26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ajukan PK atas Putusan MA

PALANGKA
RAYA
-Kasus
tindak pidana korupsi (tipikor) Pasar Pelita
Hilir bangunan 2 tingkat, Puruk Cahu kembali muncul. Pihak dari mantan Direktur
PT Nanang Mulya Group (PT NMG)
Fakhrur Razie selaku terpidana,
mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) di
Pengadilan Tipikor Palangka Raya, kemarin (16/5).

Sidang yang dipimpin majelis
hakim yang diketuai Agus Windana itu, beragendakan pembacaan memori PK oleh penasihat
hukum (PH) terpidana, Kusnadi. PH bergelar magister hukum itu menunjukkan bukti
baru dalam persidangan.

Terdapat sekitar 114
bukti dokumen yang terbagi menjadi dua bagian. Ada sekitar 54 novum atau bukti
baru yang ditemukan.

“60 PK lainnya jika
dialurkan akan menjadi satu kronologi fakta yang bisa terungkap, yang selama
ini ditutup-tutupi,” katanya kepada awak media.

Alasan pihaknya
melakukan PK, dikarenakan sejak awal melihat banyak kebenaran  yang tidak terungkap. Hal itu pun berdampak
pada keputusan kasasi di tingkat MA, yang menetapkan bahwa kliennya bersalah.

“Melihat beberapa
pertimbangan dalam putusan kasasi MA, banyak sekali kami temukan kekeliruan
atau kekhilafan majelis hakim agung, yang menurut kami harus diluruskan,” ungkapnya.

Sehingga, sambung dia,
berdasarkan hukum acara pidana untuk pelurusan tersebut, diberikan solusi berupa
pengajuan PK. Ini merupakan hak prerogratif atau hak absolut dari terpidana
yang mempunyai kekuatan hukum tetap ketika diputuskan pengadilan.

Contoh kecil, kata
Kusnadi, kebenaran fakta yang ditemui pihaknya terkait kekeliruan dalam putusan
majelis hakim agung itu. Lebih lanjut dikatakannya, kekeliruan itu dalam hal
menghukum terdakwa dengan pidana tambahan membayar uang pengganti.

“Nah, kami
mendapatkan laporan LHP dari BPKP melalui yudikasi proses yang cukup panjang. Sebab,
sejak awal BPKP tidak mau memberikan laporan itu, dengan alasan rahasia negara.
Karena itu kami lakukan upaya-upaya nonletigasi melalui Komisi Informasi Publik
(KIP), melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga ke tingkat MA,”
terangnya.

Baca Juga :  BNNP Gerebek Markas Narkoba Ponton, Sabu Dijual di Loket dengan Berbag

Setelah mendapatkan
laporan audit tersebut, pihaknya melakukan pengkajian secara cermat mereka. Hasilnya,
menemukan berbagai kekeliruan dan kelalaian sebagaimana diungkapkan dalam
memori permohonan PK.

“Jadi, kami yakin
bisa menang dalam PK ini. Kami berharap klien kami bisa bebas atau setidaknya
bisa mendapat hukuman seringan-ringannya,” harapnya.

Sementara itu, Kepala
Kejaksaan Negeri (Kajari) Murung Raya Robert Sitinjak juga hadir dalam
kesempatan itu sebagai ketua tim penuntut
umum. Robert menyebut bahwa 114 bukti baru yang ditunjukkan oleh PH terdakwa,
merupakan bukti-bukti yang pernah diajukan dalam persidangan sebelumnya, oleh
PH yang berbeda dengan saat ini.

“Jadi, PH terdakwa
yang sekarang ini adalah PH yang ditunjuk setelah eksekusi dilaksanakan, bukan
waktu persidangan putusan,” kata Robert.

Ini, lanjut
Robert, merupakan preseden buruk di dunia peradilan, karena PH ini tidak
mengikuti dan mendampingi terpidana Fakhrur Razie sejak persidangan awal, dari tingkat
PN, PT, maupun hingga kasasi MA. Dikatakan Robert,

PH terdakwa
saat ini tidak mengetahui fakta-fakta dalam persidangan medio 2015-2016.

“Sayang
sekali dia hanya mengetahui sidang sudah tahap akhir. Yang dikatakannya itu berdasarkan
opini dan obsesi pribadinya, tanpa didukung data dan fakta persidangan tahun
2015-2016,” beber Robert.

“Nah, ketika kami melihat
bukti baru yang disampaikan tersebut, ternyata semua itu pernah diajukan. Mereka
mengajukan buku-buku yang tidak jelas, namun dianggap sebagai bukti baru.

Baca Juga :  Peningkatan Tipe dan Ganti Kapolres, Peluang Penambahan Personel Semak

Diakui Robert bahwa ada
hal-hal baru dalam persidangan kemarin. Misalnya, laporan pengaduan yang tidak
ada kaitannya dengan terdakwa tersebut bersalah atau tidak.

“Contohnya pengaduan
ke KIP yang menyatakan bahwa BPKP tidak mau memberikan LHP audit mengenai
kerugian negara yang disebabkan oleh terdakwa. Menurut saya, itu tidak ada
kaitannya dengan terdakwa, bahwa dia bukan pelakunya. Dan masih banyak dokumen
yang tidak ada kaitannya,” jelasnya.

Akan tetapi, JPU secara
sah dan meyakinkan menyatakan bahwa, saat itu terpidana Fakhrur Razie telah
menerima transferan dana dan menghabiskan APBD Kabupaten Murung Raya 2010,
2011, dan 2012 sebesar Rp9.590.000.000 untuk
pembangunan pasar itu.

“Bayangkan sampai
sekarang, sudah kurang lebih enam tahun, pembangunan mangkrak, tidak dapat
digunakan, karena sewaktu-waktu bisa roboh,” bebernya.

Robert pun membantah keterangan
Kusnadi yang menyebutkan bahwa putusan MA keliru. Ia menegaskan bahwa putusan
MA sama sekali tidak ada kekeliruan.

Penuntut
Umum pun tetap dalam tuntutannya, meminta majelis hakim PK untuk menolak PK pemohon,
karena PK tersebut dianggap tidak sesuai dan memedomani Pasal 263 ayat 2 a
KUHAP, karena tidak ada novum atau keadaan baru yang dapat membebaskan Fakhrur
Razie. Bukan keadaan lama yang kembali diajukan dalam persidangan PK.

“Jadi semua bukti
yang diajukan dalam PK ini tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 263 KUHP, karena
merupakan bukti lama. Kami sangat yakin bisa memenangi sidang PK ini. Karena
itulah kami tetap pada putusan yang telah kami ajukan, bahwa semua bukti itu
tidak memenuhi syarat,” tandasnya. (don/ce/ram)

PALANGKA
RAYA
-Kasus
tindak pidana korupsi (tipikor) Pasar Pelita
Hilir bangunan 2 tingkat, Puruk Cahu kembali muncul. Pihak dari mantan Direktur
PT Nanang Mulya Group (PT NMG)
Fakhrur Razie selaku terpidana,
mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) di
Pengadilan Tipikor Palangka Raya, kemarin (16/5).

Sidang yang dipimpin majelis
hakim yang diketuai Agus Windana itu, beragendakan pembacaan memori PK oleh penasihat
hukum (PH) terpidana, Kusnadi. PH bergelar magister hukum itu menunjukkan bukti
baru dalam persidangan.

Terdapat sekitar 114
bukti dokumen yang terbagi menjadi dua bagian. Ada sekitar 54 novum atau bukti
baru yang ditemukan.

“60 PK lainnya jika
dialurkan akan menjadi satu kronologi fakta yang bisa terungkap, yang selama
ini ditutup-tutupi,” katanya kepada awak media.

Alasan pihaknya
melakukan PK, dikarenakan sejak awal melihat banyak kebenaran  yang tidak terungkap. Hal itu pun berdampak
pada keputusan kasasi di tingkat MA, yang menetapkan bahwa kliennya bersalah.

“Melihat beberapa
pertimbangan dalam putusan kasasi MA, banyak sekali kami temukan kekeliruan
atau kekhilafan majelis hakim agung, yang menurut kami harus diluruskan,” ungkapnya.

Sehingga, sambung dia,
berdasarkan hukum acara pidana untuk pelurusan tersebut, diberikan solusi berupa
pengajuan PK. Ini merupakan hak prerogratif atau hak absolut dari terpidana
yang mempunyai kekuatan hukum tetap ketika diputuskan pengadilan.

Contoh kecil, kata
Kusnadi, kebenaran fakta yang ditemui pihaknya terkait kekeliruan dalam putusan
majelis hakim agung itu. Lebih lanjut dikatakannya, kekeliruan itu dalam hal
menghukum terdakwa dengan pidana tambahan membayar uang pengganti.

“Nah, kami
mendapatkan laporan LHP dari BPKP melalui yudikasi proses yang cukup panjang. Sebab,
sejak awal BPKP tidak mau memberikan laporan itu, dengan alasan rahasia negara.
Karena itu kami lakukan upaya-upaya nonletigasi melalui Komisi Informasi Publik
(KIP), melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga ke tingkat MA,”
terangnya.

Baca Juga :  BNNP Gerebek Markas Narkoba Ponton, Sabu Dijual di Loket dengan Berbag

Setelah mendapatkan
laporan audit tersebut, pihaknya melakukan pengkajian secara cermat mereka. Hasilnya,
menemukan berbagai kekeliruan dan kelalaian sebagaimana diungkapkan dalam
memori permohonan PK.

“Jadi, kami yakin
bisa menang dalam PK ini. Kami berharap klien kami bisa bebas atau setidaknya
bisa mendapat hukuman seringan-ringannya,” harapnya.

Sementara itu, Kepala
Kejaksaan Negeri (Kajari) Murung Raya Robert Sitinjak juga hadir dalam
kesempatan itu sebagai ketua tim penuntut
umum. Robert menyebut bahwa 114 bukti baru yang ditunjukkan oleh PH terdakwa,
merupakan bukti-bukti yang pernah diajukan dalam persidangan sebelumnya, oleh
PH yang berbeda dengan saat ini.

“Jadi, PH terdakwa
yang sekarang ini adalah PH yang ditunjuk setelah eksekusi dilaksanakan, bukan
waktu persidangan putusan,” kata Robert.

Ini, lanjut
Robert, merupakan preseden buruk di dunia peradilan, karena PH ini tidak
mengikuti dan mendampingi terpidana Fakhrur Razie sejak persidangan awal, dari tingkat
PN, PT, maupun hingga kasasi MA. Dikatakan Robert,

PH terdakwa
saat ini tidak mengetahui fakta-fakta dalam persidangan medio 2015-2016.

“Sayang
sekali dia hanya mengetahui sidang sudah tahap akhir. Yang dikatakannya itu berdasarkan
opini dan obsesi pribadinya, tanpa didukung data dan fakta persidangan tahun
2015-2016,” beber Robert.

“Nah, ketika kami melihat
bukti baru yang disampaikan tersebut, ternyata semua itu pernah diajukan. Mereka
mengajukan buku-buku yang tidak jelas, namun dianggap sebagai bukti baru.

Baca Juga :  Peningkatan Tipe dan Ganti Kapolres, Peluang Penambahan Personel Semak

Diakui Robert bahwa ada
hal-hal baru dalam persidangan kemarin. Misalnya, laporan pengaduan yang tidak
ada kaitannya dengan terdakwa tersebut bersalah atau tidak.

“Contohnya pengaduan
ke KIP yang menyatakan bahwa BPKP tidak mau memberikan LHP audit mengenai
kerugian negara yang disebabkan oleh terdakwa. Menurut saya, itu tidak ada
kaitannya dengan terdakwa, bahwa dia bukan pelakunya. Dan masih banyak dokumen
yang tidak ada kaitannya,” jelasnya.

Akan tetapi, JPU secara
sah dan meyakinkan menyatakan bahwa, saat itu terpidana Fakhrur Razie telah
menerima transferan dana dan menghabiskan APBD Kabupaten Murung Raya 2010,
2011, dan 2012 sebesar Rp9.590.000.000 untuk
pembangunan pasar itu.

“Bayangkan sampai
sekarang, sudah kurang lebih enam tahun, pembangunan mangkrak, tidak dapat
digunakan, karena sewaktu-waktu bisa roboh,” bebernya.

Robert pun membantah keterangan
Kusnadi yang menyebutkan bahwa putusan MA keliru. Ia menegaskan bahwa putusan
MA sama sekali tidak ada kekeliruan.

Penuntut
Umum pun tetap dalam tuntutannya, meminta majelis hakim PK untuk menolak PK pemohon,
karena PK tersebut dianggap tidak sesuai dan memedomani Pasal 263 ayat 2 a
KUHAP, karena tidak ada novum atau keadaan baru yang dapat membebaskan Fakhrur
Razie. Bukan keadaan lama yang kembali diajukan dalam persidangan PK.

“Jadi semua bukti
yang diajukan dalam PK ini tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 263 KUHP, karena
merupakan bukti lama. Kami sangat yakin bisa memenangi sidang PK ini. Karena
itulah kami tetap pada putusan yang telah kami ajukan, bahwa semua bukti itu
tidak memenuhi syarat,” tandasnya. (don/ce/ram)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru