31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Menjaga Stabilitas Imun dengan Saling Mengibur

Kisah perjuangan para
tenaga medis sepertinya tidak ada habisnya. Sampai saat ini pun masih banyak
kisah-kisah yang mengundang rasa iba. Cukup banyak perjuangan dan pengorbanan
dalam memerangi pandemi ini. Sudah saatnya kita membantunya. Bisa melalui doa,
dan mematuhi anjuran pemerintah

 

 

ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya

 

Selain lelah fisik,
tekanan psikis itu tak kalah berat. Tiap hari mereka harus menghadapi beragam
jenis pasien. Tindakan yang dilakukan juga beragam. Ketakutan membawa virus itu
termasuk salah satu yang membuat tenaga medis tertekan.

Kalteng Pos berbincang melalui
sambungan telepon dengan salah satu perawat RSUD dr Doris Sylvanus (RSDS)
Palangka Raya, Fuathin Nally. Mulai dari awal bercerita, suara Nelly terdengar
bergetar, hingga sesegukan. Sesekali suaranya gagap. Ia bilang kalau sedang
menangis.

Rasa tidak sanggup lagi.
Entah bakal sampai kapan pandemi ini akan terus mengejar. Kapan Covid-19 ini
akan berakhir?

Nelly, mulai
berkecimpung dalam penanganan Covid-19 sejak awal Maret lalu. Ruangan yang
paling pertama dibuka sebagai poli screaning Covid-19, ruang Melati. Ia terkejut
saat ditemukan kasus Covid-19 di Kalteng. Sejak itulah, para tenaga medis
secara keseluruhan harus siap dengan keadaan ini. Tanggung jawab sebagai
perawat, penyakit jenis apapun harus dihadapi. Pasien seperti apapun harus
dilayani.

“Awalnya kami melihat
di televisi keadaan di Cina, kami tidak menyangka jika wabah ini sampai di
Indonesia bahkan di Kalteng, tidak dapat dipungkiri kami takut, tapi jika kami
tidak terjun wabah ini tidak berakhir. Ketakutan ini wajar,” katanya, Minggu
(19/4).

Saat pertama kali di
Kalteng ada kasus positif, saat itu pula ia bersama para perawat lain mendadak
cemas. Semakin cemas ketika pasien positif semakin bertambah. Dengan dukungan
manajemen RSDS maka ia semakin bisa menerima dan menjalani wabah ini.

“Awalnya kami stres,
tapi lama-lama kami mulai bisa menerima dan saat pertama kali ada kasus positif
saya memutuskan untuk tidak pulang ke rumah,” katanya.

Baca Juga :  Hampir Tidak Pernah Megajak Anak Jalan-Jalan, Pulang Temani Istri Mela

Ia memutuskan tinggal
di Hotel Dandang Tingang (DT). Padahal, ia memiliki dua putra yang masih kecil.
Pulang ke rumah untuk melihat buah hatinya itupun dari kejauhan. Tidak berani
mendekat karena khawatir ia menjadi carier wabah ini.

“Perasaan sedih
mendalam, tidak hanya berpisah dengan keluarga, saya secara pribadi juga merasa
terkucilkan dengan sendirinya, saya merasa sebagai pembawa virus, jadi beban
yang kami rasakan lebih tinggi daripada sebelum ada pandemi ini,” ujar perempuan
kelahiran 24 Juli 1986 ini.

Apalagi, tidak
enak-enak harus memakai APD selama berjam-jam. Meski sudah disediakan tempat
istirahat di RS, tetapi ia dan perawat lain memilih tidak beristirahat di
tempat yang telah disediakan. Jika ia memilih istirahat maka ia harus melepas
APD dan menggunakan yang baru.

“Kami hemat APD,
sehingga tidak menampik jika kami sering ketiduran di ruang isolasi dengan
menggunakan APD, kami kelelahan, menggunakan APD sangat panas, keringat kami
bercucuran, napas kami sesak, berbicara dengan pasien saja napas kami pendek,”
jawab ibu dua anak ini sambil terisak.

Belum lagi, saat
menghadapi pasien yang cerewet. Ia tahu, pasien tidak ingin berada di posisinya
saat ini. Semua orang tidak ingin menjadi pasien Covid-19. Tetapi, dengan perlahan
ia menenangkan pasien dan memberikan edukasi. Beban para tenaga medis tidak
hanya perang terhadap Covid-19, tetapi juga melawan segala hal.

Bahkan, ada pula pasien
yang tidak jujur terhadap rekam jejaknya. Ia paham bahwa pasien memiliki alasan
tidak menceritakan dengan jujur karena mungkin malu. Tetapi, jika demikian,
maka para tenaga medis akan menerima akibat dan rawan tertular.

“Untuk itu, sesuai
arahan manajemen RSDS, kami harus menggunakan APD karena dikhawatirkan orang
yang tidak jujur dan terlihat tidak apa-apa ternyata dia memang kenapa-kenapa,
kami sudah jaga-jaga terlebih dahulu dan di RSDS ada pasien demikian,”
bebernya.

 â€œKami pun tidak jarang bosan berada di ruangan
dengan menggunakan APD, apalagi kami menggunakan APD selama tujuh jam, itu
tidak mudah, saya merasa seperti berada di dalam sauna,” ujarnya.

Baca Juga :  Cara Satgas Akhiri Pandemi Covid-19 di Murung Raya

Tetapi, kebosanan itu
harus mereka lawan sendiri bersama para tenaga medis lain. Tak jarang pula,
para tenaga medis ini melakukan hal-hal konyol untuk menghibur sesama tenaga
medis lainnya. Bercerita dan tertawa, walau sejatinya mereka tidak paham apa
yang mereka bicarakan dan mereka tertawakan.

“Kami berusaha bahagia,
demi menjaga imun kami tidak turun, kami saling mengibur dan saling tertawa
walau kadang kami tidak mengerti apa yang kami tertawakan. Ada pula yang
bermain tiktok dan saya juga ikut-ikutan,” ucapnya, sambil tertawa setelah
bercerita.

Beberapa waktu lalu, ia
sudah menjalani rapid test dan ia bersyukur hasilnya non reaktif. Pasalnya,
penggunaan rapid test untuk para tenaga medis ini akan dilakukan selama sepuluh
hari sekali secara bergantian utnuk memantau kondisi para tenaga medis.

“Jadi hasil dari rapid
test itu reaktif dan non reaktif, jika reaktif maka dalam tubuhnya ada virus
(virus apa saja), sehingga bagi yang hasilnya reaktif ia harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti swab untuk mengetahui apakah dia virus Covid-19
atau bukan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala
Dinkes Kalteng Suyuti Syamsul pun menyebutkan bahwa saat ini para tenaga
kesehatan di lini terdepan termasuk di puskesmas satu persatu melakukan cek
rapid test. Hasilnya pihaknya menyebut banyak tenaga kesehatan yang reaktif.

“Banyak tenaga
kesehatan kita yang hasilnya menunjukkan reaktif, saat ini sudah ada tiga
kabupaten yang melaporkan hasil rapid test pada tenaga kesehatannya,” ucapnya.

Untuk itu, dengan hasil
reaktif tersebut, pihaknya meminta agar para tenaga kesehatan tersebut
diisolasi dan dilakukan pemeriksaan swab. Maka, pihaknya kembabli mengimbau
masyarakat agar dapat membantu pemerintah memutus penyebar Covid-19 ini dengan
tetap berada di rumah saja.

“Jika harus keluar rumah pakai masker, rajin
cuci tangan dan jaga jarak, jangan sampai sistem pelayanan kesehatan ikut
lumpuh karena Covid-19 ini,” pungkasnya.

Kisah perjuangan para
tenaga medis sepertinya tidak ada habisnya. Sampai saat ini pun masih banyak
kisah-kisah yang mengundang rasa iba. Cukup banyak perjuangan dan pengorbanan
dalam memerangi pandemi ini. Sudah saatnya kita membantunya. Bisa melalui doa,
dan mematuhi anjuran pemerintah

 

 

ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya

 

Selain lelah fisik,
tekanan psikis itu tak kalah berat. Tiap hari mereka harus menghadapi beragam
jenis pasien. Tindakan yang dilakukan juga beragam. Ketakutan membawa virus itu
termasuk salah satu yang membuat tenaga medis tertekan.

Kalteng Pos berbincang melalui
sambungan telepon dengan salah satu perawat RSUD dr Doris Sylvanus (RSDS)
Palangka Raya, Fuathin Nally. Mulai dari awal bercerita, suara Nelly terdengar
bergetar, hingga sesegukan. Sesekali suaranya gagap. Ia bilang kalau sedang
menangis.

Rasa tidak sanggup lagi.
Entah bakal sampai kapan pandemi ini akan terus mengejar. Kapan Covid-19 ini
akan berakhir?

Nelly, mulai
berkecimpung dalam penanganan Covid-19 sejak awal Maret lalu. Ruangan yang
paling pertama dibuka sebagai poli screaning Covid-19, ruang Melati. Ia terkejut
saat ditemukan kasus Covid-19 di Kalteng. Sejak itulah, para tenaga medis
secara keseluruhan harus siap dengan keadaan ini. Tanggung jawab sebagai
perawat, penyakit jenis apapun harus dihadapi. Pasien seperti apapun harus
dilayani.

“Awalnya kami melihat
di televisi keadaan di Cina, kami tidak menyangka jika wabah ini sampai di
Indonesia bahkan di Kalteng, tidak dapat dipungkiri kami takut, tapi jika kami
tidak terjun wabah ini tidak berakhir. Ketakutan ini wajar,” katanya, Minggu
(19/4).

Saat pertama kali di
Kalteng ada kasus positif, saat itu pula ia bersama para perawat lain mendadak
cemas. Semakin cemas ketika pasien positif semakin bertambah. Dengan dukungan
manajemen RSDS maka ia semakin bisa menerima dan menjalani wabah ini.

“Awalnya kami stres,
tapi lama-lama kami mulai bisa menerima dan saat pertama kali ada kasus positif
saya memutuskan untuk tidak pulang ke rumah,” katanya.

Baca Juga :  Hampir Tidak Pernah Megajak Anak Jalan-Jalan, Pulang Temani Istri Mela

Ia memutuskan tinggal
di Hotel Dandang Tingang (DT). Padahal, ia memiliki dua putra yang masih kecil.
Pulang ke rumah untuk melihat buah hatinya itupun dari kejauhan. Tidak berani
mendekat karena khawatir ia menjadi carier wabah ini.

“Perasaan sedih
mendalam, tidak hanya berpisah dengan keluarga, saya secara pribadi juga merasa
terkucilkan dengan sendirinya, saya merasa sebagai pembawa virus, jadi beban
yang kami rasakan lebih tinggi daripada sebelum ada pandemi ini,” ujar perempuan
kelahiran 24 Juli 1986 ini.

Apalagi, tidak
enak-enak harus memakai APD selama berjam-jam. Meski sudah disediakan tempat
istirahat di RS, tetapi ia dan perawat lain memilih tidak beristirahat di
tempat yang telah disediakan. Jika ia memilih istirahat maka ia harus melepas
APD dan menggunakan yang baru.

“Kami hemat APD,
sehingga tidak menampik jika kami sering ketiduran di ruang isolasi dengan
menggunakan APD, kami kelelahan, menggunakan APD sangat panas, keringat kami
bercucuran, napas kami sesak, berbicara dengan pasien saja napas kami pendek,”
jawab ibu dua anak ini sambil terisak.

Belum lagi, saat
menghadapi pasien yang cerewet. Ia tahu, pasien tidak ingin berada di posisinya
saat ini. Semua orang tidak ingin menjadi pasien Covid-19. Tetapi, dengan perlahan
ia menenangkan pasien dan memberikan edukasi. Beban para tenaga medis tidak
hanya perang terhadap Covid-19, tetapi juga melawan segala hal.

Bahkan, ada pula pasien
yang tidak jujur terhadap rekam jejaknya. Ia paham bahwa pasien memiliki alasan
tidak menceritakan dengan jujur karena mungkin malu. Tetapi, jika demikian,
maka para tenaga medis akan menerima akibat dan rawan tertular.

“Untuk itu, sesuai
arahan manajemen RSDS, kami harus menggunakan APD karena dikhawatirkan orang
yang tidak jujur dan terlihat tidak apa-apa ternyata dia memang kenapa-kenapa,
kami sudah jaga-jaga terlebih dahulu dan di RSDS ada pasien demikian,”
bebernya.

 â€œKami pun tidak jarang bosan berada di ruangan
dengan menggunakan APD, apalagi kami menggunakan APD selama tujuh jam, itu
tidak mudah, saya merasa seperti berada di dalam sauna,” ujarnya.

Baca Juga :  Cara Satgas Akhiri Pandemi Covid-19 di Murung Raya

Tetapi, kebosanan itu
harus mereka lawan sendiri bersama para tenaga medis lain. Tak jarang pula,
para tenaga medis ini melakukan hal-hal konyol untuk menghibur sesama tenaga
medis lainnya. Bercerita dan tertawa, walau sejatinya mereka tidak paham apa
yang mereka bicarakan dan mereka tertawakan.

“Kami berusaha bahagia,
demi menjaga imun kami tidak turun, kami saling mengibur dan saling tertawa
walau kadang kami tidak mengerti apa yang kami tertawakan. Ada pula yang
bermain tiktok dan saya juga ikut-ikutan,” ucapnya, sambil tertawa setelah
bercerita.

Beberapa waktu lalu, ia
sudah menjalani rapid test dan ia bersyukur hasilnya non reaktif. Pasalnya,
penggunaan rapid test untuk para tenaga medis ini akan dilakukan selama sepuluh
hari sekali secara bergantian utnuk memantau kondisi para tenaga medis.

“Jadi hasil dari rapid
test itu reaktif dan non reaktif, jika reaktif maka dalam tubuhnya ada virus
(virus apa saja), sehingga bagi yang hasilnya reaktif ia harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti swab untuk mengetahui apakah dia virus Covid-19
atau bukan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala
Dinkes Kalteng Suyuti Syamsul pun menyebutkan bahwa saat ini para tenaga
kesehatan di lini terdepan termasuk di puskesmas satu persatu melakukan cek
rapid test. Hasilnya pihaknya menyebut banyak tenaga kesehatan yang reaktif.

“Banyak tenaga
kesehatan kita yang hasilnya menunjukkan reaktif, saat ini sudah ada tiga
kabupaten yang melaporkan hasil rapid test pada tenaga kesehatannya,” ucapnya.

Untuk itu, dengan hasil
reaktif tersebut, pihaknya meminta agar para tenaga kesehatan tersebut
diisolasi dan dilakukan pemeriksaan swab. Maka, pihaknya kembabli mengimbau
masyarakat agar dapat membantu pemerintah memutus penyebar Covid-19 ini dengan
tetap berada di rumah saja.

“Jika harus keluar rumah pakai masker, rajin
cuci tangan dan jaga jarak, jangan sampai sistem pelayanan kesehatan ikut
lumpuh karena Covid-19 ini,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru