33.8 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

OJK Kesulitan Blokir Pinjol Ilegal

APLIKASI pinjaman online (Pinjol) dan investasi valuta asing ilegal
mulai dikikis sedikit demi sedikit. Kamis (4/7), Satgas Waspada Investasi
kembali menemukan 140 entitas yang melakukan kegiatan usaha fintech peer to
peer lending ilegal.

Ketua Satgas Waspada Investasi,
Tongam L Tobing mengatakan, penemuan itu dilakukan saat menyisir sejumlah
aplikasi di layanan konten digital Google Playstore. Dalam waktu dekat, OJK
bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi segera memblokir aplikasi tersebut
di dunia maya.

“Ada 140 entitas yang melakukan
kegiatan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi tanpa izin OJK. Didominasi investasi valas atau forex dan pinjaman
online,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing.

Tongam mengatakan, setiap tahun
aplikasi fintech ilegal terus menjamur. Tahun 2018, mereka menemukan 404
entitas Fintech ilegal. Hingga Juli 2019, satgas menemukan 683 entitas ilegal
yang berhasil dijaring keberadaanya. “Sehingga secara total saat ini yang telah
ditangani sebanyak 1087 entitas,” paparnya.

Baca Juga :  Banjir di Kalsel Belum Ganggu Harga Kebutuhan Pokok di Palangka Raya

Dirinya mengakui, pihaknya
kesulitan membendung keberadaan aplikasi bodong tersebut. Meski sudah banyak
menutup aplikasi ini, namun tetap saja banyak aplikasi baru yang muncul pada
website dan Google Playstore. “Kita mengimbau masyarakat diminta untuk tidak
mengakses atau menggunakan aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang tidak
berizin. Apabila ingin meminjam secara online, maka masyarakat harus melihat
daftar aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang telah terdaftar di OJK pada
website www.ojk.go.id,” kata Tongam.

Tongam mengatakan, dari temuan
ini Satgas akan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia untuk memblokir website dan aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending
ilegal tersebut.

Selain itu, untuk memutus akses
keuangan dari dunia maya, Satgas telah meminta kepada perbankan untuk menolak
pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK
untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan Fintech
Peer-To-Peer Lendingilegal.

Baca Juga :  1 Februari 2021, Bank Syariah Indonesia akan Terbentuk

“Kami juga sudah meminta Bank
Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi Fintech
Peer-To-Peer Lending ilegal, dan menyampaikan laporan informasi kepada
Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum,” paparnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh
Santoso mengatakan, penawaran investasi ilegal saat ini sudah semakin
mengkhawatirkan bagi ekonomi masyarakat. Pasalnya, para pelaku memanfaatkan
kekurangpahaman masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil
atau keuntungan yang tidak wajar. “Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak
berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari masyarakat,” paparnya.

Menurut Wimboh, peran serta
masyarakat sangat diperlukan, terutama peran untuk tidak menjadi peserta
kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran
investasi yang tidak masuk akal. “Kalau ada penawaran investasi yang dirasa
aneh atau tidak masuk akal sebaiknya dilaporkan ke OJK,” tandasnya. (fin/tgr)

APLIKASI pinjaman online (Pinjol) dan investasi valuta asing ilegal
mulai dikikis sedikit demi sedikit. Kamis (4/7), Satgas Waspada Investasi
kembali menemukan 140 entitas yang melakukan kegiatan usaha fintech peer to
peer lending ilegal.

Ketua Satgas Waspada Investasi,
Tongam L Tobing mengatakan, penemuan itu dilakukan saat menyisir sejumlah
aplikasi di layanan konten digital Google Playstore. Dalam waktu dekat, OJK
bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi segera memblokir aplikasi tersebut
di dunia maya.

“Ada 140 entitas yang melakukan
kegiatan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi tanpa izin OJK. Didominasi investasi valas atau forex dan pinjaman
online,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing.

Tongam mengatakan, setiap tahun
aplikasi fintech ilegal terus menjamur. Tahun 2018, mereka menemukan 404
entitas Fintech ilegal. Hingga Juli 2019, satgas menemukan 683 entitas ilegal
yang berhasil dijaring keberadaanya. “Sehingga secara total saat ini yang telah
ditangani sebanyak 1087 entitas,” paparnya.

Baca Juga :  Banjir di Kalsel Belum Ganggu Harga Kebutuhan Pokok di Palangka Raya

Dirinya mengakui, pihaknya
kesulitan membendung keberadaan aplikasi bodong tersebut. Meski sudah banyak
menutup aplikasi ini, namun tetap saja banyak aplikasi baru yang muncul pada
website dan Google Playstore. “Kita mengimbau masyarakat diminta untuk tidak
mengakses atau menggunakan aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang tidak
berizin. Apabila ingin meminjam secara online, maka masyarakat harus melihat
daftar aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang telah terdaftar di OJK pada
website www.ojk.go.id,” kata Tongam.

Tongam mengatakan, dari temuan
ini Satgas akan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia untuk memblokir website dan aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending
ilegal tersebut.

Selain itu, untuk memutus akses
keuangan dari dunia maya, Satgas telah meminta kepada perbankan untuk menolak
pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK
untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan Fintech
Peer-To-Peer Lendingilegal.

Baca Juga :  1 Februari 2021, Bank Syariah Indonesia akan Terbentuk

“Kami juga sudah meminta Bank
Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi Fintech
Peer-To-Peer Lending ilegal, dan menyampaikan laporan informasi kepada
Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum,” paparnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh
Santoso mengatakan, penawaran investasi ilegal saat ini sudah semakin
mengkhawatirkan bagi ekonomi masyarakat. Pasalnya, para pelaku memanfaatkan
kekurangpahaman masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil
atau keuntungan yang tidak wajar. “Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak
berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari masyarakat,” paparnya.

Menurut Wimboh, peran serta
masyarakat sangat diperlukan, terutama peran untuk tidak menjadi peserta
kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran
investasi yang tidak masuk akal. “Kalau ada penawaran investasi yang dirasa
aneh atau tidak masuk akal sebaiknya dilaporkan ke OJK,” tandasnya. (fin/tgr)

Terpopuler

Artikel Terbaru