28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Fungsi Cukai Belum Maksimal untuk Turunkan Jumlah Perokok

Sumber Daya Manusia (SDM) manusia yang unggul menjadi pertaruhan di tengah
pengendalian rokok. Dalam pengendalian rokok, pemerintah punya target yang
ingin dicapai, yakni pengurangan konsumsi rokok di masyarakat. Karena, dari
rokok terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan.

Haula
Rosdiana, guru besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI)
menyatakan, kenaikan cukai dinilai mampu mengurangi konsumsi rokok. ”Utamanya,
bagi perokok pemula dan anak-anak. Instrumen kenaikan cukai rokok itu
diperkirakan efektif untuk menekan pola konsumsi bagi perokok baru atau yang
coba-coba,” jelasnya.

Meski
demikian, selama ini, fungsi cukai sebagai alat pengendalian konsumsi rokok
masih belum maksimal. Terlebih lagi untuk menurunkan prevalensi perokok. Sebab,
masih banyak instrumen yang mesti dilakukan sejalan dan penuh komitmen untuk
mengurangi konsumsi rokok. Seperti yang diketahui, sambungnya, rokok sudah
menjadi budaya dan kebiasaan yang sulit diubah. Sehingga, kenaikan cukai rokok
mesti dibarengi dengan strategi serius dari banyak sisi.

Baca Juga :  Menristek: Vaksin Merah Putih untuk Covid-19 Harus Semanjur Mungkin

Menilik
harga rokok yang masih bisa dijangkau dari berbagai kalangan, instrumen tarif
rokok menjadi tidak terjangkau dapat mempengaruhi daya beli masyarakat di
kalangan menengah ke bawah. Ketidakmampuan membeli rokok itu diharapkan bisa
mengubah pola konsumsi; dari mengutamakan rokok menjadi mengutamakan pendidikan
dan pemenuhan gizi keluarga.

Konsumsi
rokok yang sudah membudaya menurutnya harus diubah secara holistik dan komprehensif.
Soal pengendalian konsumsi rokok, tidak bisa diatasi hanya dari kenaikan cukai.
Pada kenyataannya, konsumsi rokok di kampung-kampung sudah menjadi kebiasaan
yang sehari-hari dilakukan.

Di
masyarakat, lanjutnya, ada kebiasaan membayar orang yang dimintai bantuan
dengan uang rokok. Justru, kebiasaan itu tidak bisa begitu saja diatasi dengan
kenaikan cukai rokok. Mesti ada strategi lain yang sifatnya menyeluruh. Agar
pengendalian konsumsi rokok bisa all out.

Baca Juga :  Makanan ini Bisa Memangkas Risiko Terkena Kanker Payudara Hingga 65 Pe

Dia
menambahkan, saat ini, dari data Riskesdas 2018 terdapat sekitar 9,1 persen
penduduk usia 10–18 tahun merokok. Jumlah tersebut pun terus naik. Sementara,
pembangunan Indonesia ke depan membutuhkan SDM yang produktif dan unggul.
Aturan kenaikan cukai rokok menjadi tepat apabila dikerjakan untuk memutus
perokok baru dan anak-anak. Yang nantinya berkontribusi pada pembangunan
Indonesia. (*)

Sumber Daya Manusia (SDM) manusia yang unggul menjadi pertaruhan di tengah
pengendalian rokok. Dalam pengendalian rokok, pemerintah punya target yang
ingin dicapai, yakni pengurangan konsumsi rokok di masyarakat. Karena, dari
rokok terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan.

Haula
Rosdiana, guru besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI)
menyatakan, kenaikan cukai dinilai mampu mengurangi konsumsi rokok. ”Utamanya,
bagi perokok pemula dan anak-anak. Instrumen kenaikan cukai rokok itu
diperkirakan efektif untuk menekan pola konsumsi bagi perokok baru atau yang
coba-coba,” jelasnya.

Meski
demikian, selama ini, fungsi cukai sebagai alat pengendalian konsumsi rokok
masih belum maksimal. Terlebih lagi untuk menurunkan prevalensi perokok. Sebab,
masih banyak instrumen yang mesti dilakukan sejalan dan penuh komitmen untuk
mengurangi konsumsi rokok. Seperti yang diketahui, sambungnya, rokok sudah
menjadi budaya dan kebiasaan yang sulit diubah. Sehingga, kenaikan cukai rokok
mesti dibarengi dengan strategi serius dari banyak sisi.

Baca Juga :  Menristek: Vaksin Merah Putih untuk Covid-19 Harus Semanjur Mungkin

Menilik
harga rokok yang masih bisa dijangkau dari berbagai kalangan, instrumen tarif
rokok menjadi tidak terjangkau dapat mempengaruhi daya beli masyarakat di
kalangan menengah ke bawah. Ketidakmampuan membeli rokok itu diharapkan bisa
mengubah pola konsumsi; dari mengutamakan rokok menjadi mengutamakan pendidikan
dan pemenuhan gizi keluarga.

Konsumsi
rokok yang sudah membudaya menurutnya harus diubah secara holistik dan komprehensif.
Soal pengendalian konsumsi rokok, tidak bisa diatasi hanya dari kenaikan cukai.
Pada kenyataannya, konsumsi rokok di kampung-kampung sudah menjadi kebiasaan
yang sehari-hari dilakukan.

Di
masyarakat, lanjutnya, ada kebiasaan membayar orang yang dimintai bantuan
dengan uang rokok. Justru, kebiasaan itu tidak bisa begitu saja diatasi dengan
kenaikan cukai rokok. Mesti ada strategi lain yang sifatnya menyeluruh. Agar
pengendalian konsumsi rokok bisa all out.

Baca Juga :  Makanan ini Bisa Memangkas Risiko Terkena Kanker Payudara Hingga 65 Pe

Dia
menambahkan, saat ini, dari data Riskesdas 2018 terdapat sekitar 9,1 persen
penduduk usia 10–18 tahun merokok. Jumlah tersebut pun terus naik. Sementara,
pembangunan Indonesia ke depan membutuhkan SDM yang produktif dan unggul.
Aturan kenaikan cukai rokok menjadi tepat apabila dikerjakan untuk memutus
perokok baru dan anak-anak. Yang nantinya berkontribusi pada pembangunan
Indonesia. (*)

Terpopuler

Artikel Terbaru