27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Larangan Peredaran Minyak Goreng Curah Matikan Usaha Kecil

PELARANGAN minyak goreng curah mulai 1 Januari 2020 sangat
disesalkan. Sebab kebijakan pemerintah tersebut justru akan merugikan dan bisa
mematikan industri kecil.

Ketua Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Anwar Abbas meminta agar pemerintah membatalkan larangan peredaran
minyak curah. Pelarangan peredaran minyak curah dapat merugikan pengusaha skala
kecil.

“Kebijakan ini jelas-jelas sangat
menguntungkan usaha-usaha besar. Namun, sebaliknya tidak mustahil akan menjadi
bencana dan malapetaka bagi pengusaha dan rakyat kecil,” kata Anwar di Jakarta,
Senin (7/10).

Menurutnya, hampir 50 persen
kebutuhan minyak goreng dalam negeri dikonsumsi dalam bentuk curah. Dan yang
memproduksi minyak curah tersebut usaha mikro dan kecil.

Diakuinya, pelarangan peredaran
minyak curah sangat baik untuk melindungi kesehatan masyarakat. Tapi, harus
dipertimbangkan pula dampak kebijakan tersebut pada usaha mikro-kecil. Tentunya
para usaha kecil terancam gulung tikar dan berakibat hilang mata pencaharian
serta menciptakan pengangguran.

Seharusnya, menurut Anwar, pemerintah bisa menginventarisir
produsen-produsen minyak curah yang jumlahnya sangat banyak tersebut. Kemudian
mereka dibimbing dan diberi pelatihan agar kualitas produksi mereka bisa
meningkat dan dapat memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

“Sehingga usaha mereka tetap bisa berjalan dan kesejahteraan mereka tetap
dapat terus terjaga dan ditingkatkan,” kata Sekjen Majelis Ulama Indonesia itu.

Terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim seluruh
produsen minyak goreng di Indonesia telah sepakat tidak akan lagi memasok
minyak goreng curah ke pasaran.

“Kita semua sepakat, para produsen sepakat, tidak lagi akan menyuplai
minyak goreng curah, yang disuplai seluruhnya dalam bentuk kemasan,” katanya
usai pembukaan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)
Annual Rubber Conference 2019 di Yogyakarta.

Baca Juga :  September, Kalteng Alami Inflasi 0,08 Persen

Dikatakannya, per 1 Januari 2020 minyak goreng kemasan sudah harus ada ke
seluruh pelosok perdesaan. Meski demikian, dia menjelaskan bahwa pihaknya tidak
akan menarik minyak goreng curah yang masih ada di pasaran. “Tidak ditarik,
jadi per tanggal 1 Januari itu harus ada (minyak goreng kemasan) di seluruh
pasar, warung, sampai di pelosok perdesaan,” katanya.

Enggar mengingatkan jika masih ada penjual yang nekat menjual minyak curah
maka konsumen sendiri yang akan menilai. “Harusnya rakyat akan (menilai), ya
buat apa beli itu. Harganya lebih mahal dan kesehatan belum terjamin,” katanya.

Menurut Mendag kebijakan pelarangan minyak goreng curah sudah sekian tahun
dikaji atas dasar menjaga kesehatan masyarakat. Sebab minyak goreng curah
merupakan daur ulang dari minyak bekas yang berbahaya bagi kesehatan. “Dari
sisi kesehatan tidak terjamin dan dari segi halal apalagi, dan itu tidak bisa
kita diamkan,” kata dia.

Selain aspek kesehatan, banyak temuan di lapangan membuktikan bahwa harga
minyak goreng kemasan lebih murah. “Semula, ada kekhawatiran mengenai harga.
Bahwa harga curah lebih murah dibandingkan dengan harga kemasan sederhana.
Negosiasi kami berjalan terus dengan para pengusaha dan ternyata fakta di
lapangan juga yang curah lebih mahal,” kata Mendag.

Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak
mempermasalahkan pelarangan minyak goreng curah di pasaran. “Dari sisi
perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan ini bisa
dimengerti. Sebab secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil
potensinya untuk terkontaminasi zat/benda lain yang tidak layak konsumsi, dan
bisa lebih tahan lama,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya.

Baca Juga :  Pertumbuhan Ekonomi Kalteng 2020 Menurun 1,40 Persen

Namun, Tulus mengingatkan jika minyak curah sudah tidak ada lagi di
pasaran, pemerintah harus bisa menjaga harga agar tetap terjangkau masyarakat.
Sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Bukan hanya untuk
keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis Usaha Kecil
Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Selain itu, YLKI meminta agar Harga Eceran Termurah (HET) minyak goreng
kemasan yakni Rp11.000 per liter dan pemerintah diminta konsisten menjaga HET.
Jika ada yang melanggar harus dikenai sanksi. “Selama ini banyak komoditas
ditetapkan HET, seperti gula, tetapi harga di lapangan melewati harga HET, dan tak
ada sanksi,” katanya.

Hal lain yang dilontarkan YLKI adalah pemerintah juga harus mewajibkan
produsen minyak goreng kemasan menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan
atau sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Munculnya minyak goreng wajib
kemasan, akan meningkatkan konsumsi/distribusi plastik, dan menghasilkan sampah
plastik,” ujarnya.

Dan yang tak kalah penting dengan menggunakan kemasan, maka minyak goreng
harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen, seperti adanya informasi kadaluwarsa,
informasi kehalalan, dan informasi kandungan gizinya; sebagaimana mandat UU
Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, dan UU Jaminan
Produk Halal.

“Pemerintah juga harus menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual
kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan
‘branded’, yaitu minyak goreng ber-SNI,” pungkasnya. (gw/fin/kpc)

PELARANGAN minyak goreng curah mulai 1 Januari 2020 sangat
disesalkan. Sebab kebijakan pemerintah tersebut justru akan merugikan dan bisa
mematikan industri kecil.

Ketua Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Anwar Abbas meminta agar pemerintah membatalkan larangan peredaran
minyak curah. Pelarangan peredaran minyak curah dapat merugikan pengusaha skala
kecil.

“Kebijakan ini jelas-jelas sangat
menguntungkan usaha-usaha besar. Namun, sebaliknya tidak mustahil akan menjadi
bencana dan malapetaka bagi pengusaha dan rakyat kecil,” kata Anwar di Jakarta,
Senin (7/10).

Menurutnya, hampir 50 persen
kebutuhan minyak goreng dalam negeri dikonsumsi dalam bentuk curah. Dan yang
memproduksi minyak curah tersebut usaha mikro dan kecil.

Diakuinya, pelarangan peredaran
minyak curah sangat baik untuk melindungi kesehatan masyarakat. Tapi, harus
dipertimbangkan pula dampak kebijakan tersebut pada usaha mikro-kecil. Tentunya
para usaha kecil terancam gulung tikar dan berakibat hilang mata pencaharian
serta menciptakan pengangguran.

Seharusnya, menurut Anwar, pemerintah bisa menginventarisir
produsen-produsen minyak curah yang jumlahnya sangat banyak tersebut. Kemudian
mereka dibimbing dan diberi pelatihan agar kualitas produksi mereka bisa
meningkat dan dapat memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

“Sehingga usaha mereka tetap bisa berjalan dan kesejahteraan mereka tetap
dapat terus terjaga dan ditingkatkan,” kata Sekjen Majelis Ulama Indonesia itu.

Terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim seluruh
produsen minyak goreng di Indonesia telah sepakat tidak akan lagi memasok
minyak goreng curah ke pasaran.

“Kita semua sepakat, para produsen sepakat, tidak lagi akan menyuplai
minyak goreng curah, yang disuplai seluruhnya dalam bentuk kemasan,” katanya
usai pembukaan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)
Annual Rubber Conference 2019 di Yogyakarta.

Baca Juga :  September, Kalteng Alami Inflasi 0,08 Persen

Dikatakannya, per 1 Januari 2020 minyak goreng kemasan sudah harus ada ke
seluruh pelosok perdesaan. Meski demikian, dia menjelaskan bahwa pihaknya tidak
akan menarik minyak goreng curah yang masih ada di pasaran. “Tidak ditarik,
jadi per tanggal 1 Januari itu harus ada (minyak goreng kemasan) di seluruh
pasar, warung, sampai di pelosok perdesaan,” katanya.

Enggar mengingatkan jika masih ada penjual yang nekat menjual minyak curah
maka konsumen sendiri yang akan menilai. “Harusnya rakyat akan (menilai), ya
buat apa beli itu. Harganya lebih mahal dan kesehatan belum terjamin,” katanya.

Menurut Mendag kebijakan pelarangan minyak goreng curah sudah sekian tahun
dikaji atas dasar menjaga kesehatan masyarakat. Sebab minyak goreng curah
merupakan daur ulang dari minyak bekas yang berbahaya bagi kesehatan. “Dari
sisi kesehatan tidak terjamin dan dari segi halal apalagi, dan itu tidak bisa
kita diamkan,” kata dia.

Selain aspek kesehatan, banyak temuan di lapangan membuktikan bahwa harga
minyak goreng kemasan lebih murah. “Semula, ada kekhawatiran mengenai harga.
Bahwa harga curah lebih murah dibandingkan dengan harga kemasan sederhana.
Negosiasi kami berjalan terus dengan para pengusaha dan ternyata fakta di
lapangan juga yang curah lebih mahal,” kata Mendag.

Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak
mempermasalahkan pelarangan minyak goreng curah di pasaran. “Dari sisi
perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan ini bisa
dimengerti. Sebab secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil
potensinya untuk terkontaminasi zat/benda lain yang tidak layak konsumsi, dan
bisa lebih tahan lama,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya.

Baca Juga :  Pertumbuhan Ekonomi Kalteng 2020 Menurun 1,40 Persen

Namun, Tulus mengingatkan jika minyak curah sudah tidak ada lagi di
pasaran, pemerintah harus bisa menjaga harga agar tetap terjangkau masyarakat.
Sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Bukan hanya untuk
keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis Usaha Kecil
Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Selain itu, YLKI meminta agar Harga Eceran Termurah (HET) minyak goreng
kemasan yakni Rp11.000 per liter dan pemerintah diminta konsisten menjaga HET.
Jika ada yang melanggar harus dikenai sanksi. “Selama ini banyak komoditas
ditetapkan HET, seperti gula, tetapi harga di lapangan melewati harga HET, dan tak
ada sanksi,” katanya.

Hal lain yang dilontarkan YLKI adalah pemerintah juga harus mewajibkan
produsen minyak goreng kemasan menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan
atau sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Munculnya minyak goreng wajib
kemasan, akan meningkatkan konsumsi/distribusi plastik, dan menghasilkan sampah
plastik,” ujarnya.

Dan yang tak kalah penting dengan menggunakan kemasan, maka minyak goreng
harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen, seperti adanya informasi kadaluwarsa,
informasi kehalalan, dan informasi kandungan gizinya; sebagaimana mandat UU
Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, dan UU Jaminan
Produk Halal.

“Pemerintah juga harus menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual
kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan
‘branded’, yaitu minyak goreng ber-SNI,” pungkasnya. (gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru