27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Ajukan PK, Novanto Lagi-lagi Bantah Menerima USD 7,3 Juta

Mantan Ketua DPR RI
Setya Novanto mengajukan upaya hukum luar biasa alias peninjauan kembali (PK)
terkait vonis 15 tahun perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Novanto mengharapkan majelis hakim dapat memutus bebas terkaik perkara yang
menjeratnya.

“Pokoknya yang
terpenting, harapannya (diputus bebas) kita serahkan kepada yang mulia,” kata
Novanto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu
(28/8).

Sementara itu, kuasa
hukum Novanto, Maqdir Ismail menyatakan, adanya kekhilafan dalam putusan 15
tahun penjara terhadap kliennya. Dia mengklaim, Novanto tidak menerima uang
sebesar USD 7,3 juta dari Anang Sugiana Sudiharjo selaku Dirut PT Quadra
Solution melalui perantara Made Oka Masagung.

“Pokok dari novum ini
kan seolah olah dikatakan bahwa ada sejumlah uang yang diterima dari pak Anang
diserahkan kepada pak Made Oka Masagung. Padahal ada transaksi pengembalian
uang seperti dikemukakan oleh Made Oka Masagung di persidangan,” ujar Maqdir.

Baca Juga :  Dugaan Mafia Bola Tak Terbukti

Selain itu, Maqdir
juga menyoal terkait putusan majelis hakim yang menerapkan pasal terkait suap.
Dia menyebut, penerimaan uang tersebut seharusnya dijerat dengan pasal
gratifikasi. “Seharusnya bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan
kewenangan, ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi),” klaim
Maqdir.

Dalam petitumnya yang
dibacakan di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Novanto
melalui tim kuasa hukumnya mengharapkan agar majelis hakim dapat mengabulkan permohonan
PK.

“Membatalkan putusan
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat nomor 130/pidsus/tpk 2017 PN Jakarta
Pusat, mengadili menyatakan pemohon PK terpidana Setya Novanto tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan sebagaimana yang didakwakan JPU,”
ucap Madir di dalam persidangan.

Maqdir pun
mengharapkan, Novanto dapat dipulihkan harkat dan martabatnya. Terlebih terkait
hak dipilih dalam jabatan publik. “Memulihkan hak-hak terpidana dalam
kemampuan, kedudukan dan hak-hak serta martabatnya,” pungkasnya.

Dalam perkara ini,
Setya Novanto divonis 15 tahun penjara serta diwajibkan ‎membayar denda Rp500
juta subsidair 6 bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Selain itu, hakim Pengadilan Ti‎pikor juga
mengganjar Setnov untuk membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar Amerika
Serikat yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan
dilelang. Bila hartanya tidak mencukup maka akan diganti pidana 2 tahun
penjara.

Baca Juga :  Kini Polisi Berikan Layanan Cepat Aduan Masyarakat

Atas putusan tersebut,
Setya Novanto maupun Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tidak mengajukan banding‎. Berdasarkan aturan PK, Setnov diperbolehkan
untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan
upaya hukum banding dan kasasi.

Setnov sendiri telah
menjalani masa hukuman sekira satu tahun setelah divonis bersalah karena
terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian
negara sebesar Rp2,3 triliun oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.(jpg)

 

Mantan Ketua DPR RI
Setya Novanto mengajukan upaya hukum luar biasa alias peninjauan kembali (PK)
terkait vonis 15 tahun perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Novanto mengharapkan majelis hakim dapat memutus bebas terkaik perkara yang
menjeratnya.

“Pokoknya yang
terpenting, harapannya (diputus bebas) kita serahkan kepada yang mulia,” kata
Novanto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu
(28/8).

Sementara itu, kuasa
hukum Novanto, Maqdir Ismail menyatakan, adanya kekhilafan dalam putusan 15
tahun penjara terhadap kliennya. Dia mengklaim, Novanto tidak menerima uang
sebesar USD 7,3 juta dari Anang Sugiana Sudiharjo selaku Dirut PT Quadra
Solution melalui perantara Made Oka Masagung.

“Pokok dari novum ini
kan seolah olah dikatakan bahwa ada sejumlah uang yang diterima dari pak Anang
diserahkan kepada pak Made Oka Masagung. Padahal ada transaksi pengembalian
uang seperti dikemukakan oleh Made Oka Masagung di persidangan,” ujar Maqdir.

Baca Juga :  Dugaan Mafia Bola Tak Terbukti

Selain itu, Maqdir
juga menyoal terkait putusan majelis hakim yang menerapkan pasal terkait suap.
Dia menyebut, penerimaan uang tersebut seharusnya dijerat dengan pasal
gratifikasi. “Seharusnya bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan
kewenangan, ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi),” klaim
Maqdir.

Dalam petitumnya yang
dibacakan di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Novanto
melalui tim kuasa hukumnya mengharapkan agar majelis hakim dapat mengabulkan permohonan
PK.

“Membatalkan putusan
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat nomor 130/pidsus/tpk 2017 PN Jakarta
Pusat, mengadili menyatakan pemohon PK terpidana Setya Novanto tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan sebagaimana yang didakwakan JPU,”
ucap Madir di dalam persidangan.

Maqdir pun
mengharapkan, Novanto dapat dipulihkan harkat dan martabatnya. Terlebih terkait
hak dipilih dalam jabatan publik. “Memulihkan hak-hak terpidana dalam
kemampuan, kedudukan dan hak-hak serta martabatnya,” pungkasnya.

Dalam perkara ini,
Setya Novanto divonis 15 tahun penjara serta diwajibkan ‎membayar denda Rp500
juta subsidair 6 bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Selain itu, hakim Pengadilan Ti‎pikor juga
mengganjar Setnov untuk membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar Amerika
Serikat yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan
dilelang. Bila hartanya tidak mencukup maka akan diganti pidana 2 tahun
penjara.

Baca Juga :  Kini Polisi Berikan Layanan Cepat Aduan Masyarakat

Atas putusan tersebut,
Setya Novanto maupun Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tidak mengajukan banding‎. Berdasarkan aturan PK, Setnov diperbolehkan
untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan
upaya hukum banding dan kasasi.

Setnov sendiri telah
menjalani masa hukuman sekira satu tahun setelah divonis bersalah karena
terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian
negara sebesar Rp2,3 triliun oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru