28.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Membuat dan Menjajakan Sendiri Tempe dari Rumah ke Rumah

Pendidikan
ala kadarnya, seakan-akan tak punya kesempatan. Semakin sulit mencari kerja.
Hanya keterampilan yang bisa menjadi alat menyambung kehidupan.

 

FADLI, Muara Teweh

 

Delapan tahun, Upik
memilih menggeluti industry rumahan. Pria 39 tahun itu menjadikan rumahnya di
Jalan Kumala, Kelurahan Lahei II untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Dia membuat makanan
tempe.Dengan peralatan sederhana. Sehari, rata-rata menghabiskan 7 kilogram kedelai.
Alat pembakaran begitu sederhana. Masih menggunakan kayu bakar.

Beberapa proses
dilakukan sendiri. Mulai dari proses perebusan dan pendinginan kurang lebih
selama 12 jam. Kemudian diangkat menuju ke DAS Barito untuk dilakukan
pembersihan, memsiahkan kulit kedelai dan kacang kedelainya.

Sesudah dibersihkan, ia
kembali merebus kacang kedelai sebelum dimasukan ke alat peremukan kacang.
Setelah lembut, baru proses pembungkusan dilakukan oleh dirinya bersama istri
tercinta.

Baca Juga :  Catat, ASN Libur Hanya Tiga Hari

“7 kilogram ini
hasilnya bisa jadi 40 bungkus. Kami jual harga Rp4 ribu. Sementara penjualannya
masih disekitar wilayah ini saja. Masih belum ada langganan tetap,”ungkapnya.

 Selama ini, bapak satu anak itu hanya menjual
layaknya sebagai pengencer. Menjajakan tempe dari rumah ke rumah.

Upik pengolah kedelai
jadi tempe yang berkualitas, menurutnya agak sulit juga menjual tempe. Apalagi
dirinya yang membuat dan dirinya juga yang mengencerkan, harapan sederhana
darinya, bahwa ia menginginkan bahwa mudah-mudahan kedepan nantinya ada
langganan tetap yang bisa bekerjasama dengannya. Semisalnya dengan perusahaan,
tiap minggu berapa dan per harinya berapa.

“Untuk penghasilan dari
tempe ini tentunya tidak membuat kaya, namun alhamdulillah walaupun kita tidak
memiliki gaji tapi belum tentu tidak memiliki rezeki selagi terus berusaha.
Insya Allah, usaha yang ada bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,”ungkapnya.(ram)

Baca Juga :  Masyarakat Diajak Dukung Masuknya Investasi

Pendidikan
ala kadarnya, seakan-akan tak punya kesempatan. Semakin sulit mencari kerja.
Hanya keterampilan yang bisa menjadi alat menyambung kehidupan.

 

FADLI, Muara Teweh

 

Delapan tahun, Upik
memilih menggeluti industry rumahan. Pria 39 tahun itu menjadikan rumahnya di
Jalan Kumala, Kelurahan Lahei II untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Dia membuat makanan
tempe.Dengan peralatan sederhana. Sehari, rata-rata menghabiskan 7 kilogram kedelai.
Alat pembakaran begitu sederhana. Masih menggunakan kayu bakar.

Beberapa proses
dilakukan sendiri. Mulai dari proses perebusan dan pendinginan kurang lebih
selama 12 jam. Kemudian diangkat menuju ke DAS Barito untuk dilakukan
pembersihan, memsiahkan kulit kedelai dan kacang kedelainya.

Sesudah dibersihkan, ia
kembali merebus kacang kedelai sebelum dimasukan ke alat peremukan kacang.
Setelah lembut, baru proses pembungkusan dilakukan oleh dirinya bersama istri
tercinta.

Baca Juga :  Catat, ASN Libur Hanya Tiga Hari

“7 kilogram ini
hasilnya bisa jadi 40 bungkus. Kami jual harga Rp4 ribu. Sementara penjualannya
masih disekitar wilayah ini saja. Masih belum ada langganan tetap,”ungkapnya.

 Selama ini, bapak satu anak itu hanya menjual
layaknya sebagai pengencer. Menjajakan tempe dari rumah ke rumah.

Upik pengolah kedelai
jadi tempe yang berkualitas, menurutnya agak sulit juga menjual tempe. Apalagi
dirinya yang membuat dan dirinya juga yang mengencerkan, harapan sederhana
darinya, bahwa ia menginginkan bahwa mudah-mudahan kedepan nantinya ada
langganan tetap yang bisa bekerjasama dengannya. Semisalnya dengan perusahaan,
tiap minggu berapa dan per harinya berapa.

“Untuk penghasilan dari
tempe ini tentunya tidak membuat kaya, namun alhamdulillah walaupun kita tidak
memiliki gaji tapi belum tentu tidak memiliki rezeki selagi terus berusaha.
Insya Allah, usaha yang ada bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,”ungkapnya.(ram)

Baca Juga :  Masyarakat Diajak Dukung Masuknya Investasi

Terpopuler

Artikel Terbaru