25.6 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Operasi 50 Jam dan Libatkan 100 Orang Pisahkan Safa dan Marwa

SAFA tersenyum riang di gendongan ibunya, Zainab Bibi. Beberapa
kali Zainab menggelitik sang putri. Raut bahagia terpancar jelas dari wajahnya.

Selama dua tahun ini dia tidak
bisa menggendong Safa dan kembarannya, Marwa Ullah. “Tuhan telah menjawab doa
kami,” ujar Zainab. Kini dia bisa menggendong putrinya satu per satu seperti
anak normal pada umumnya.

Zainab menceritakan bahwa dirinya
sudah melahirkan tujuh kali sebelumnya. Semuanya lewat persalinan normal. Tapi
saat hamil Safa dan Marwa, dokter menyatakan bahwa dirinya harus dioperasi
Caesar karena komplikasi dan bayinya dempet. Kondisi itu sempat membuatnya
terpukul. Sebab dua bulan sebelum jadwal Caesar, sang suami meninggal karena
serangan jantung.

Dilansir BBC, Safa dan Marwa
lahir dengan selamat pada 7 Januari 2017 di Hayatabad Hospital, Pakistan.
Mereka baru dibawa pulang sebulan kemudian. Salah satu rumah sakit militer
menawarkan untuk memisahkan Safa dan Marwa, tapi hanya satu yang bisa
diselamatkan. Zainab tidak mau. Dia ingin kedua putrinya hidup.

Nasib baik menghampiri. Zainab
terhubung dengan ahli bedah saraf pediatrik Owase Jeelani. Dokter kelahiran
Kashmir, Pakistan, itu bekerja di rumah sakit kenamaan di London, Inggris,
Great Ormond Street Hospital (GOSH). Jeelani janji membantu. Dia ingin Safa dan
Marwa dioperasi sebelum usia setahun untuk meminimalkan risiko. Seperti
diketahui, GOSH sebelumnya telah berhasil memisahkan kembar craniopagus pada
2006 dan 2011.

Sayangnya, visa untuk ke Inggris
baru selesai Agustus 2018 ketika usia Safa dan Marwa sudah 19 bulan. Kendala
tak cuma sampai di situ. Dana yang dikumpulkan untuk operasi belum cukup.

Dengan tekad bulat, Jeelani
meminta Safa dan Marwa untuk ke London lebih dahulu. Jeelani lantas bertemu
temannya yang seorang pengacara dan menceritakan kondisi si kembar.

Baca Juga :  Dari Pemegang Gudang, Menjadi Kasir Hingga Penaksir

Si pengacara lantas menelepon
seseorang. Dia adalah Murtaza Lakhani, seorang pengusaha berdarah Pakistan.
Tanpa pikir panjang, Lakhani setuju menutup semua kekurangan biaya.

Hal yang paling mendebarkan
dimulai, proses operasi. Tim dokter harus berlatih dahulu dengan menggunakan
replika 3 dimensi anatomi kepala Safa dan Marwa. Mereka menggunakan model
plastik yang dapat digunakan untuk latihan. Panduan operasi juga dibuat
sehingga ahli bedah dapat bekerja lebih tepat.

Pada Senin, 15 Oktober 2018,
pukul 08.00 waktu setempat, operasi pertama dimulai. Ada 20 dokter dan petugas
medis dari berbagai bidang di ruang operasi. Tugas mereka tidak mudah. Sebab,
tengkorak Safa dan Marwa menyatu membentuk tabung. Tidak ada sekat di antara
otak mereka. Pembuluh darah si kembar juga menyatu.

Tim dokter pertama-tama
memisahkan pembuluh darah keduanya dan kemudian memasukkan selembar plastik ke
dalam kepala Safa dan Marwa untuk menjaga otak dan pembuluh darah bisa
terpisah. Operasi pertama sempat mencekam karena aliran darah Safa tidak lancar
dan akhirnya membanjiri Marwa. Jantung Marwa pun kejang. Dia tak stabil. Dokter
khawatir kemungkinan kehilangan Marwa. Tim dokter lantas memberi urat nadi
utama yang dibagikan kepada si kembar. Tapi berdampak pada Safa. Dia mengalami
stroke kurang dari 12 jam karena kehilangan pembuluh vena.

Operasi ke-2 dilakukan sebulan
kemudian untuk membagi pembuluh darah si kembar. Operasi tersebut berlangsung
selama 20 jam. Tim dokter juga memasang tissue expander untuk menumbuhkan
jaringan kulit kepala si kembar.

Baca Juga :  Banyak Pesanan Membuat Kecapi hingga Baju Adat Khas Dayak

Operasi ketiga alias pemisahan
berlangsung 11 Februari. Tim dokter membuat tengkorak baru menggunakan
tulang-tulang si kembar sendiri. Untuk kali pertama sejak mereka dilahirkan,
Safa dan Marwa akhirnya bisa melihat satu sama lain.

Total keseluruhan operasi
membutuhkan sekitar 50 jam dan melibatkan lebih dari 100 orang. Termasuk para
pembuat replika anatomi Safa dan Marwa dan mereka yang merawatnya.

Safa dan Marwa keluar dari rumah
sakit pada 1 Juli. Tapi, mereka tidak langsung pulang ke Pakistan. Selama enam
bulan ke depan, mereka masih harus menjalani fisioterapi untuk proses
rehabilitasi.

Sang ibu, Zainab Bibi, 34,
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. “Kami
berhutang budi kepada rumah sakit dan kepada staf. Kami ingin mengucapkan
terima kasih atas segala hal yang telah mereka lakukan. Kami sangat gembira
karena masa depan anak kami cerah,” sebutnya seperti dilansir Guardian.

Ahli bedah saraf pediatrik Owase
Jeelani dan ahli bedah kraniofasial Prof David Dunaway yang memimpin tim dalam
operasi Safa dan Marwa memberikan pernyataan. “Kami senang bisa membantu Safa
dan Marwa dan keluarga mereka. Itu merupakan perjalanan yang panjang dan
kompleks bagi mereka. Iman dan tekad mereka sangat penting dalam membawa mereka
melewati tantangan yang mereka hadapi. Kami sangat bangga dengan mereka,”
sebutnya.

“Kami juga sangat bangga dengan
tim dari GOSH yang bertanggung jawab atas perawatan mereka selama 10 bulan
terakhir. GOSH merupakan salah satu dari sedikit rumah sakit di dunia dengan
infrastruktur dan keahlian untuk melakukan operasi ini dengan kesuksesan,”
pungkas Jeelani. (JPC/KPC)

SAFA tersenyum riang di gendongan ibunya, Zainab Bibi. Beberapa
kali Zainab menggelitik sang putri. Raut bahagia terpancar jelas dari wajahnya.

Selama dua tahun ini dia tidak
bisa menggendong Safa dan kembarannya, Marwa Ullah. “Tuhan telah menjawab doa
kami,” ujar Zainab. Kini dia bisa menggendong putrinya satu per satu seperti
anak normal pada umumnya.

Zainab menceritakan bahwa dirinya
sudah melahirkan tujuh kali sebelumnya. Semuanya lewat persalinan normal. Tapi
saat hamil Safa dan Marwa, dokter menyatakan bahwa dirinya harus dioperasi
Caesar karena komplikasi dan bayinya dempet. Kondisi itu sempat membuatnya
terpukul. Sebab dua bulan sebelum jadwal Caesar, sang suami meninggal karena
serangan jantung.

Dilansir BBC, Safa dan Marwa
lahir dengan selamat pada 7 Januari 2017 di Hayatabad Hospital, Pakistan.
Mereka baru dibawa pulang sebulan kemudian. Salah satu rumah sakit militer
menawarkan untuk memisahkan Safa dan Marwa, tapi hanya satu yang bisa
diselamatkan. Zainab tidak mau. Dia ingin kedua putrinya hidup.

Nasib baik menghampiri. Zainab
terhubung dengan ahli bedah saraf pediatrik Owase Jeelani. Dokter kelahiran
Kashmir, Pakistan, itu bekerja di rumah sakit kenamaan di London, Inggris,
Great Ormond Street Hospital (GOSH). Jeelani janji membantu. Dia ingin Safa dan
Marwa dioperasi sebelum usia setahun untuk meminimalkan risiko. Seperti
diketahui, GOSH sebelumnya telah berhasil memisahkan kembar craniopagus pada
2006 dan 2011.

Sayangnya, visa untuk ke Inggris
baru selesai Agustus 2018 ketika usia Safa dan Marwa sudah 19 bulan. Kendala
tak cuma sampai di situ. Dana yang dikumpulkan untuk operasi belum cukup.

Dengan tekad bulat, Jeelani
meminta Safa dan Marwa untuk ke London lebih dahulu. Jeelani lantas bertemu
temannya yang seorang pengacara dan menceritakan kondisi si kembar.

Baca Juga :  Dari Pemegang Gudang, Menjadi Kasir Hingga Penaksir

Si pengacara lantas menelepon
seseorang. Dia adalah Murtaza Lakhani, seorang pengusaha berdarah Pakistan.
Tanpa pikir panjang, Lakhani setuju menutup semua kekurangan biaya.

Hal yang paling mendebarkan
dimulai, proses operasi. Tim dokter harus berlatih dahulu dengan menggunakan
replika 3 dimensi anatomi kepala Safa dan Marwa. Mereka menggunakan model
plastik yang dapat digunakan untuk latihan. Panduan operasi juga dibuat
sehingga ahli bedah dapat bekerja lebih tepat.

Pada Senin, 15 Oktober 2018,
pukul 08.00 waktu setempat, operasi pertama dimulai. Ada 20 dokter dan petugas
medis dari berbagai bidang di ruang operasi. Tugas mereka tidak mudah. Sebab,
tengkorak Safa dan Marwa menyatu membentuk tabung. Tidak ada sekat di antara
otak mereka. Pembuluh darah si kembar juga menyatu.

Tim dokter pertama-tama
memisahkan pembuluh darah keduanya dan kemudian memasukkan selembar plastik ke
dalam kepala Safa dan Marwa untuk menjaga otak dan pembuluh darah bisa
terpisah. Operasi pertama sempat mencekam karena aliran darah Safa tidak lancar
dan akhirnya membanjiri Marwa. Jantung Marwa pun kejang. Dia tak stabil. Dokter
khawatir kemungkinan kehilangan Marwa. Tim dokter lantas memberi urat nadi
utama yang dibagikan kepada si kembar. Tapi berdampak pada Safa. Dia mengalami
stroke kurang dari 12 jam karena kehilangan pembuluh vena.

Operasi ke-2 dilakukan sebulan
kemudian untuk membagi pembuluh darah si kembar. Operasi tersebut berlangsung
selama 20 jam. Tim dokter juga memasang tissue expander untuk menumbuhkan
jaringan kulit kepala si kembar.

Baca Juga :  Banyak Pesanan Membuat Kecapi hingga Baju Adat Khas Dayak

Operasi ketiga alias pemisahan
berlangsung 11 Februari. Tim dokter membuat tengkorak baru menggunakan
tulang-tulang si kembar sendiri. Untuk kali pertama sejak mereka dilahirkan,
Safa dan Marwa akhirnya bisa melihat satu sama lain.

Total keseluruhan operasi
membutuhkan sekitar 50 jam dan melibatkan lebih dari 100 orang. Termasuk para
pembuat replika anatomi Safa dan Marwa dan mereka yang merawatnya.

Safa dan Marwa keluar dari rumah
sakit pada 1 Juli. Tapi, mereka tidak langsung pulang ke Pakistan. Selama enam
bulan ke depan, mereka masih harus menjalani fisioterapi untuk proses
rehabilitasi.

Sang ibu, Zainab Bibi, 34,
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. “Kami
berhutang budi kepada rumah sakit dan kepada staf. Kami ingin mengucapkan
terima kasih atas segala hal yang telah mereka lakukan. Kami sangat gembira
karena masa depan anak kami cerah,” sebutnya seperti dilansir Guardian.

Ahli bedah saraf pediatrik Owase
Jeelani dan ahli bedah kraniofasial Prof David Dunaway yang memimpin tim dalam
operasi Safa dan Marwa memberikan pernyataan. “Kami senang bisa membantu Safa
dan Marwa dan keluarga mereka. Itu merupakan perjalanan yang panjang dan
kompleks bagi mereka. Iman dan tekad mereka sangat penting dalam membawa mereka
melewati tantangan yang mereka hadapi. Kami sangat bangga dengan mereka,”
sebutnya.

“Kami juga sangat bangga dengan
tim dari GOSH yang bertanggung jawab atas perawatan mereka selama 10 bulan
terakhir. GOSH merupakan salah satu dari sedikit rumah sakit di dunia dengan
infrastruktur dan keahlian untuk melakukan operasi ini dengan kesuksesan,”
pungkas Jeelani. (JPC/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru