26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ekspor CPO Diprediksi Turun Jadi 30 Juta Ton

JAKARTA – Penjegalan sawit Indonesia di Uni Eropa diperkirakan
membuat ekspor sawit tahun ini menurun sebanyak 30 juta ton hingga akhir tahun
2019 ini.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI), Kanya Lakshmi mengungkapkan, ekspor minta sawit mentah
atau CPO (Crude Palm Oil) di pasar Eropa sekitar 6-7 juta ton per tahun.

Untuk tahun ini, dia
memperkirakan akan terjadi pengurangan ekspor CPO yang dari sebelumnya di 2018
tercatat sebanyak 34,71 juta ton. Sedangkan pada 2017 32,18 juta ton.

“Saya memprediksi jumlah ekspor
tahun ini akan sedikit terkoreksi di angka 30 jutaan ton. Walaupun kita
sebetulnya sudah menjajaki pasar baru,” kata Kanya dalam sebuah diskusi
membahas mencari pasar baru ekspor sawit, di Jakarta, Rabu (7/8).

Dia juga menyebutkan akan ada
tambahan pasar baru ekspor CPO seperti ke Cina, India, Rusia dan Timur Tengah.
Namun tetap tidak mampu mendorong volume ekspor.

Untuk itu, dia berharap program
pemerintah B20 bisa berjalan efektif sehingga meningkatkan jumlah penyerapan
sawit menggantikan pasar Eropa.

“Selain itu, kita juga sedang
jajaki dengan PLN untuk menggunakan sawit sebagai penggerak energi subsitusi,
tapi masih tahap pembicaraan,” ujar dia.

Kesempatan yang sama, Managing
Director Sustainablity Strategi Stakeholder Enggament, Agus Purnomo mengatakan,
bahwa saat ini penjajakan pasar baru sudah dilakukan dan dia memperkirakan
peluangnya cukup besar.

Baca Juga :  Kalteng Alami Deflasi 0,01 Persen di Bulan Agustus Kemarin, Ini Komoditasnya

“Pasar Afrika juga potensinya
besar cuma daya beli mereka masih rendah jadi belinya masih dalam eceran, Rusia
kita sedang jajaki, begitupun Asia, Jepang sedang ada penjajakan juga,
kebutuhan Cina juga meningkat ekspor nya tahun ini, kita cari pasar yang tidak
rewel seperti Eropa,” kata dia.

Terkait kampaye hitam yang
dilakukan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia, kata dia, harus diwaspadaia
karena jangan sampai dunia memiliki persepsi demikian.

“Kita sudah tunjukkan bukti-bukti
bawah sawit kita tidak merusak lingkungan dan mengurangi jumlah hutan yang ada.
Bahkan sawit kita juga sudah sertifikasi. Jadi memang pihak Eropa selalu
menutup mata dan bicara ke mana-mana tentang sawit kita tidak ramah
lingkungan,” tutur Agus.

Oleh karena itu, Agus meminta
semua pihak agar membangun opini yang positif terhadap sawit Indonesia. Sebab
sawit Indonesia memiliki kualitas produk yang baik dan menjalani
prinsip-prinsip penanaman yang ramah lingkungan serta sustainable.

Agus menyebutkan, sejumlah negara
mulai sadar memproduksi minyak sawit berkelanjutan seperti inisiasi yang
dilakukan India dengan Sustainable Palm Oil Coalition for India (India-SPOC)
dan Jepang.

Atas kondisi demikian, maka bisa
membuka peluang pasar sawit Indonesia yang lebih luas lagi ke sejumlah negara.

Baca Juga :  Kadin Dorong Pembangunan Infrastuktur Jalan Pelabuhan Segintung

Adapun cara yang dilakukannya
yakni dengan mendorong pendekatan bantuan teknis dan insentif keuangan lewat
program peremajaan kebun sawit yang dikelola petani swadaya. “Kami mendukung misi
pemerintah Indonesia untuk meremajakan 200,000 hektare (ha) lahan perkebunan
rakyat,” katanya.

Menurut dia, dengan peremajaan
lahan sawit, maka bisa meningkatkan produktivitas petani sebesar 5-6 ton
CPO/ha/tahun, serta menciptakan proses produksi dan konsumsi yang berkelanjutan
melalui kerjasama multi pihak.

Deputi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Musdhalifah menyebutkan, informasi dana hibah untuk program
peremajaan sawit rakyat hingga tahun 2019, sebanyak 28.276 ha telah mendapatkan
Dana PSR, lantas sekitar 39.989 ha proses penyaluran Dana PSR di BPDPKS dan sejumlah
16.960 ha dilakukan verifikasi bertahap melalui Aplikasi Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR).

Tak hanya itu, langkah yang
dilakukan pemerintah yaitu menerapkan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil
(ISPO). Penerapan tersebut 2011 sampai 2019 realisasi perkebunan kelapa sawit
yang tersertifikasi ISPO seluas 4.115.434 ha atau 29,3 persen dari total lahan
perkebunan kelapa sawit 14,3 juta ha.

Sedangkan produksi CPO yang telah
tersertifikasi ISPO mencapai 11,57 juta ton CPO atau 31 persen dari total
produksi CPO 37,8 juta ton/ha. (ds/din/fin/kpc)

JAKARTA – Penjegalan sawit Indonesia di Uni Eropa diperkirakan
membuat ekspor sawit tahun ini menurun sebanyak 30 juta ton hingga akhir tahun
2019 ini.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI), Kanya Lakshmi mengungkapkan, ekspor minta sawit mentah
atau CPO (Crude Palm Oil) di pasar Eropa sekitar 6-7 juta ton per tahun.

Untuk tahun ini, dia
memperkirakan akan terjadi pengurangan ekspor CPO yang dari sebelumnya di 2018
tercatat sebanyak 34,71 juta ton. Sedangkan pada 2017 32,18 juta ton.

“Saya memprediksi jumlah ekspor
tahun ini akan sedikit terkoreksi di angka 30 jutaan ton. Walaupun kita
sebetulnya sudah menjajaki pasar baru,” kata Kanya dalam sebuah diskusi
membahas mencari pasar baru ekspor sawit, di Jakarta, Rabu (7/8).

Dia juga menyebutkan akan ada
tambahan pasar baru ekspor CPO seperti ke Cina, India, Rusia dan Timur Tengah.
Namun tetap tidak mampu mendorong volume ekspor.

Untuk itu, dia berharap program
pemerintah B20 bisa berjalan efektif sehingga meningkatkan jumlah penyerapan
sawit menggantikan pasar Eropa.

“Selain itu, kita juga sedang
jajaki dengan PLN untuk menggunakan sawit sebagai penggerak energi subsitusi,
tapi masih tahap pembicaraan,” ujar dia.

Kesempatan yang sama, Managing
Director Sustainablity Strategi Stakeholder Enggament, Agus Purnomo mengatakan,
bahwa saat ini penjajakan pasar baru sudah dilakukan dan dia memperkirakan
peluangnya cukup besar.

Baca Juga :  Kalteng Alami Deflasi 0,01 Persen di Bulan Agustus Kemarin, Ini Komoditasnya

“Pasar Afrika juga potensinya
besar cuma daya beli mereka masih rendah jadi belinya masih dalam eceran, Rusia
kita sedang jajaki, begitupun Asia, Jepang sedang ada penjajakan juga,
kebutuhan Cina juga meningkat ekspor nya tahun ini, kita cari pasar yang tidak
rewel seperti Eropa,” kata dia.

Terkait kampaye hitam yang
dilakukan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia, kata dia, harus diwaspadaia
karena jangan sampai dunia memiliki persepsi demikian.

“Kita sudah tunjukkan bukti-bukti
bawah sawit kita tidak merusak lingkungan dan mengurangi jumlah hutan yang ada.
Bahkan sawit kita juga sudah sertifikasi. Jadi memang pihak Eropa selalu
menutup mata dan bicara ke mana-mana tentang sawit kita tidak ramah
lingkungan,” tutur Agus.

Oleh karena itu, Agus meminta
semua pihak agar membangun opini yang positif terhadap sawit Indonesia. Sebab
sawit Indonesia memiliki kualitas produk yang baik dan menjalani
prinsip-prinsip penanaman yang ramah lingkungan serta sustainable.

Agus menyebutkan, sejumlah negara
mulai sadar memproduksi minyak sawit berkelanjutan seperti inisiasi yang
dilakukan India dengan Sustainable Palm Oil Coalition for India (India-SPOC)
dan Jepang.

Atas kondisi demikian, maka bisa
membuka peluang pasar sawit Indonesia yang lebih luas lagi ke sejumlah negara.

Baca Juga :  Kadin Dorong Pembangunan Infrastuktur Jalan Pelabuhan Segintung

Adapun cara yang dilakukannya
yakni dengan mendorong pendekatan bantuan teknis dan insentif keuangan lewat
program peremajaan kebun sawit yang dikelola petani swadaya. “Kami mendukung misi
pemerintah Indonesia untuk meremajakan 200,000 hektare (ha) lahan perkebunan
rakyat,” katanya.

Menurut dia, dengan peremajaan
lahan sawit, maka bisa meningkatkan produktivitas petani sebesar 5-6 ton
CPO/ha/tahun, serta menciptakan proses produksi dan konsumsi yang berkelanjutan
melalui kerjasama multi pihak.

Deputi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Musdhalifah menyebutkan, informasi dana hibah untuk program
peremajaan sawit rakyat hingga tahun 2019, sebanyak 28.276 ha telah mendapatkan
Dana PSR, lantas sekitar 39.989 ha proses penyaluran Dana PSR di BPDPKS dan sejumlah
16.960 ha dilakukan verifikasi bertahap melalui Aplikasi Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR).

Tak hanya itu, langkah yang
dilakukan pemerintah yaitu menerapkan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil
(ISPO). Penerapan tersebut 2011 sampai 2019 realisasi perkebunan kelapa sawit
yang tersertifikasi ISPO seluas 4.115.434 ha atau 29,3 persen dari total lahan
perkebunan kelapa sawit 14,3 juta ha.

Sedangkan produksi CPO yang telah
tersertifikasi ISPO mencapai 11,57 juta ton CPO atau 31 persen dari total
produksi CPO 37,8 juta ton/ha. (ds/din/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru