26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Sadar Tak Bisa Meyakinkan Hakim MK, Ini Jadi Alasan Baron Binti Tak Me

PALANGKA
RAYA, PROKALTENG.CO – Tim Hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng
Ben Brahim S Bahat – Ujang Iskandar, Baron Binti memilih tidak mendampingi
pasangan tersebut menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).  Pasalnya, Baron yang pernah memenangkan Ben
Brahim pada sengketa Pilkada Kapuas di MK, tidak melihat bukti yang kuat untuk
memenangkan sengketa Pilkada Kalteng di MK.

Baron Binti
mengakui, dia mempunyai sejarah panjang dengan Ben Bahat. Itu sejak sebelum Ben
menjabat Bupati Kapuas sampai memenangkan gugatan sengketa Pilkada Kapuas di
MK.  Ya saat itu sebagai kuasa hukum Ben,
Baron berhasil meyakinkan Majelis Hakim MK, bahwa terjadi pelanggaran Pilkada,
yakni politik uang dan ujaran kebencian. 

“Sebagai
advokad saya punya sikap tersendiri. Dan dengan Pak Ben, saya punya sejarah
panjang. Pada awal Pilkada Kapuas, beliau kalah. Tetapi saat itu banyak saksi
dan banyak bukti terkait kecurangan yang masif, sehingga kita perjuangkan ke MK
dan akhirnya menang. Waktu itu kalkulasi kita memungkinkan untuk memang di MK,
karena kecurangan tampak dengan bukti-buktinya,” tegas Baron, Rabu
(30/12).

Namun, dia
menilai soal Pilkada Kalteng kali ini sungguh jauh berbeda dengan Pilkada
Kapuas untuk melakukan gugatan. Dengan selisih yang begitu besar, sangat sulit
untuk pembuktian.

Baca Juga :  Pemda Wilayah Barat Sudah Tetapkan Status Penanganan Covid-19

“Sebagai
kuasa hukum di Pilkada, kita memiliki dua tanggung jawab. Pertama kita menegakan
hukum, artinya aturan hukum itu benar-benar ditegakan dan tegas terhadap yang
melanggar. Kedua kita menjaga agar proses demokrasi ini berjalan menjaga nilai-nilai
demokrasi yang kita akui. Artinya bebas, tidak ada intimidasi, dan semua orang
punya hak untuk memilih,” tukasnya.

Selain itu,
sebagai advokad Baron memastikan juga punya tanggung jawab moral. “Ketika
faktanya proses Pilkada sudah berjalan dan klien kita kalah dengan beda suara
yang cukup banyak. Sebagai advokad, kita harus bisa menyeleksi jika terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional klien kita. Saya harus berkata
jujur, ketika marwahnya berbeda antara MK dengan peradilan biasa. Saya punya
prinsip kalau kita kalah ngapain kita harus memaksakan untuk menggugat. Sebab,
kita sudah mengetahui kalkulasinya akan kalah dan saksi yang kita bawa nilai
pembuktiannya lemah. Apalagi selisih cukup jauh, yakni sekitar 30 ribu
lebih,” ucapnya.

Selain itu,
diketahui pasangan Ben-Ujang hanya menang di 4 kabupaten 1 kota. “Dan saya
harus menyampaikan secara terbuka, bukan karena saya masuk angin atau kecewa.
Tetapi kebenaran harus saya ungkapkan. Ketika benar, maka sampai ke mana pun
akan kita bela. Tetapi ketika bukti dan kekuatan tidak ada, maka kita harus
menyampaikan kebenaran. Bukan saya ember atau melemahkan klien, tetapi itu
harus disampaikan,” ujarnya.

Baca Juga :  Tetap Waspada!!! Pasien Positif Kini Bertambah 17 Orang, Meninggal 2 O

Baron
menganalogikan, bahwa pasangan Ben Bahat – Ujang Iskandar kalah di kandang
sendiri dan di Lamandau yang merupakan wilayah Sugianto, Ben – Ujang menang.

“Logikanya,
di kandang Ben sendiri saja kalah. Padahal dia kepala daerahnya.  Sangat sulit bagi lawan untuk melakukan
kecurangan di kandang Ben sendiri. Dan saya bertanya, siapa calon yang paling
jujur dan tidak curang, bedanya hanya bermain tanpa ketahuan. Contoh lainnya
juga, di wilayah Sugianto seperti Lamandau, malah pasangan Ben-Ujang menang.

Padahal di
sana bupatinya merupakan orang Sugianto Sabran, bahkan sampai terjadi
intimidasi kepada pendukung Ben-Ujang, tetapi Ben-Ujang yang menang. Jadi kalau
ada kecurangan yang luar biasa, pokitik uang luar biasa tentu kita bisa
mengkalkulasi dan menghitung. Dan apakah saksi dan bukti yang kita bawa mampu
meyakinkan hakim MK dengan selisih suara yang sangat jauh. Harus jujur saya
sampaikan, saya tidak punya kemampuan untuk meyakinkan hakim. Sebab, kalau kita
melakukan PSU pun di mana, kan begitu logikanya,” pungkasnya.

 

PALANGKA
RAYA, PROKALTENG.CO – Tim Hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng
Ben Brahim S Bahat – Ujang Iskandar, Baron Binti memilih tidak mendampingi
pasangan tersebut menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).  Pasalnya, Baron yang pernah memenangkan Ben
Brahim pada sengketa Pilkada Kapuas di MK, tidak melihat bukti yang kuat untuk
memenangkan sengketa Pilkada Kalteng di MK.

Baron Binti
mengakui, dia mempunyai sejarah panjang dengan Ben Bahat. Itu sejak sebelum Ben
menjabat Bupati Kapuas sampai memenangkan gugatan sengketa Pilkada Kapuas di
MK.  Ya saat itu sebagai kuasa hukum Ben,
Baron berhasil meyakinkan Majelis Hakim MK, bahwa terjadi pelanggaran Pilkada,
yakni politik uang dan ujaran kebencian. 

“Sebagai
advokad saya punya sikap tersendiri. Dan dengan Pak Ben, saya punya sejarah
panjang. Pada awal Pilkada Kapuas, beliau kalah. Tetapi saat itu banyak saksi
dan banyak bukti terkait kecurangan yang masif, sehingga kita perjuangkan ke MK
dan akhirnya menang. Waktu itu kalkulasi kita memungkinkan untuk memang di MK,
karena kecurangan tampak dengan bukti-buktinya,” tegas Baron, Rabu
(30/12).

Namun, dia
menilai soal Pilkada Kalteng kali ini sungguh jauh berbeda dengan Pilkada
Kapuas untuk melakukan gugatan. Dengan selisih yang begitu besar, sangat sulit
untuk pembuktian.

Baca Juga :  Pemda Wilayah Barat Sudah Tetapkan Status Penanganan Covid-19

“Sebagai
kuasa hukum di Pilkada, kita memiliki dua tanggung jawab. Pertama kita menegakan
hukum, artinya aturan hukum itu benar-benar ditegakan dan tegas terhadap yang
melanggar. Kedua kita menjaga agar proses demokrasi ini berjalan menjaga nilai-nilai
demokrasi yang kita akui. Artinya bebas, tidak ada intimidasi, dan semua orang
punya hak untuk memilih,” tukasnya.

Selain itu,
sebagai advokad Baron memastikan juga punya tanggung jawab moral. “Ketika
faktanya proses Pilkada sudah berjalan dan klien kita kalah dengan beda suara
yang cukup banyak. Sebagai advokad, kita harus bisa menyeleksi jika terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional klien kita. Saya harus berkata
jujur, ketika marwahnya berbeda antara MK dengan peradilan biasa. Saya punya
prinsip kalau kita kalah ngapain kita harus memaksakan untuk menggugat. Sebab,
kita sudah mengetahui kalkulasinya akan kalah dan saksi yang kita bawa nilai
pembuktiannya lemah. Apalagi selisih cukup jauh, yakni sekitar 30 ribu
lebih,” ucapnya.

Selain itu,
diketahui pasangan Ben-Ujang hanya menang di 4 kabupaten 1 kota. “Dan saya
harus menyampaikan secara terbuka, bukan karena saya masuk angin atau kecewa.
Tetapi kebenaran harus saya ungkapkan. Ketika benar, maka sampai ke mana pun
akan kita bela. Tetapi ketika bukti dan kekuatan tidak ada, maka kita harus
menyampaikan kebenaran. Bukan saya ember atau melemahkan klien, tetapi itu
harus disampaikan,” ujarnya.

Baca Juga :  Tetap Waspada!!! Pasien Positif Kini Bertambah 17 Orang, Meninggal 2 O

Baron
menganalogikan, bahwa pasangan Ben Bahat – Ujang Iskandar kalah di kandang
sendiri dan di Lamandau yang merupakan wilayah Sugianto, Ben – Ujang menang.

“Logikanya,
di kandang Ben sendiri saja kalah. Padahal dia kepala daerahnya.  Sangat sulit bagi lawan untuk melakukan
kecurangan di kandang Ben sendiri. Dan saya bertanya, siapa calon yang paling
jujur dan tidak curang, bedanya hanya bermain tanpa ketahuan. Contoh lainnya
juga, di wilayah Sugianto seperti Lamandau, malah pasangan Ben-Ujang menang.

Padahal di
sana bupatinya merupakan orang Sugianto Sabran, bahkan sampai terjadi
intimidasi kepada pendukung Ben-Ujang, tetapi Ben-Ujang yang menang. Jadi kalau
ada kecurangan yang luar biasa, pokitik uang luar biasa tentu kita bisa
mengkalkulasi dan menghitung. Dan apakah saksi dan bukti yang kita bawa mampu
meyakinkan hakim MK dengan selisih suara yang sangat jauh. Harus jujur saya
sampaikan, saya tidak punya kemampuan untuk meyakinkan hakim. Sebab, kalau kita
melakukan PSU pun di mana, kan begitu logikanya,” pungkasnya.

 

Terpopuler

Artikel Terbaru