31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Nesyamun, Pendeta Mesir yang Mati dan ‘Bersuara’ Kembali

Nesyamun dikebumikan di
Mesir 1069 sebelum Masehi. Tiga ribu tahun kemudian, suara pendeta Kuil Karnak
di Kota Thebes, Mesir Kuno, tersebut kembali muncul. Suara itu datang dari
replika organ suara yang diciptakan para ilmuwan.

Mochamad Salsabyl Adn, Jawa Pos

“Wahai Ibu Nut, sebarkan sayapmu di hadapan wajahku sehingga aku bisa
menjadi bintang yang tak mengenal kehancuran; bintang yang tak mengenal
kelelahan; dan tak meninggal lagi di pusara.”

Itu adalah doa yang biasa dibacakan pendeta Mesir Kuno. Kalimat tersebut
mungkin juga pernah terucap dari mulut Nesyamun.

Nesyamun merupakan penulis sekaligus pendeta di kota yang kini disebut
sebagai Luxor, Mesir. Dia mengabdi di era Ramses XI sebelum akhirnya meninggal
pada usia sekitar 30 tahun. Saat napas terakhir, Nesyamun, seperti tokoh
spiritual lainnya, dijadikan mumi, lalu dimakamkan di peti penuh dengan
hieroglif.

Kebanyakan aksara kuno yang terukir di petinya mengutip Kitab Kematian.
Namun, ada satu tulisan yang menonjol. Tulisan itu menunjukkan identitasnya:
Nesyamun, suara sejati. Itu menunjukkan rasa hormat masyarakat Mesir terhadap
jasanya yang melafalkan mantra atau menyanyikan puji-pujian.

Baca Juga :  Cerita Kapolsek Dusteng Ikut Penertiban Sampai Jadi Tukang Kubur

Hal tersebut tentu membuat ilmuwan penasaran. Seberapa merdukah suara
Nesyamun? Awal tahun ini, dunia akhirnya tahu. Sekelompok peneliti yang
dipimpin David Howard, pakar ilmu suara di University of London, baru saja
memublikasikan suara tersebut. “Yang jelas, dia tak bisa bicara saat ini,” ujar
Howard kepada New York Times.

Ya, suara Nesyamun yang telah direplika sangat sederhana. Seperti suara
kambing yang mengembik. Namun, publik sudah cukup puas dengan temuan itu.
Mereka bisa menentukan warna suara alias timbre pendeta yang terhormat di masa
kuno.

Ternyata, dia tak bersuara bas seperti Pendeta Tinggi Imhotep yang
diperankan Arnold Vosloo dalam film The Mummy pada 1999. Suaranya mirip orang
tua yang cempreng. “Yang paling penting, dia ingin suaranya bisa kekal.
Keinginan tersebut sekarang terwujud,” ujar John Schofield, arkeolog dari
University of York, kepada Washington Post. Schofield merupakan salah seorang
anggota kelompok penelitian.

Nesyamun memang mumi yang spesial. Mayatnya diteliti sejak 1828. Saat kota
di Inggris itu dibom, hanya Nesyamun yang selamat di antara tiga mumi yang
disimpan Leeds City Museum. Yang lebih menakjubkan, kebanyakan organ Nesyamun
masih utuh dan terawat.

Baca Juga :  Tane’ Olen Dijaga Ketat Hukum Adat Suku Uma’ Lung

Termasuk sebagian besar saluran vokal. Howard dkk menggunakan data 3D
terkait tenggorokan yang diperoleh dari hasil CT Scans 2016. Dari data
tersebut, mereka menciptakan replika dengan menggunakan printer tiga dimensi.

“Ini adalah bukti bagaimana bagusnya hasil yang diperoleh masyarakat kuno
dengan teknik pembalsaman mereka,” ujar Joann Fletcher, pakar Mesir dari University
of York.

Tentu saja, hal tersebut masih jauh dari membuat Nesyamun berbicara lagi.
Kelompok peneliti itu tak berhasil menemukan data pita suara, posisi rahang,
sampai bentuk lidah Nesyamun. Itu artinya, mereka belum bisa menentukan
artikulasi sang pendeta.

Namun, Howard mengatakan bahwa itu bukanlah hal yang mustahil. Di masa
depan, timnya bisa menganalisis dan memperkirakan elemen-elemen yang hilang. “Lidah
akan memberikan kemajuan yang banyak. Suatu hari, mungkin kami bisa
menghasilkan kata dari suara tersebut,” ungkap Howard kepada CNN.

Harapannya, suara Nesyamun bakal meningkatkan antusiasme pengunjung museum.
Sebab, selama ini pengunjung hanya mendapat sajian visual. “Suara jelas membawa
perbedaan. Karena itu adalah sesuatu yang pribadi,” imbuh Schofield. (*/dos/jpc/kpc)

Nesyamun dikebumikan di
Mesir 1069 sebelum Masehi. Tiga ribu tahun kemudian, suara pendeta Kuil Karnak
di Kota Thebes, Mesir Kuno, tersebut kembali muncul. Suara itu datang dari
replika organ suara yang diciptakan para ilmuwan.

Mochamad Salsabyl Adn, Jawa Pos

“Wahai Ibu Nut, sebarkan sayapmu di hadapan wajahku sehingga aku bisa
menjadi bintang yang tak mengenal kehancuran; bintang yang tak mengenal
kelelahan; dan tak meninggal lagi di pusara.”

Itu adalah doa yang biasa dibacakan pendeta Mesir Kuno. Kalimat tersebut
mungkin juga pernah terucap dari mulut Nesyamun.

Nesyamun merupakan penulis sekaligus pendeta di kota yang kini disebut
sebagai Luxor, Mesir. Dia mengabdi di era Ramses XI sebelum akhirnya meninggal
pada usia sekitar 30 tahun. Saat napas terakhir, Nesyamun, seperti tokoh
spiritual lainnya, dijadikan mumi, lalu dimakamkan di peti penuh dengan
hieroglif.

Kebanyakan aksara kuno yang terukir di petinya mengutip Kitab Kematian.
Namun, ada satu tulisan yang menonjol. Tulisan itu menunjukkan identitasnya:
Nesyamun, suara sejati. Itu menunjukkan rasa hormat masyarakat Mesir terhadap
jasanya yang melafalkan mantra atau menyanyikan puji-pujian.

Baca Juga :  Cerita Kapolsek Dusteng Ikut Penertiban Sampai Jadi Tukang Kubur

Hal tersebut tentu membuat ilmuwan penasaran. Seberapa merdukah suara
Nesyamun? Awal tahun ini, dunia akhirnya tahu. Sekelompok peneliti yang
dipimpin David Howard, pakar ilmu suara di University of London, baru saja
memublikasikan suara tersebut. “Yang jelas, dia tak bisa bicara saat ini,” ujar
Howard kepada New York Times.

Ya, suara Nesyamun yang telah direplika sangat sederhana. Seperti suara
kambing yang mengembik. Namun, publik sudah cukup puas dengan temuan itu.
Mereka bisa menentukan warna suara alias timbre pendeta yang terhormat di masa
kuno.

Ternyata, dia tak bersuara bas seperti Pendeta Tinggi Imhotep yang
diperankan Arnold Vosloo dalam film The Mummy pada 1999. Suaranya mirip orang
tua yang cempreng. “Yang paling penting, dia ingin suaranya bisa kekal.
Keinginan tersebut sekarang terwujud,” ujar John Schofield, arkeolog dari
University of York, kepada Washington Post. Schofield merupakan salah seorang
anggota kelompok penelitian.

Nesyamun memang mumi yang spesial. Mayatnya diteliti sejak 1828. Saat kota
di Inggris itu dibom, hanya Nesyamun yang selamat di antara tiga mumi yang
disimpan Leeds City Museum. Yang lebih menakjubkan, kebanyakan organ Nesyamun
masih utuh dan terawat.

Baca Juga :  Tane’ Olen Dijaga Ketat Hukum Adat Suku Uma’ Lung

Termasuk sebagian besar saluran vokal. Howard dkk menggunakan data 3D
terkait tenggorokan yang diperoleh dari hasil CT Scans 2016. Dari data
tersebut, mereka menciptakan replika dengan menggunakan printer tiga dimensi.

“Ini adalah bukti bagaimana bagusnya hasil yang diperoleh masyarakat kuno
dengan teknik pembalsaman mereka,” ujar Joann Fletcher, pakar Mesir dari University
of York.

Tentu saja, hal tersebut masih jauh dari membuat Nesyamun berbicara lagi.
Kelompok peneliti itu tak berhasil menemukan data pita suara, posisi rahang,
sampai bentuk lidah Nesyamun. Itu artinya, mereka belum bisa menentukan
artikulasi sang pendeta.

Namun, Howard mengatakan bahwa itu bukanlah hal yang mustahil. Di masa
depan, timnya bisa menganalisis dan memperkirakan elemen-elemen yang hilang. “Lidah
akan memberikan kemajuan yang banyak. Suatu hari, mungkin kami bisa
menghasilkan kata dari suara tersebut,” ungkap Howard kepada CNN.

Harapannya, suara Nesyamun bakal meningkatkan antusiasme pengunjung museum.
Sebab, selama ini pengunjung hanya mendapat sajian visual. “Suara jelas membawa
perbedaan. Karena itu adalah sesuatu yang pribadi,” imbuh Schofield. (*/dos/jpc/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru