BERMENTAL baja dan selalu optimistis. Karakter itu kuat memancar dari diri Monica Virginia Agustin. Monica –sapaan perempuan 25 tahun tersebut– sejak kecil bercita-cita menjadi model. Saat sesi pemotretan bersama fotografer Jawa Pos siang itu (5/12), Monica luwes berpose.
Saat wawancara pun, tampak betapa semangat Monica amat besar. Awalnya, wawancara dilakukan melalui chat WhatsApp. Namun, Monica berinisiatif untuk bicara secara langsung. ”Tanya aja lewat chat, saya jawab secara lisan,” balas Monica.
Dia menceritakan, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, penyandang tuli ini akhirnya berhasil mencapai salah satu impiannya dengan menjadi model Layak Indonesia. Namun, sebelum itu dia berkali-kali ditolak menjadi model karena tunarungu. Lingkungan tempat kerja sebelumnya juga tidak inklusif. ”Saya rasakan apa itu yang namanya diskriminasi,” katanya.
Yang dibutuhkan Monica adalah penyemangat dan sosok yang mampu melihat potensinya alih-alih berfokus pada kekurangan. Sosok itulah yang didapatkan Monica dari founder Layak Indonesia Karina Aprillia. Monica punya ruang untuk mengembangkan potensinya sebagai model dan mendapatkan dukungan penuh, termasuk pelatihan.
Sebelumnya, Monica pernah bekerja di sebuah salon. ”Pernah suatu kali, pengunjung datang pakai masker. Saya tidak bisa membaca gerak bibirnya,” jelasnya.
Lalu, Monica coba meminta bantuan kepada pemilik salon. Tak disangka, bosnya itu tidak mau membantu. ”Belum lagi, teman seprofesi yang ngomongin aku,” ujarnya kesal.
Bukannya dukungan yang didapatkan, atasannya justru memintanya keluar dari pekerjaan. Semua pengalaman buruk itu menempa Monica menjadi lebih kuat.
”Kita harus tangguh dan terus meningkatkan skill. Begitu pesan saya kepada teman-teman difabel lainnya,” tuturnya. (idr/c14/nor/jpc)