30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jajaran Bawaslu Diminta Mulai Kerja Keras Pantau Konten Medsos

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta jajaran
pengawas pilkada serius dalam menangani penyelesaian sengketa. Alasannya,
dengan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) kerja Bawaslu menjadi
transparan dan menaati ketentuan berdasarkan hari kalender.

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja
mengatakan, ketika perkara sudah diregister, maka bersiap-siap tak mengenal
hari libur selama 12 hari ke depan. “Karena aturannya 12 hari kalender, semua
hari kerja. Tidak ada tanggal merah. Mau tidak mau harus menunda kegiatan rapat
internal atau perjalanan dinas untuk menyelesaikan perkara tersebut. Tidak ada
perkara yang dikecualikan selesai 12 hari kalender. Kalau tidak, siap-siap
dilaporkan ke DKPP,” kata Bagja di Jakarta, Senin (2/3).

Dia mengatakan, penyelesaian
sengketa dalam Pilkada 2020 merupakan mahkota Bawaslu lantaran menjadi
satu-satunya divisi yang mengeluarkan putusan. Bagja pun meminta
penyelesaiannya dilakukan secara serius dan transparan. “Pembuktiannya jelas,
putusannya juga dibuat jelas,” terangnya.

Diketahui, Bawaslu menerima
sebanyak 24 permohonan penyelesaian sengketa dari bakal perseorangan Pilkada
2020 yang persyaratan dukungannya ditolak KPU pada tahapan penerimaan syarat
dukungan minimal beberapa waktu lalu. “ Kami merekap sengketa pencalonan
Pilkada 2020 total keseluruhan 24 permohonan penyelesaian sengketa. Dan ada
kemungkinan bertambah,” imbuhnya.

Hasil rekapitulasi Bawaslu,
sebanyak 24 gugatan terhadap keputusan KPU itu terdapat di 14 provinsi, yakni
Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat dan Provinsi Papua.

Baca Juga :  Demokrat Kalteng Tegak Lurus dengan DPP Soal Pilpres 2024

Gugatan terbanyak dicatat di
Provinsi Papua, yakni sebanyak 7 permohonan, kemudian Sumatera Utara tiga
permohonan, Papua Barat dan Jawa Timur masing-masing dua permohonan
penyelesaian sengketa. Bagja mengatakan Bawaslu siap dan serius menangani
penyelesaian sengketa tersebut, apalagi saat ini persoalan permohonan dan
penyelesaian sengketa telah dilayani dengan Sistem Informasi Penyelesaian
Sengketa (SIPS).

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) menyebutkan total bakal pasangan calon yang maju lewat jalur perorangan
untuk Pilkada serentak 2020 yakni sebanyak 149 pasangan. Komisioner KPU RI Evi
Novida Ginting Manik mengatakan, sebanyak 147 bakal pasangan calon untuk
tingkat kabupaten-kota dan 2 pasang untuk pemilihan gubernur.

“Setelah pengecekan sampai 26
Februari 2020, kita menerima syarat dukungan untuk kabupaten kota yakni
sebanyak 147 bakal paslon, 54 ditolak dan yang batal 149 bakal paslon, untuk
provinsi dua pasangan calon di Kalimantan Utara dan Sumatera Barat,” jelas Evi.

Terpisah, Anggota Bawaslu Fritz
Edward Siregar menjabarkan tantangan yang dihadapi Bawaslu dalam
mengklasifikasi mana yang termasuk ujaran kebencian dan hoaks kepada jajaran
polisi siber. Ujaran kebencian dan hoaks, lanjutnya, marak terutama saat menjelang
gelaran pemilihan, kampanye hitam melalui media sosial (medsos) selalu menjadi
tren nomor satu di Indonesia.

Baca Juga :  Wacana Prabowo-Airlangga Berpasangan di Pilpres 2024 Mencuat

“Kami menentukan mana yang
kebebasan berbicara, mana yang masuk dalam ‘political speech’. Misalnya ada
seseorang yang tidak setuju dengan salah satu calon dan kemudian mengkritiknya.
Apakah itu bagian dari ujaran kebencian atau dia masuk dalam kebebasan
berbicara? Itu yang menjadi salah satu tantangan kami,” ujar Fritz.

Selain itu, belum terdapat
pemahaman yang sama pada jajaran pemangku kepentingan dalam menangani
konten-konten medsos. Fritz mengatakan, para pemangku kepentingan perlu duduk
bersama untuk menyamakan persepsi dalam menangani konten medsos terkait ujaran
kebencian dan hoaks.

Hal yang menjadi masalah juga ada
di tingkat masyarakat yang belum paham apa yang dimaksud dengan ujaran
kebencian dan disinformasi. Hal ini baginya menyebabkan langgengnya hoaks dan
ujaran kebencian. “Take down konten pada dasarnya hanya meredam peredaran
konten negatif, namun tidak menghapuskan konten negatif sampai ke akarnya,”
urainya.

Karena itu, Fritz menekankan akan
sangat baik jika ada kerja sama yang dijalin antara Bawaslu dan kepolisian.
Pasalnya, berdasarkan data Bawaslu yang tercatat pasa Pemilu 2019, terdapat
5.103 laporan kepada Bawaslu mengenai konten medsos yang diduga bermasalah dan
ada 2.457 isu hoaks. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta jajaran
pengawas pilkada serius dalam menangani penyelesaian sengketa. Alasannya,
dengan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) kerja Bawaslu menjadi
transparan dan menaati ketentuan berdasarkan hari kalender.

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja
mengatakan, ketika perkara sudah diregister, maka bersiap-siap tak mengenal
hari libur selama 12 hari ke depan. “Karena aturannya 12 hari kalender, semua
hari kerja. Tidak ada tanggal merah. Mau tidak mau harus menunda kegiatan rapat
internal atau perjalanan dinas untuk menyelesaikan perkara tersebut. Tidak ada
perkara yang dikecualikan selesai 12 hari kalender. Kalau tidak, siap-siap
dilaporkan ke DKPP,” kata Bagja di Jakarta, Senin (2/3).

Dia mengatakan, penyelesaian
sengketa dalam Pilkada 2020 merupakan mahkota Bawaslu lantaran menjadi
satu-satunya divisi yang mengeluarkan putusan. Bagja pun meminta
penyelesaiannya dilakukan secara serius dan transparan. “Pembuktiannya jelas,
putusannya juga dibuat jelas,” terangnya.

Diketahui, Bawaslu menerima
sebanyak 24 permohonan penyelesaian sengketa dari bakal perseorangan Pilkada
2020 yang persyaratan dukungannya ditolak KPU pada tahapan penerimaan syarat
dukungan minimal beberapa waktu lalu. “ Kami merekap sengketa pencalonan
Pilkada 2020 total keseluruhan 24 permohonan penyelesaian sengketa. Dan ada
kemungkinan bertambah,” imbuhnya.

Hasil rekapitulasi Bawaslu,
sebanyak 24 gugatan terhadap keputusan KPU itu terdapat di 14 provinsi, yakni
Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat dan Provinsi Papua.

Baca Juga :  Demokrat Kalteng Tegak Lurus dengan DPP Soal Pilpres 2024

Gugatan terbanyak dicatat di
Provinsi Papua, yakni sebanyak 7 permohonan, kemudian Sumatera Utara tiga
permohonan, Papua Barat dan Jawa Timur masing-masing dua permohonan
penyelesaian sengketa. Bagja mengatakan Bawaslu siap dan serius menangani
penyelesaian sengketa tersebut, apalagi saat ini persoalan permohonan dan
penyelesaian sengketa telah dilayani dengan Sistem Informasi Penyelesaian
Sengketa (SIPS).

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) menyebutkan total bakal pasangan calon yang maju lewat jalur perorangan
untuk Pilkada serentak 2020 yakni sebanyak 149 pasangan. Komisioner KPU RI Evi
Novida Ginting Manik mengatakan, sebanyak 147 bakal pasangan calon untuk
tingkat kabupaten-kota dan 2 pasang untuk pemilihan gubernur.

“Setelah pengecekan sampai 26
Februari 2020, kita menerima syarat dukungan untuk kabupaten kota yakni
sebanyak 147 bakal paslon, 54 ditolak dan yang batal 149 bakal paslon, untuk
provinsi dua pasangan calon di Kalimantan Utara dan Sumatera Barat,” jelas Evi.

Terpisah, Anggota Bawaslu Fritz
Edward Siregar menjabarkan tantangan yang dihadapi Bawaslu dalam
mengklasifikasi mana yang termasuk ujaran kebencian dan hoaks kepada jajaran
polisi siber. Ujaran kebencian dan hoaks, lanjutnya, marak terutama saat menjelang
gelaran pemilihan, kampanye hitam melalui media sosial (medsos) selalu menjadi
tren nomor satu di Indonesia.

Baca Juga :  Wacana Prabowo-Airlangga Berpasangan di Pilpres 2024 Mencuat

“Kami menentukan mana yang
kebebasan berbicara, mana yang masuk dalam ‘political speech’. Misalnya ada
seseorang yang tidak setuju dengan salah satu calon dan kemudian mengkritiknya.
Apakah itu bagian dari ujaran kebencian atau dia masuk dalam kebebasan
berbicara? Itu yang menjadi salah satu tantangan kami,” ujar Fritz.

Selain itu, belum terdapat
pemahaman yang sama pada jajaran pemangku kepentingan dalam menangani
konten-konten medsos. Fritz mengatakan, para pemangku kepentingan perlu duduk
bersama untuk menyamakan persepsi dalam menangani konten medsos terkait ujaran
kebencian dan hoaks.

Hal yang menjadi masalah juga ada
di tingkat masyarakat yang belum paham apa yang dimaksud dengan ujaran
kebencian dan disinformasi. Hal ini baginya menyebabkan langgengnya hoaks dan
ujaran kebencian. “Take down konten pada dasarnya hanya meredam peredaran
konten negatif, namun tidak menghapuskan konten negatif sampai ke akarnya,”
urainya.

Karena itu, Fritz menekankan akan
sangat baik jika ada kerja sama yang dijalin antara Bawaslu dan kepolisian.
Pasalnya, berdasarkan data Bawaslu yang tercatat pasa Pemilu 2019, terdapat
5.103 laporan kepada Bawaslu mengenai konten medsos yang diduga bermasalah dan
ada 2.457 isu hoaks. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru