26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Konflik Lahan, Kelompok Tani Hapakat Diteror dan Dianiaya

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO Ada sekitar 200-an
anggota Kelompok Tani Hapakat. Mereka sudah memiliki surat-surat keabsahan
untuk menggarap lahan seluas sekitar 500 hektare di Jalan Karangan Ujung,
Kelurahan Kalampangan. Namun, saban tahun, selalu diusik olah orang-orang yang
mengaku pemilik sah sepetak tanah itu.

Sabtu (6/2)
lalu, Anang Kosim selamat dari maut. Anggota Kelompok Tani Hapakat itu
dikeroyok belasan orang. Semua berbekal senjata tajam. Dihujamkan ke tubuhnya.
Hanya ada dua mata luka. Di bagian tangan kiri, dan leher belakang. Kata
teman-temannya, beruntung Kosim kebal. Dua buah batu juga dihujamkan ke
tubuhnya. Masih bisa menangkis.

Pria kelahiran
tahun 1980 ketika itu datang ke lokasi perkebunan yang ada di Jalan Karangan
Ujung.Ia datang karena ada orang yang mendatangi tanah miik Kelompok Tani
Hapakat. Kosim meminta mereka duduk bareng untuk menyelesaikan masalah klaim tanah
yang luasnya sekitar 3,000 hektare. Namun mereka enggan. Sabetan parang
menghujam. Todongan pistol membuat Kosim lari menghindar pertumpahan darah.

Baca Juga :  Kejari Kapuas Pastikan Perkara RPU Berlanjut

“Saya langsung
lapor ke Polsek Sebangau, lalu diarahkan ke Polresta Palangka Raya,” ujarnya
kepada awak media, Rabu (10/2).

Sekretaris
Kelompok Tani Rakyat Hapakat Aspandi meminta kepolisian mengusut tuntas aksi
premanisme itu. Identitas terduka pelaku sudah disampaikan ke kepolisian.
Anggota kelompok tani ini tak mau kejadian terulang. Jangan sampai ada nyawa
yang hilang.

“Kami meminta
kepolisian memproses. Responsif dengan kejadian yang menyangkut nyawa
ini,”serunya.

Dalam kurun waktu enam tahun terakhir,
setidaknya ada
empat peristiwa teror dari sekelompok massa yang mengklaim kepemilikan tanah.
Mereka mendatangi ke lokasi perkebunan. Mengacungkan senjata tajam. Mengancam
melakukan penganiayaan jika keinginannya tak dipenuhi.

Aspandi
menceritakan polemik yang bertahun-tahun belum tuntas ini. Tanah seluas itu
statusnya 30 persen hak pengelolaan (HPL), dan 60 persen Hutan Produksi
Konservasi (HPK). Anggotanya ini merupakan generasi kedua dari empunya tanah.
Surat keterangan tanah (SKT), dan surat izin mengerjakan (SIM) yang dikeluarkan
Kantor Agraria tahun 1987.

Baca Juga :  Hadapi New Normal, Ini Pesan Kapolri Buat Anak Buahnya

Langkah-langkah
mediasi
pun sudah
sering dilakukan. Di tingkat kepolisian sampai ke pengadilan. Tahun lalu, gugatan
perdata dilayangkan di pengadilan oleh mereka yang mengklaim kepemilikan tanah,
dengan membawa bukti surat hak milik (SHM) di lahan konservasi yang digarap Kelompok
Tani Hapakat.

“Eh, saat
mediasi kedua, mereka tidak datang. Malah mencabut. Maksudnya apa? Padahal,
kalau diteruskan, kami yakin gugatan mereka tidak dikabulkan hakim. Kami saja
mengurus untuk dijadikan SHM belum bisa. Kok mereka sudah punya SHM,” ungkapnya
terheran-heran.

“Intinya kami
ingin polemi
k
ini tuntas. Jangan sampai kejadian penganiayaan ini terjadi lagi. Kami yang
berkebun ini sangat-sangat dihantui rasa ketakutan. Tak tenang,”pintanya.

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO Ada sekitar 200-an
anggota Kelompok Tani Hapakat. Mereka sudah memiliki surat-surat keabsahan
untuk menggarap lahan seluas sekitar 500 hektare di Jalan Karangan Ujung,
Kelurahan Kalampangan. Namun, saban tahun, selalu diusik olah orang-orang yang
mengaku pemilik sah sepetak tanah itu.

Sabtu (6/2)
lalu, Anang Kosim selamat dari maut. Anggota Kelompok Tani Hapakat itu
dikeroyok belasan orang. Semua berbekal senjata tajam. Dihujamkan ke tubuhnya.
Hanya ada dua mata luka. Di bagian tangan kiri, dan leher belakang. Kata
teman-temannya, beruntung Kosim kebal. Dua buah batu juga dihujamkan ke
tubuhnya. Masih bisa menangkis.

Pria kelahiran
tahun 1980 ketika itu datang ke lokasi perkebunan yang ada di Jalan Karangan
Ujung.Ia datang karena ada orang yang mendatangi tanah miik Kelompok Tani
Hapakat. Kosim meminta mereka duduk bareng untuk menyelesaikan masalah klaim tanah
yang luasnya sekitar 3,000 hektare. Namun mereka enggan. Sabetan parang
menghujam. Todongan pistol membuat Kosim lari menghindar pertumpahan darah.

Baca Juga :  Kejari Kapuas Pastikan Perkara RPU Berlanjut

“Saya langsung
lapor ke Polsek Sebangau, lalu diarahkan ke Polresta Palangka Raya,” ujarnya
kepada awak media, Rabu (10/2).

Sekretaris
Kelompok Tani Rakyat Hapakat Aspandi meminta kepolisian mengusut tuntas aksi
premanisme itu. Identitas terduka pelaku sudah disampaikan ke kepolisian.
Anggota kelompok tani ini tak mau kejadian terulang. Jangan sampai ada nyawa
yang hilang.

“Kami meminta
kepolisian memproses. Responsif dengan kejadian yang menyangkut nyawa
ini,”serunya.

Dalam kurun waktu enam tahun terakhir,
setidaknya ada
empat peristiwa teror dari sekelompok massa yang mengklaim kepemilikan tanah.
Mereka mendatangi ke lokasi perkebunan. Mengacungkan senjata tajam. Mengancam
melakukan penganiayaan jika keinginannya tak dipenuhi.

Aspandi
menceritakan polemik yang bertahun-tahun belum tuntas ini. Tanah seluas itu
statusnya 30 persen hak pengelolaan (HPL), dan 60 persen Hutan Produksi
Konservasi (HPK). Anggotanya ini merupakan generasi kedua dari empunya tanah.
Surat keterangan tanah (SKT), dan surat izin mengerjakan (SIM) yang dikeluarkan
Kantor Agraria tahun 1987.

Baca Juga :  Hadapi New Normal, Ini Pesan Kapolri Buat Anak Buahnya

Langkah-langkah
mediasi
pun sudah
sering dilakukan. Di tingkat kepolisian sampai ke pengadilan. Tahun lalu, gugatan
perdata dilayangkan di pengadilan oleh mereka yang mengklaim kepemilikan tanah,
dengan membawa bukti surat hak milik (SHM) di lahan konservasi yang digarap Kelompok
Tani Hapakat.

“Eh, saat
mediasi kedua, mereka tidak datang. Malah mencabut. Maksudnya apa? Padahal,
kalau diteruskan, kami yakin gugatan mereka tidak dikabulkan hakim. Kami saja
mengurus untuk dijadikan SHM belum bisa. Kok mereka sudah punya SHM,” ungkapnya
terheran-heran.

“Intinya kami
ingin polemi
k
ini tuntas. Jangan sampai kejadian penganiayaan ini terjadi lagi. Kami yang
berkebun ini sangat-sangat dihantui rasa ketakutan. Tak tenang,”pintanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru