaku untuk sekolah-sekolah. Liburan sekolah inilah yang disebut sebagai liburan yang didapat guru menurut peraturan perundang-undangan.

Baca Juga :  Partisipasi Politik dan Digitalisasi Pemilu di Indonesia

PP 11/2017 dan PP 15/1953, keduanya mengatur bahwa guru yang mendapatkan liburan sebagaimana yang berlaku di sekolah-sekolah (liburan menurut kalender akademik) dianggap sama dengan liburan cuti tahunan. Implikasinya, guru tidak mendapatkan cuti tahunan lagi karena sudah mendapatkan jatah liburan sekolah.

Kemudian, dalam PP 17/2020 Pasal 1 ayat (22), aturan tersebut diubah menjadi PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan berhak mendapatkan cuti tahunan. Artinya, guru berhak mendapatkan libur cuti tahunan selain libur karena jatah liburan sekolah. Karena itu, kebijakan yang mengabaikan hak cuti tahunan guru dan memaksa guru masuk setiap hari pada masa liburan sekolah bisa dikatakan sebagai kebijakan yang tidak tepat dan bertentangan dengan PP.

Namun, tentu saja hak cuti tahunan dalam pengajuannya harus dipertimbangkan dengan bijaksana, jangan sampai mengganggu proses pembelajaran. Dan harus berdasar tahapan prosedural sesuai aturan di instansi masing-masing. Begitu pun dalam menyikapi liburan sekolah.

 

Pembagian Kewenangan Pendidikan

Perbedaan tafsir dan perlakuan dalam urusan pendidikan lebih disebabkan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengejawantahan dari UU tersebut adalah urusan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal (PAUDNI) serta pendidikan dasar (SD dan SMP) ada di bawah kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan menengah (SMA dan SMK) dan pendidikan khusus menjadi urusan provinsi.

Baca Juga :  Polemik Frasa ”Tanpa Persetujuan Korban”

Selain itu, masih ditambah adanya guru raudlatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA) di bawah kewenangan langsung pemerintah pusat (Kementerian Agama). Khusus untuk guru madrasah, jika merujuk Surat Edaran (SE) Nomor B-1139.1/DJ.I/Dt.I.I/06/2022 tentang Libur Akhir Semester pada Madrasah, guru madrasah tetap masuk kerja seperti biasa selama liburan semester. Hal itu juga menimbulkan reaksi keresahan di kalangan guru madrasah.

 

Lex Specialis

Pengategorian guru berdasar statusnya dapat dibagi menjadi ASN (PNS/PPPK) dan non-ASN (swasta). Sebagai jabatan fungsional keprofesian, berbagai aturan yang mengatur mengenai guru seharusnya berlaku umum di kalangan guru dan tidak membeda-bedakan antara guru ASN atau guru non-ASN. Tetapi, secara internal ASN, kedudukan guru perlu dilihat secara lex specialis.

Bahwa sebagai jabatan fungsional keprofesian, guru berbeda dengan jabatan struktural ataupun jabatan fungsional lain yang bukan profesi. Pencanangan guru sebagai profesi oleh pemerintahan Presiden SBY tahun 2004 yang diperkuat secara konstitusi melalui UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen perlu diimbangi oleh harmonisasi ataupun dinormakan secara khusus dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Liburan bagi guru seharusnya dipedomani sama dari tingkat pusat sampai daerah, antara negeri dan swasta, ASN dan non-ASN. Guru berhak mendapatkan jatah liburan pada masa liburan sekolah dan guru berhak mengambil cuti tahunan. Perbedaan penerapan aturan atau kebijakan dari apa yang sudah diatur dalam PP hanya akan mengingkari hak yang seharusnya diperoleh guru dan mencederai guru sebagai profesi yang mulia dan terhormat. (*)

*) SUMARDIANSYAH PERDANA KUSUMA, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI

MENJELANG masa liburan sekolah, sebagian guru sering kali menyampaikan keluh kesahnya mengenai tafsir dan perlakuan yang berbeda terkait hak libur (dalam konteks liburan sekolah, guru biasa mengikuti libur peserta didik pada setiap akhir semester pembelajaran dan berdasar kalender akademik) dan hak cuti tahunan yang bisa diajukan guru.

Ketentuan itu diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP 11/2017 tentang Manajemen PNS. Ditemukan kasus bahwa antar pemerintah daerah masih berbeda-beda dalam menafsirkan dan memberlakukan kebijakan libur bagi guru.

Semisal di Provinsi Jawa Timur, antarkabupaten/kota berbeda kebijakan dalam menetapkan libur bagi guru pada akhir semester pembelajaran. Ada daerah yang meliburkan gurunya. Tapi, ada juga daerah yang meminta gurunya tetap masuk, kecuali guru tersebut mengajukan permohonan cuti di masa liburan. Di DKI Jakarta, selain peserta didik, seluruh guru juga diliburkan saat akhir semester pembelajaran.

Mengenai cuti tahunan, para guru sering kali dipersulit untuk mendapatkan haknya jika ingin mengajukan di luar waktu liburan. Dalihnya, menjaga kondusivitas pembelajaran yang sedang berlangsung ataupun agenda sekolah sedang padat-padatnya. Pertanyaannya, apakah masa libur anak sama dengan masa libur guru? Lalu apakah guru berhak mendapatkan cuti tahunan?

Perubahan Peraturan

Pada PP 11/2017 Pasal 315 dikatakan, PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan. Frasa liburan menurut peraturan perundang-undangan bagi guru bisa ditelusuri dari PP 15/1953 tentang Pemberian Istirahat dalam Negeri (PP ini masih berlaku, belum dicabut/belum ada peraturan pengganti), di mana cuti diistilahkan sebagai istirahat libur. Pada PP 15/1953 Pasal 17 dinyatakan, guru dan mahaguru (dosen) tidak berhak atas cuti (istirahat libur) karena sudah mendapat liburan menurut liburan yang berlaku untuk sekolah-sekolah. Liburan sekolah inilah yang disebut sebagai liburan yang didapat guru menurut peraturan perundang-undangan.

Baca Juga :  Partisipasi Politik dan Digitalisasi Pemilu di Indonesia

PP 11/2017 dan PP 15/1953, keduanya mengatur bahwa guru yang mendapatkan liburan sebagaimana yang berlaku di sekolah-sekolah (liburan menurut kalender akademik) dianggap sama dengan liburan cuti tahunan. Implikasinya, guru tidak mendapatkan cuti tahunan lagi karena sudah mendapatkan jatah liburan sekolah.

Kemudian, dalam PP 17/2020 Pasal 1 ayat (22), aturan tersebut diubah menjadi PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan berhak mendapatkan cuti tahunan. Artinya, guru berhak mendapatkan libur cuti tahunan selain libur karena jatah liburan sekolah. Karena itu, kebijakan yang mengabaikan hak cuti tahunan guru dan memaksa guru masuk setiap hari pada masa liburan sekolah bisa dikatakan sebagai kebijakan yang tidak tepat dan bertentangan dengan PP.

Namun, tentu saja hak cuti tahunan dalam pengajuannya harus dipertimbangkan dengan bijaksana, jangan sampai mengganggu proses pembelajaran. Dan harus berdasar tahapan prosedural sesuai aturan di instansi masing-masing. Begitu pun dalam menyikapi liburan sekolah.

 

Pembagian Kewenangan Pendidikan

Perbedaan tafsir dan perlakuan dalam urusan pendidikan lebih disebabkan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengejawantahan dari UU tersebut adalah urusan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal (PAUDNI) serta pendidikan dasar (SD dan SMP) ada di bawah kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan menengah (SMA dan SMK) dan pendidikan khusus menjadi urusan provinsi.

Baca Juga :  Polemik Frasa ”Tanpa Persetujuan Korban”

Selain itu, masih ditambah adanya guru raudlatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA) di bawah kewenangan langsung pemerintah pusat (Kementerian Agama). Khusus untuk guru madrasah, jika merujuk Surat Edaran (SE) Nomor B-1139.1/DJ.I/Dt.I.I/06/2022 tentang Libur Akhir Semester pada Madrasah, guru madrasah tetap masuk kerja seperti biasa selama liburan semester. Hal itu juga menimbulkan reaksi keresahan di kalangan guru madrasah.

 

Lex Specialis

Pengategorian guru berdasar statusnya dapat dibagi menjadi ASN (PNS/PPPK) dan non-ASN (swasta). Sebagai jabatan fungsional keprofesian, berbagai aturan yang mengatur mengenai guru seharusnya berlaku umum di kalangan guru dan tidak membeda-bedakan antara guru ASN atau guru non-ASN. Tetapi, secara internal ASN, kedudukan guru perlu dilihat secara lex specialis.

Bahwa sebagai jabatan fungsional keprofesian, guru berbeda dengan jabatan struktural ataupun jabatan fungsional lain yang bukan profesi. Pencanangan guru sebagai profesi oleh pemerintahan Presiden SBY tahun 2004 yang diperkuat secara konstitusi melalui UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen perlu diimbangi oleh harmonisasi ataupun dinormakan secara khusus dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Liburan bagi guru seharusnya dipedomani sama dari tingkat pusat sampai daerah, antara negeri dan swasta, ASN dan non-ASN. Guru berhak mendapatkan jatah liburan pada masa liburan sekolah dan guru berhak mengambil cuti tahunan. Perbedaan penerapan aturan atau kebijakan dari apa yang sudah diatur dalam PP hanya akan mengingkari hak yang seharusnya diperoleh guru dan mencederai guru sebagai profesi yang mulia dan terhormat. (*)

*) SUMARDIANSYAH PERDANA KUSUMA, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI

Terpopuler

Artikel Terbaru