33.1 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Belasan Tahun Menderita Polio dan Epilepsi, Pengobatan Ala Kadarnya

Masa
kanak-kanak Inun musnah begitu saja. Cita-citanya pun hampa. Ia tak bisa lagi
melanjutkan sekolah dan bermain dengan anak-anak sebayanya. Sejak menginjak
usia tujuh tahun, kedua kakinya tak berfungsi lagi. Lumpuh total. Tahun 2005
silam. Sejak itulah Inun kecil hanya bisa berbaring di tempat tidur hingga
menginjak usia remaja.  

 

ARNOLDUS
MAKU,
Palangka
Raya

 

TATAPAN Inun hampa.
Tak ada senyum yang ditebarnya. Yang ia rasakan hanyalah sakit dan meriang.
Tubuhnya pun tampak kurus. Kakinya tak bisa lagi menahan bobot tubuhnya. Ia
lebih banyak berbaring dan tengkurap di tempat tidur. Kedua lengannyalah yang
menjadi tumpuan, karena masih bisa sedikit digerakkan.

Anak ketiga dari pasangan
Salman dan Norhayati ini seolah bisu ketika ditemui Kalteng Pos (penulis). Tak
dapat berbicara banyak tentang segudang cita-cita di usia belianya. Canda tawa
sejak masa kanak-kanak, kini tinggal kenangan. Usia remajanya seolah tanpa
harapan. Ia sadar bahwa mustahil untuk dapat meraih angannya dengan kondisi
yang ada. 

Baca Juga :  Terpapar Virus karena Ketidakjujuran Pasien

Inun lahir pada 1998. Inun
kecil tampat imut. Inun menjadi bayi kecil yang sering digemasi keluarga dan
warga sekitar.
 

“Anak saya dulu kecil
memang, mungil sekali. Badannya termasuk bagus. Tidak seperti sekarang ini.
Kakak, keluarga, maupun warga sekitar sering membawanya ke mana-mana. Ia cerewet
tapi penurut,” ucap sang bunda mengenang masa-masa kecil anaknya, di kediaman
mereka, Jalan Bengaris VII, Kelurahan Tanjung Pinang, Kecamatan Pahandut, Rabu
(29/5).

Canda tawa Inun seolah
sirna, ketika memasuki usianya ketujuh. Usia di mana sahabat-sahabatnya mulai
bermimpi dan mengejar cita-cita melalui lembaga pendidikan. Putri Norhayati itu
justru harus berjuang dengan penyakit. Inun didiagnosis menderita polio
sekaligus epilepsi.

“Waktu pertama sakit
dan bawa ke dokter itu, katanya polio dan juga epilepsi mas,” sebut wanita yang
berprofesi sebagai penjual ikan itu.

Karena keterbasan
ekonomi keluarga, orang tua Inun hanya bisa meminta dokter untuk memberi
pengobatan ala kadar. “Suntik sana, suntik sini,” kisahnya sambil menunjukkan
tempat suntikan sejak awal Inun menderita epilepsi.

Baca Juga :  Bermimpi Menjadi Mekanik, Malah Magang Jadi CS

Karena bantuan medis
ala kadarnya, Inun tetap terkapar dan hanya bisa tertidur di tempat tidur
hingga saat ini. “Waktu kena polio langsung seperti ini keadaannya mas,”
tuturnya dengan logat Banjar.

Belasan tahun hanya
bisa terbaring. Inun mengaku merasa sangat jenuh. Ia terus merasakan badannya sakit.
Sesekali merasakan meriang.

“Sakit mas, begini
terus,” ucap Inun singkat.

Ketika ditanya tentang
perayaan lebaran atau Idulfitri, gadis remaja ini mengatakan bahwa dalam lubuk
hari terdalamnya ia sangat ingin untuk mengikuti atau merayakan Idulfitri
bersama sahabat, kenalan, keluarga, dan kerabat. Namun apa daya. Dengan kondisinya
seperti ini, ia merasa bahwa impiannya itu terlalu sulit terwujud. Saban tahun,
Idulfitri dirayakannya di tempat tidur dengan posisi telentang.

“Empat belas tahun saya lebaran di tempat tidur ini
saja mas. Salat juga dalam posisi tidur,” tutupnya. (*/ce/ala) 

Masa
kanak-kanak Inun musnah begitu saja. Cita-citanya pun hampa. Ia tak bisa lagi
melanjutkan sekolah dan bermain dengan anak-anak sebayanya. Sejak menginjak
usia tujuh tahun, kedua kakinya tak berfungsi lagi. Lumpuh total. Tahun 2005
silam. Sejak itulah Inun kecil hanya bisa berbaring di tempat tidur hingga
menginjak usia remaja.  

 

ARNOLDUS
MAKU,
Palangka
Raya

 

TATAPAN Inun hampa.
Tak ada senyum yang ditebarnya. Yang ia rasakan hanyalah sakit dan meriang.
Tubuhnya pun tampak kurus. Kakinya tak bisa lagi menahan bobot tubuhnya. Ia
lebih banyak berbaring dan tengkurap di tempat tidur. Kedua lengannyalah yang
menjadi tumpuan, karena masih bisa sedikit digerakkan.

Anak ketiga dari pasangan
Salman dan Norhayati ini seolah bisu ketika ditemui Kalteng Pos (penulis). Tak
dapat berbicara banyak tentang segudang cita-cita di usia belianya. Canda tawa
sejak masa kanak-kanak, kini tinggal kenangan. Usia remajanya seolah tanpa
harapan. Ia sadar bahwa mustahil untuk dapat meraih angannya dengan kondisi
yang ada. 

Baca Juga :  Terpapar Virus karena Ketidakjujuran Pasien

Inun lahir pada 1998. Inun
kecil tampat imut. Inun menjadi bayi kecil yang sering digemasi keluarga dan
warga sekitar.
 

“Anak saya dulu kecil
memang, mungil sekali. Badannya termasuk bagus. Tidak seperti sekarang ini.
Kakak, keluarga, maupun warga sekitar sering membawanya ke mana-mana. Ia cerewet
tapi penurut,” ucap sang bunda mengenang masa-masa kecil anaknya, di kediaman
mereka, Jalan Bengaris VII, Kelurahan Tanjung Pinang, Kecamatan Pahandut, Rabu
(29/5).

Canda tawa Inun seolah
sirna, ketika memasuki usianya ketujuh. Usia di mana sahabat-sahabatnya mulai
bermimpi dan mengejar cita-cita melalui lembaga pendidikan. Putri Norhayati itu
justru harus berjuang dengan penyakit. Inun didiagnosis menderita polio
sekaligus epilepsi.

“Waktu pertama sakit
dan bawa ke dokter itu, katanya polio dan juga epilepsi mas,” sebut wanita yang
berprofesi sebagai penjual ikan itu.

Karena keterbasan
ekonomi keluarga, orang tua Inun hanya bisa meminta dokter untuk memberi
pengobatan ala kadar. “Suntik sana, suntik sini,” kisahnya sambil menunjukkan
tempat suntikan sejak awal Inun menderita epilepsi.

Baca Juga :  Bermimpi Menjadi Mekanik, Malah Magang Jadi CS

Karena bantuan medis
ala kadarnya, Inun tetap terkapar dan hanya bisa tertidur di tempat tidur
hingga saat ini. “Waktu kena polio langsung seperti ini keadaannya mas,”
tuturnya dengan logat Banjar.

Belasan tahun hanya
bisa terbaring. Inun mengaku merasa sangat jenuh. Ia terus merasakan badannya sakit.
Sesekali merasakan meriang.

“Sakit mas, begini
terus,” ucap Inun singkat.

Ketika ditanya tentang
perayaan lebaran atau Idulfitri, gadis remaja ini mengatakan bahwa dalam lubuk
hari terdalamnya ia sangat ingin untuk mengikuti atau merayakan Idulfitri
bersama sahabat, kenalan, keluarga, dan kerabat. Namun apa daya. Dengan kondisinya
seperti ini, ia merasa bahwa impiannya itu terlalu sulit terwujud. Saban tahun,
Idulfitri dirayakannya di tempat tidur dengan posisi telentang.

“Empat belas tahun saya lebaran di tempat tidur ini
saja mas. Salat juga dalam posisi tidur,” tutupnya. (*/ce/ala) 

Terpopuler

Artikel Terbaru