26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Rapid Test Bayar Rp400 Ribu, Tes Swab Rp2 Juta

PALANGKA RAYA- Wakil
Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemprov Kalteng Suyuti
Syamsul mengatakan, kasus di Pasar Besar ini memang sudah bisa disebutkan
sebagai klaster Covid-19, lantaran sudah ada beberapa warga yang dinyatakan positif.
“Kita lihat perkembangan ke depan, karena sudah kami tarik. Mudah-mudahan di
sini (Pasar Besar, red) sudah tidak ada lagi,” katanya saat diwawancarai saat
pelaksanaan rapid test massal di Pasar Kahayan.

Diungkapkannya, karena beberapa pertimbangan, pihaknya
lebih memilih melakukan rapid test daripada melakukan pengambilan swab massal.
Pasalnya, dalam melakukan pemeriksaan, ada batas kapasitas maksimalnya.

“Sehari kami hanya mampu melakukan 100
pemeriksaan. Jika dihitung jumlah orang, maka hanya bisa memeriksa 50 hingga 70
orang saja,” ungkapnya kepada awak media.

Bila pemerintah melakukan tes swab massal,
lanjutnya, akan sangat membahayakan. Sebab, pemeriksaan swab menggunakan alat
RT PCR tak bisa dilakukan di ruang terbuka, karena dikhawatirkan virus yang ada
di swab tersebut terbang melalui udara. Inilah yang membahayakan kesehatan.

“Karena itu, kami mengambil jalan tengah, yakni
melakukan rapid test massal. Yang hasilnya reaktif akan ditindaklanjuti dengan tes
swab,” jelas Suyuti.

Baca Juga :  Alhamdulillah ! Kalteng Masuk 10 Besar STQ Nasional di Pontianak

Bukan hanya di Kota Palangka Raya, lonjakan kasus
positif juga terjadi di Kabupaten Kapuas. Daerah tersebut juga akan dilakukan
rapid test massal. “Kemungkinan besok (hari ini, red) kami akan melakukan rapid
test massal di Kapuas, kami juga sudah siap membeli lagi alat rapid test untuk
memperluas cakupan, sehingga mata rantai penularan virus dengan sendirinya bisa
diputus,” katanya.

Suyuti juga menyebutkan bahwa kasus positif
yang bertambah selama masa penerapan PSBB merupakan pasien yang tertular
sebelum penerapan PSBB melalui transmisi lokal, yakni berkontak dengan orang
positif Covid-19.

“Memang untuk PSBB di Kalteng ini, salah satu
kendalanya bahwa 60 persen penduduk memiliki pekerjaan harian, bukan penerima gaji
bulanan. Mereka memutuskan untuk bekerja. Jika tidak bekerja, maka tidak
memiliki penghasilan. Jadi, PSBB di Kalteng ini tidak bisa sama seperti daerah
lain,” bebernya.

Terpisah, Direktur RSUD dr Doris Sylvanus
(RSDS) Palangka Raya Yayu Indriaty menyebutkan, ada dua sistem pemeriksaan
Covid-19 di RSDS, yakni pemeriksaan program pemerintah dan permintaan pribadi
untuk keperluan pribadi. Pemeriksaan yang dilakukan melalui program pemerintah,
maka masyarakat dibebaskan dari biaya. Akan tetapi, jika pemeriksaan untuk
keperluan pribadi, dikenakan tarif.

Baca Juga :  Pekerja Keras, Tidak Suka Menunda, dan Menjaga Silaturahmi

“Keperluan pribadi ini untuk melengkapi
persyaratan masyarakat yang akan melakukan penerbangan melalui angkutan udara.
Pemerintah pusat mensyaratkan untuk memiliki rekam medis nonreaktif. Jadi,
warga yang tidak sakit dan ingin bepergian, harus memiliki surat itu. Untuk
mendapatkannya, dikenakan tarif,” ungkap Yayu saat diwawancarai di RSDS
Palangka Raya, beberapa waktu lalu.

Untuk rapid test dikenakan biaya Rp400 ribu, sedangkan
untuk tes swab dikenakan tarif minimal Rp2 juta. Tetapi, lanjut dia, apabila
orang tersebut memeriksakan diri untuk kepentingan penerbangan, lalu diketahui
hasilnya reaktif, maka pemeriksaan selanjutnya dibebaskan biaya dan dimasukkan dalam
pemeriksaan program pemerintah.

“Jika hasilnya nonreaktif, maka rekam medis ini
bisa menjadi syarat penerbangan. Ini dikenakan tarif,” pungkas Yayu.

PALANGKA RAYA- Wakil
Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemprov Kalteng Suyuti
Syamsul mengatakan, kasus di Pasar Besar ini memang sudah bisa disebutkan
sebagai klaster Covid-19, lantaran sudah ada beberapa warga yang dinyatakan positif.
“Kita lihat perkembangan ke depan, karena sudah kami tarik. Mudah-mudahan di
sini (Pasar Besar, red) sudah tidak ada lagi,” katanya saat diwawancarai saat
pelaksanaan rapid test massal di Pasar Kahayan.

Diungkapkannya, karena beberapa pertimbangan, pihaknya
lebih memilih melakukan rapid test daripada melakukan pengambilan swab massal.
Pasalnya, dalam melakukan pemeriksaan, ada batas kapasitas maksimalnya.

“Sehari kami hanya mampu melakukan 100
pemeriksaan. Jika dihitung jumlah orang, maka hanya bisa memeriksa 50 hingga 70
orang saja,” ungkapnya kepada awak media.

Bila pemerintah melakukan tes swab massal,
lanjutnya, akan sangat membahayakan. Sebab, pemeriksaan swab menggunakan alat
RT PCR tak bisa dilakukan di ruang terbuka, karena dikhawatirkan virus yang ada
di swab tersebut terbang melalui udara. Inilah yang membahayakan kesehatan.

“Karena itu, kami mengambil jalan tengah, yakni
melakukan rapid test massal. Yang hasilnya reaktif akan ditindaklanjuti dengan tes
swab,” jelas Suyuti.

Baca Juga :  Alhamdulillah ! Kalteng Masuk 10 Besar STQ Nasional di Pontianak

Bukan hanya di Kota Palangka Raya, lonjakan kasus
positif juga terjadi di Kabupaten Kapuas. Daerah tersebut juga akan dilakukan
rapid test massal. “Kemungkinan besok (hari ini, red) kami akan melakukan rapid
test massal di Kapuas, kami juga sudah siap membeli lagi alat rapid test untuk
memperluas cakupan, sehingga mata rantai penularan virus dengan sendirinya bisa
diputus,” katanya.

Suyuti juga menyebutkan bahwa kasus positif
yang bertambah selama masa penerapan PSBB merupakan pasien yang tertular
sebelum penerapan PSBB melalui transmisi lokal, yakni berkontak dengan orang
positif Covid-19.

“Memang untuk PSBB di Kalteng ini, salah satu
kendalanya bahwa 60 persen penduduk memiliki pekerjaan harian, bukan penerima gaji
bulanan. Mereka memutuskan untuk bekerja. Jika tidak bekerja, maka tidak
memiliki penghasilan. Jadi, PSBB di Kalteng ini tidak bisa sama seperti daerah
lain,” bebernya.

Terpisah, Direktur RSUD dr Doris Sylvanus
(RSDS) Palangka Raya Yayu Indriaty menyebutkan, ada dua sistem pemeriksaan
Covid-19 di RSDS, yakni pemeriksaan program pemerintah dan permintaan pribadi
untuk keperluan pribadi. Pemeriksaan yang dilakukan melalui program pemerintah,
maka masyarakat dibebaskan dari biaya. Akan tetapi, jika pemeriksaan untuk
keperluan pribadi, dikenakan tarif.

Baca Juga :  Pekerja Keras, Tidak Suka Menunda, dan Menjaga Silaturahmi

“Keperluan pribadi ini untuk melengkapi
persyaratan masyarakat yang akan melakukan penerbangan melalui angkutan udara.
Pemerintah pusat mensyaratkan untuk memiliki rekam medis nonreaktif. Jadi,
warga yang tidak sakit dan ingin bepergian, harus memiliki surat itu. Untuk
mendapatkannya, dikenakan tarif,” ungkap Yayu saat diwawancarai di RSDS
Palangka Raya, beberapa waktu lalu.

Untuk rapid test dikenakan biaya Rp400 ribu, sedangkan
untuk tes swab dikenakan tarif minimal Rp2 juta. Tetapi, lanjut dia, apabila
orang tersebut memeriksakan diri untuk kepentingan penerbangan, lalu diketahui
hasilnya reaktif, maka pemeriksaan selanjutnya dibebaskan biaya dan dimasukkan dalam
pemeriksaan program pemerintah.

“Jika hasilnya nonreaktif, maka rekam medis ini
bisa menjadi syarat penerbangan. Ini dikenakan tarif,” pungkas Yayu.

Terpopuler

Artikel Terbaru