25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Masjidpreneur

DUA orang ini tinggal berdekatan. Tapi tak saling kenal. Sampai
suatu hari saya mempertemukan keduanya. Dua pekan lalu.

Zendy yang pengusaha property di
Bekasi itu merasa galau. Sebagai ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) ia ingin
mencarikan pekerjaan bagi warga miskin di sekitar masjid yang berstatus janda
dan miskin.

Masjid punya uang. Dari infak
para jamaah. Tapi pekerjaan untuk warga tak kunjung ketemu.

Memang tak mudah menemukan jenis
pekerjaan itu. Karena keterbatasan skill, usia dan pendidikan mereka. “Ada
ide?” tanya Zendi lewat whatsapp, menjelang tengah malam.

Saya tidak segera menjawab. Otak
saya berpikir keras. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah: harus mudah
dikerjakan, harus ada yang menyediakan modal kerjanya, harus cepat perputaran
uangnya dan harus terjamin pembelinya.

Aha! Akhirnya ketemu. Saya harus
merekomendasikan nama pengusaha ini: Anang Sudjana. Raja industri boneka
nasional yang pabriknya ada di Narogong, Bekasi Selatan.

Pikiran saya melayang pada
pertemuan empat tahun lalu di pabriknya. Saat itu, Anang sedang merencanakan
membuat buku praktis: Cara Menjahit Boneka Flanel. Buku itu akan dibagikan
gratis kepada komunitas di Bekasi yang tertarik dengan jasa menjahit boneka.

Dengan bantuan buku, masyarakat
akan paham cara menjahit boneka flanel. Setelah bisa, Anang akan merekrut
mereka menjadi tenaga penjahit boneka. Menggunakan bahan yang sudah dipotong
menjadi pola. Hasil produksinya dibeli Anang untuk memenuhi order pembelinya
dari seluruh Indonesia.

Baca Juga :  Ketersinggungan dan Bom Waktu

Konsep produksi boneka di
perusahaan Anang memang unik. Wakau punya pabrik, Anang tidak punya karyawan.
Yang bekerja di pabrik adalah mitra usaha. Mereka umumnya warga sekitar yang
telah lulus pelatihan menjahit boneka flanel.

Setiap pagi warga mengambil bahan
kain flanel yang sudah dipotong sesuai pola. Bahan-bahan itu kemudian dijahit
menjadi boneka. Sore hari hasil produksinya disetorkan ke Anang. Setelah lolos
quality control, Anang membayar jerih payah mereka. Cash. Lunas.

Ada 300 komunitas yang kini
bekerjasama dengan Anang. Umumnya komunitas ibu-ibu dan remaja putus sekolah.

Zendy senang bukan kepalang saat
saya beri informasi soal model bisnis Anang itu. “Saya harus ketemu dia.
Masjid siap memodali jamaah melalui infak produktif,” katanya.

Tiba-tiba keesokan paginya, Zendy
sudah laporan. “Pak Anang sudah saya kirimi pesan pendek minta waktu
ketemu. Beliau sudah siap,” terang Zendy.

Pertemuan perdana itu akhirnya
berlangsung keesokan harinya. Lokasinya di pabrik boneka di kawasan Narogong.
“Kami sepakat bekerjasama. Pak Anang yang siapkan bahan baku dan masjid
menyediakan modal kerja untuk membeli mesin jahit,” papar Zendy dengan
sumringah.

Hari-hari selanjutnya, saya tidak
memonitor lagi. Terlewati dengan kesibukan berbagai urusan lain.

Jumat malam, saya ikuti diskusi
di grup Whatsapp yang saya admini. Seorang member grup melempar isu bagaimana
cara membantu orang miskin dengan program ekonomi.

Baca Juga :  Keadilan Sosial di Negeri Konten

Di sela-sela rapat kerja Lazismu
PP Muhammadiyah di Hotel Burza Jogjakarta, saya pun ikut nimbrung. “Satu
dua hari lagi akan saya ceritakan bagaimana pengalaman saya mempertemukan
pengusaha boneka dengan komunitas jamaah masjid yang akan saling bekerjasama
dengan modal bank infak milik jamaah masjid,” kata saya.

Jamaah masjid memang sangat
berpotensi untuk mendirikan bank infak. Bank infak menerima dana infak dari
jamaah dan menyalurkan dana itu kepada siapa saja yang perlu bantuan. Khususnya
untuk membangun bisnis.

Ada banyak peluang usaha yang
bisa dikelola dari masjid. Bila punya aula serbaguna, masjid bisa memanfaatkan
untuk jasa perkawinan atau pertemuan warga. Bisnis turunannya banyak. Mulai
jasa dekorasi, rias, catering hingga paket sewa mobil.

Masjid juga bisa membangun
layanan lain seperti jasa akikah, jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Semua
bisa dimulai dengan modal dari bank infak.

Menurut Dewan Masjid Indonesia,
ada 800 ribu masjid di seluruh Indonesia. Bila semua masjid punya bank infak
dan bisa menghasilkan 10 bidang usaha, alangkah banyak orang-orang miskin yang
bisa dibantu. Yang menganggur bisa bekerja. Yang kekurangan bisa lebih
sejahtera.

Delapan ratus ribu masjid adalah
jumlah yang sangat besar. Semua akan dimulai dari satu masjid. Sebagai model.
Bila berhasil satu, kloning ke masjid berapa pun, hanya masalah waktu. ***

(Penulis adalah seorang jurnalis)

DUA orang ini tinggal berdekatan. Tapi tak saling kenal. Sampai
suatu hari saya mempertemukan keduanya. Dua pekan lalu.

Zendy yang pengusaha property di
Bekasi itu merasa galau. Sebagai ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) ia ingin
mencarikan pekerjaan bagi warga miskin di sekitar masjid yang berstatus janda
dan miskin.

Masjid punya uang. Dari infak
para jamaah. Tapi pekerjaan untuk warga tak kunjung ketemu.

Memang tak mudah menemukan jenis
pekerjaan itu. Karena keterbatasan skill, usia dan pendidikan mereka. “Ada
ide?” tanya Zendi lewat whatsapp, menjelang tengah malam.

Saya tidak segera menjawab. Otak
saya berpikir keras. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah: harus mudah
dikerjakan, harus ada yang menyediakan modal kerjanya, harus cepat perputaran
uangnya dan harus terjamin pembelinya.

Aha! Akhirnya ketemu. Saya harus
merekomendasikan nama pengusaha ini: Anang Sudjana. Raja industri boneka
nasional yang pabriknya ada di Narogong, Bekasi Selatan.

Pikiran saya melayang pada
pertemuan empat tahun lalu di pabriknya. Saat itu, Anang sedang merencanakan
membuat buku praktis: Cara Menjahit Boneka Flanel. Buku itu akan dibagikan
gratis kepada komunitas di Bekasi yang tertarik dengan jasa menjahit boneka.

Dengan bantuan buku, masyarakat
akan paham cara menjahit boneka flanel. Setelah bisa, Anang akan merekrut
mereka menjadi tenaga penjahit boneka. Menggunakan bahan yang sudah dipotong
menjadi pola. Hasil produksinya dibeli Anang untuk memenuhi order pembelinya
dari seluruh Indonesia.

Baca Juga :  Ketersinggungan dan Bom Waktu

Konsep produksi boneka di
perusahaan Anang memang unik. Wakau punya pabrik, Anang tidak punya karyawan.
Yang bekerja di pabrik adalah mitra usaha. Mereka umumnya warga sekitar yang
telah lulus pelatihan menjahit boneka flanel.

Setiap pagi warga mengambil bahan
kain flanel yang sudah dipotong sesuai pola. Bahan-bahan itu kemudian dijahit
menjadi boneka. Sore hari hasil produksinya disetorkan ke Anang. Setelah lolos
quality control, Anang membayar jerih payah mereka. Cash. Lunas.

Ada 300 komunitas yang kini
bekerjasama dengan Anang. Umumnya komunitas ibu-ibu dan remaja putus sekolah.

Zendy senang bukan kepalang saat
saya beri informasi soal model bisnis Anang itu. “Saya harus ketemu dia.
Masjid siap memodali jamaah melalui infak produktif,” katanya.

Tiba-tiba keesokan paginya, Zendy
sudah laporan. “Pak Anang sudah saya kirimi pesan pendek minta waktu
ketemu. Beliau sudah siap,” terang Zendy.

Pertemuan perdana itu akhirnya
berlangsung keesokan harinya. Lokasinya di pabrik boneka di kawasan Narogong.
“Kami sepakat bekerjasama. Pak Anang yang siapkan bahan baku dan masjid
menyediakan modal kerja untuk membeli mesin jahit,” papar Zendy dengan
sumringah.

Hari-hari selanjutnya, saya tidak
memonitor lagi. Terlewati dengan kesibukan berbagai urusan lain.

Jumat malam, saya ikuti diskusi
di grup Whatsapp yang saya admini. Seorang member grup melempar isu bagaimana
cara membantu orang miskin dengan program ekonomi.

Baca Juga :  Keadilan Sosial di Negeri Konten

Di sela-sela rapat kerja Lazismu
PP Muhammadiyah di Hotel Burza Jogjakarta, saya pun ikut nimbrung. “Satu
dua hari lagi akan saya ceritakan bagaimana pengalaman saya mempertemukan
pengusaha boneka dengan komunitas jamaah masjid yang akan saling bekerjasama
dengan modal bank infak milik jamaah masjid,” kata saya.

Jamaah masjid memang sangat
berpotensi untuk mendirikan bank infak. Bank infak menerima dana infak dari
jamaah dan menyalurkan dana itu kepada siapa saja yang perlu bantuan. Khususnya
untuk membangun bisnis.

Ada banyak peluang usaha yang
bisa dikelola dari masjid. Bila punya aula serbaguna, masjid bisa memanfaatkan
untuk jasa perkawinan atau pertemuan warga. Bisnis turunannya banyak. Mulai
jasa dekorasi, rias, catering hingga paket sewa mobil.

Masjid juga bisa membangun
layanan lain seperti jasa akikah, jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Semua
bisa dimulai dengan modal dari bank infak.

Menurut Dewan Masjid Indonesia,
ada 800 ribu masjid di seluruh Indonesia. Bila semua masjid punya bank infak
dan bisa menghasilkan 10 bidang usaha, alangkah banyak orang-orang miskin yang
bisa dibantu. Yang menganggur bisa bekerja. Yang kekurangan bisa lebih
sejahtera.

Delapan ratus ribu masjid adalah
jumlah yang sangat besar. Semua akan dimulai dari satu masjid. Sebagai model.
Bila berhasil satu, kloning ke masjid berapa pun, hanya masalah waktu. ***

(Penulis adalah seorang jurnalis)

Terpopuler

Artikel Terbaru