26.7 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Lewat Busana, Empat Desainer Bicara Kerusakan Alam

PANGGUNG
mode tak hanya bicara soal tren busana, kemewahan, dan eksistensi para desainer
akan karyanya. Tapi lewat tangan dingin para desainer, fashion bisa
menjadi wadah penggerak untuk perubahan. Seperti ikut mengkritisi kerusakan
lingkungan yang kini sudah semakin masif.

Bertemakan Harmoni
Bumi, keempat desainer yang terlibat dalam Fashion Rhapsody yakni Yulia Fandy,
Chintami Atmagara, Ayu Dyah Andari, dan Ariy Arka berusaha mengajak dan
menyadarkan masyarakat untuk berhenti merusak alam. Para founder Fashion
Rhapsody ini sepakat kalau dunia fashion harus bisa berjalan
beriringan dengan alam yang indah.

“Harus diakui kalau dunia
fashion juga menyumbang limbah terbesar yang mengganggu keseimbangan alam. Jadi
berangkat dari situ dan melihat maraknya bencana, kami ingin
acara fashion yang beda,” ujar Ariy selaku Ketua Penyelenggara saat
konferensi pers Pre-event Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’beberapa waktu
lalu di Jakarta.

Fashion Rhapsody sendiri
akan diadakan pada Agustus 2019 dengan mengangkat tema Harmoni Bumi.
Dengan adanya agenda Pre-event Harmoni Bumi ini diharapkan makin
banyak para desainer Indonesia yang ikut tergerak untuk terlibat. Sehingga tak
hanya berkarya tapi juga memikirkan bagaimana caranya tetap menjaga kelestarian
alam.

Pasalnya, ungkap Ariy,
selama ini masyarakat memandang dunia fashion hanyalah panggung
kemewahan penuh hura-hura. Dengan adanya pesan sosial yang dibawa dalam Fashion
Rhapsody, masyarakat bisa menangkap poin berbeda dari ajang mode kebanyakan.

Baca Juga :  Setelah Satu Bulan, Akhirnya Nirina Zubir Sembuh dari Covid-1

“Konsep ini sangat berbeda
dengan fashion week lainnya. Dengan konsep fulldekorasi, kita ingin
menciptakan taking care akan bumi,” lanjutnya.

Dalam Pre-event Fashion
Rhapsody ‘Harmoni Bumi’, keempat desainer juga menunjukkan koleksi busananya
yang terinspirasi dari kerusakan alam. Ariy sendiri berusaha mengkritik para
pengrusak hutan lewat karyanya yang tak biasa.

Dengan tata panggung seperti
tanah tandus yang dipenuhi ilalang kering dan pohon mati, para model keluar
dengan mengenakan masker topeng. Ariy menerjemahkan kerusakan alam dengan
permainan warna cokelat, hitam, hijau dan putih.

Salah
satunya outer berupa coat panjang dan jaket dengan detail
tali pada pinggang berwarna hijau yang dipadukan celana cokelat. Lewat mix
and match ini Ariy memperlihatkan bagaimana tumbuhan yang dulu hijau kini
berganti kering berguguran akibat ulah manusia.

Terlihat juga penggunakan
material plastik dalam jaket. Ini bentuk keprihatinan dirinya akan limbah
plastik yang terus bertambah. Bahkan terus mengancam kehidupan biota laut.

“Inspirasi saya memang bukan
keindahannya, tapi kerusakan bumi. Ingin memperlihatkan kerusakan yang mungkin
dilakukan satu orang tapi merugikan seluruh makhluk,” tukasnya.

Sedangkan desainer Ayu Dyah
Andari, yang masih mengedepankan rancangannya berupa gaun malam atau pesta,
bermain dengan warna-warna gurun pasir seperti krem, hijau lumut, coklat muda,
khaki, dan gading. Membawakan 15 looks, koleksi Ayu kali ini terinspirasi
dari dessert rose, yang terbentuk dari air, pasir, dan angin.

Baca Juga :  Ngamuk, Uang Rp11 Juta di Aplikasi Ojol Raib

“Dessert rose itu
berupa kristal yang bentuknya seperti kelopak bunga,” terang Ayu.

Mawar gurun ini terlihat
sebagai pemanis busana yang dibentuk dengan bordir tiga dimensi. Selain itu,
Ayu memilih menggunakan bahan see-through yang tipis dan dibentuk
berbiku-biku lalu dipadankan dengan bahan tebal yang memberi kesan kokoh.

Masih dengan potongan gaun
pesta, Chintami Atmanagara memperlihatkan detail bebatuan alam yang dipadukan
dengan tenun Garut berbahan organdi. Jika biasanya tenun Garut dijadikan
selendang, namun tidak dengan Chintami.

Ia justru menyulap tenun
organdi tersebut menjadi bagian dari punggung busana, depan blus atau lengan
yang dipadankan dengan rok mini, midi, dan maksi, atau terusan berbahan lain
seperti tafetta, sutera, dan thai silk.

Terakhir, desainer Yulia
Fandy hadir dengan koleksi bertema Gaia, yang dalam bahasa Yunani bermakna
ibu bumi (mother earth). Gaia menyuarakan kesederhanaan lewat rancangan yang
polos dan berwarna lembut seperti krem, hijau muda, coklat, serta putih.(jpc/ila)

 

PANGGUNG
mode tak hanya bicara soal tren busana, kemewahan, dan eksistensi para desainer
akan karyanya. Tapi lewat tangan dingin para desainer, fashion bisa
menjadi wadah penggerak untuk perubahan. Seperti ikut mengkritisi kerusakan
lingkungan yang kini sudah semakin masif.

Bertemakan Harmoni
Bumi, keempat desainer yang terlibat dalam Fashion Rhapsody yakni Yulia Fandy,
Chintami Atmagara, Ayu Dyah Andari, dan Ariy Arka berusaha mengajak dan
menyadarkan masyarakat untuk berhenti merusak alam. Para founder Fashion
Rhapsody ini sepakat kalau dunia fashion harus bisa berjalan
beriringan dengan alam yang indah.

“Harus diakui kalau dunia
fashion juga menyumbang limbah terbesar yang mengganggu keseimbangan alam. Jadi
berangkat dari situ dan melihat maraknya bencana, kami ingin
acara fashion yang beda,” ujar Ariy selaku Ketua Penyelenggara saat
konferensi pers Pre-event Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’beberapa waktu
lalu di Jakarta.

Fashion Rhapsody sendiri
akan diadakan pada Agustus 2019 dengan mengangkat tema Harmoni Bumi.
Dengan adanya agenda Pre-event Harmoni Bumi ini diharapkan makin
banyak para desainer Indonesia yang ikut tergerak untuk terlibat. Sehingga tak
hanya berkarya tapi juga memikirkan bagaimana caranya tetap menjaga kelestarian
alam.

Pasalnya, ungkap Ariy,
selama ini masyarakat memandang dunia fashion hanyalah panggung
kemewahan penuh hura-hura. Dengan adanya pesan sosial yang dibawa dalam Fashion
Rhapsody, masyarakat bisa menangkap poin berbeda dari ajang mode kebanyakan.

Baca Juga :  Setelah Satu Bulan, Akhirnya Nirina Zubir Sembuh dari Covid-1

“Konsep ini sangat berbeda
dengan fashion week lainnya. Dengan konsep fulldekorasi, kita ingin
menciptakan taking care akan bumi,” lanjutnya.

Dalam Pre-event Fashion
Rhapsody ‘Harmoni Bumi’, keempat desainer juga menunjukkan koleksi busananya
yang terinspirasi dari kerusakan alam. Ariy sendiri berusaha mengkritik para
pengrusak hutan lewat karyanya yang tak biasa.

Dengan tata panggung seperti
tanah tandus yang dipenuhi ilalang kering dan pohon mati, para model keluar
dengan mengenakan masker topeng. Ariy menerjemahkan kerusakan alam dengan
permainan warna cokelat, hitam, hijau dan putih.

Salah
satunya outer berupa coat panjang dan jaket dengan detail
tali pada pinggang berwarna hijau yang dipadukan celana cokelat. Lewat mix
and match ini Ariy memperlihatkan bagaimana tumbuhan yang dulu hijau kini
berganti kering berguguran akibat ulah manusia.

Terlihat juga penggunakan
material plastik dalam jaket. Ini bentuk keprihatinan dirinya akan limbah
plastik yang terus bertambah. Bahkan terus mengancam kehidupan biota laut.

“Inspirasi saya memang bukan
keindahannya, tapi kerusakan bumi. Ingin memperlihatkan kerusakan yang mungkin
dilakukan satu orang tapi merugikan seluruh makhluk,” tukasnya.

Sedangkan desainer Ayu Dyah
Andari, yang masih mengedepankan rancangannya berupa gaun malam atau pesta,
bermain dengan warna-warna gurun pasir seperti krem, hijau lumut, coklat muda,
khaki, dan gading. Membawakan 15 looks, koleksi Ayu kali ini terinspirasi
dari dessert rose, yang terbentuk dari air, pasir, dan angin.

Baca Juga :  Ngamuk, Uang Rp11 Juta di Aplikasi Ojol Raib

“Dessert rose itu
berupa kristal yang bentuknya seperti kelopak bunga,” terang Ayu.

Mawar gurun ini terlihat
sebagai pemanis busana yang dibentuk dengan bordir tiga dimensi. Selain itu,
Ayu memilih menggunakan bahan see-through yang tipis dan dibentuk
berbiku-biku lalu dipadankan dengan bahan tebal yang memberi kesan kokoh.

Masih dengan potongan gaun
pesta, Chintami Atmanagara memperlihatkan detail bebatuan alam yang dipadukan
dengan tenun Garut berbahan organdi. Jika biasanya tenun Garut dijadikan
selendang, namun tidak dengan Chintami.

Ia justru menyulap tenun
organdi tersebut menjadi bagian dari punggung busana, depan blus atau lengan
yang dipadankan dengan rok mini, midi, dan maksi, atau terusan berbahan lain
seperti tafetta, sutera, dan thai silk.

Terakhir, desainer Yulia
Fandy hadir dengan koleksi bertema Gaia, yang dalam bahasa Yunani bermakna
ibu bumi (mother earth). Gaia menyuarakan kesederhanaan lewat rancangan yang
polos dan berwarna lembut seperti krem, hijau muda, coklat, serta putih.(jpc/ila)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru