Site icon Prokalteng

Inilah Sejarah dan Pencetus Slogan 4 Sehat 5 Sempurna

inilah-sejarah-dan-pencetus-slogan-4-sehat-5-sempurna

BAGI Anda yang mengalami masa SD-SMP tahun 70-80 an tentu mengingat
istilah 4 Sehat 5 Sempurna. Nah  di era
tahun 2000 an slogan jadul itu nyaris redup.

Lalu siapakah sebenarnya penemu
pertama istilah tersebut?

Dikutip dari laman BPNB, versi
lama slogan itu terkait lima kelompok makanan, yakni makanan pokok, lauk-pauk,
sayur-sayuran, buah-buahan, dan susu sebagai penyempurna.

Era saat ini, 4 sehat 5 sempurna kembali
lahir dalam suasana wabah Covid-19. Slogan baru ini didedikasikan bagi upaya
mencegah Covid-19.

Urutannya: 1) gunakan masker; 2)
jaga jarak, physical dan social distancing; 3) rajin cuci tangan dengan sabun,
olahraga, cukup tidur serta tidak panik; 5) makanan yang bernutrisi.

Pada Rabu (27/5/2020) sejarah
tertoreh di Graha BNPB, Jl. Pramuka, Jakarta Timur. Cucu pencetus slogan 4
sehat 5 sempurna versi lama, bertemu pencetus slogan 4 Sehat 5 Sempurna versi
Covid: Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K) dan Letjen TNI Doni Monardo.

Prof Rini adalah cucu Prof Poorwo
Soedarmo, sang pencetus slogan 4 sehat 5 sempurna. “Benar, Prof Poorwo adalah
kakek kandung saya. Beliau yang mencetuskan slogan 4 sehat 5 sempurna pada
tahun 1950,” ujar Prof Rini usai bertemu Doni Monardo.

Rini yang Guru Besar Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI mengaku senang slogan itu “hidup”
kembali. Lebih senang, ketika ia bertemu Doni Monardo, yang telah bijaksana
melacak dan menelusur jejak pencipta slogan karya kakeknya.

“Ya, kami bertemu tadi membahas
slogan 4 sehat 5 sempurna yang baru. Kami juga ngobrol tentang perubahan
nomenklatur. Pada prinsipnya kami mendukung gagasan pak Doni. Saya berbicara
mewakili keluarga besar. Mereka semua mengapresiasi semboyan baru yang
mengadopsi serta menyempurnakan semboyan yang dicetuskan kakek kami,” papar
Prof Rini yang juga Manajer Umum FKUI Periode 2017-2022.

Diakui, slogan itu sudah sangat
melekat di hati masyarakat Indonesia, utamanya bagi yang berusia 40 tahun ke
atas.

Wanita kelahiran Jakarta 2 Juni
1965 itu berharap slogan baru bisa mengubah perilaku kita. “Memang butuh waktu,
makanya harus sering disampaikan, agar mudah diingat dan diterima khalayak,”
tambahnya.

Prof Rini mendorong Doni Monardo
agar memasukkan slogan 4 Sehat 5 Sempurna versi Covid-19 itu ke Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

“Slogan kakek dulu menjadi  terkenal dan dikenang sampai sekarang, juga
karena masuk melalui jalur pendidikan. Ini salah satu jalur yang akan menjamin
slogan melekat hidup lama di tengah-tengah masyarakat,” ujar Ketua Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta sejak 2014 itu.

Ditambahkan, jika slogan yang
lama bertujuan untuk pemenuhan nustrisi anak bangsa, nah yang baru, kini
terangkum dalam point angka 5: sempurna. Sedangkan empat point lain terkait
pola hidup sehat dalam konteks Covid-19. “Meski begitu, pesannya bersifat
everlasting. Sampai kapan pun tetap relevan,” tambah peraih gelar doktor tahun
2008 dengan predikat cum laude itu.

Di sisi lain, Doni Monardo
terinspirasi dan menyempurnakan slogan 4 sehat 5 sempurna khusus untuk
menghadapi Covid. Lebih jauh, Doni berharap slogan 4 sehat 5 sempurna versi
baru menjadi “alarm” manusia Indonesia dalam menghadapi serangan
COVID-19. 

Sampai saat ini, memang, belum
ada manusia, negara yang bisa mengalahkan Covid. Oleh karenanya, beradaptasi,
menjadi kunci. Jika slogan ‘4 Sehat’ mampu diimplementasikan oleh setiap
individu, niscaya kita tidak perlu mengkhawatirkan virus corona — sepanjang
disiplin mematuhi protokol kesehatan.

Ketua Tim Pakar GTPPC19 Prof.
Wiku Adisasmito yang ikut menemani Prof Rini, menyampaikan penting untuk
mengepalkan suatu narasi, yaitu 4 Sehat 5 Sempurna, guna membantu setiap warga
masyarakat ‘berubah,’ khususnya dalam menghadapi COVID-19.

Pada kesempatan itu, Doni
menambahkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespon slogan tersebut dan
membahas lebih lanjut dan detail sehingga dapat disebarluaskan kepada seluruh
masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim.

Sosok Prof Poorwo

Gerakan dengan slogan 4 Sehat 5
Sempurna merupakan adaptasi dari rekomendasi USDA, basic four atau basic five.
Di Indonesia kemudian dikenal sebagai Empat Sehat Lima Sempurna (ESLS). Slogan
yang diciptakan oleh Prof. Poorwo Soedarmo ini bahkan lebih populer dari slogan
yang muncul berikutnya ‘Isi Piringku Bergizi Seimbang.’

Poorwo Soedarmo yang dikenal
sebagai Bapak Gizi Indonesia merupakan sosok yang merintis dan mengembangkan
pengetahuan tentang gizi dan ketenagaan gizi di Indonesia. Ribuan tenaga gizi
dengan berbagai tingkatan Diploma sampai S3 dan guru besar, bermula dari
gagasan dan perjuangan Poorwo pada tahun 1950-an.

Poorwo dilahirkan di Malang, Jawa
Timur, pada 20 Februari 1904 dan meninggal pada usia 99 tahun. Pria lulusan
sekolah kedokteran Stovia tahun 1927 ini merupakan Guru Besar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. “Beliau memang asli Malang, tapi saya tidak
bisa berbahasa Jawa,” kata Prof Rini, sang cucu, sambil tertawa.

Berdasar beberapa catatan
historis,  Poorwo pernah bekerja sebagai
kepala pelayanan medis hingga tahun 1948. Poorwo yang mendapat ijazah dokter
dari Ida Gaigako kemudian menjadi dokter kapal ‘Polodarus.’

Ketertarikan terhadap ilmu
nutrisi diawali ketika ia berlabuh di London tahun 1949. Akhirnya, Poorwo
menempuh studi malaria dan peran DDT di London School of Hygiene and Tropical
Medicine. Ia juga belajar ilmu gizi di Post Graduate Institute, London (1949)
dan Institute of Nutrition, Manila (1950). Kemudian ia mendalami ilmu yang sama
di School of Public Health and Nutrition, Harvard University (1954-1955).

Setelah menimba ilmu gizi di luar
negeri, Poorwo kembali ke Indonesia dan mendirikan Akademi Ahli Diit dan
Nutrisionis atau dikenal juga dengan APN (Akademi Pendidikan Nutrisionis), yang
kemudian diganti nama Akademi Gizi.

Poorwo menjadi guru besar pertama
Ilmu Gizi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1958. Dua
tahun kemudian Poorwo lulus dari Institute of Nutrition Sciences, Columbia
University, New York.

Poorwo tercatat sebagai penerima
Bintang Mahaputra Utama tahun 1992 dari Pemerintah Indonesia atas jasa
mengembangkan gizi. Di samping penghargaan itu, ia mendapat piagam penghargaan
Ksatria Bakti Husada Kelas I pada tahun 1993. 

Exit mobile version