33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Babat Habis Korupsi di Kalteng

POLRI maupun kejaksaan
sebagai aparat penegak hukum berkomitmen untuk memberantas semua tindak pidana
korupsi (tipikor) tanpa tebang pilih. Bahkan, dalam mengusut sebuah kasus
dugaan tindak pidana yang mengarah ke korupsi, pihaknya selalu menempuh prosedur
normal dan sesuai koridor yang berlaku.

“Tidak ada sama sekali
kepolisian RI khususnya di Polda Kalteng melakukan upaya-upaya paksa kepolisian
dengan prinsip tebang pilih. Pasti ada prosesnya, dimulai dari penyelidikan,
pembuktian, hingga penetapan tersangka. Yang mengatakan tebang pilih itu hanya
rumor yang disampaikan dari mulut ke mulut oleh tersangka,” ucap Kepala Divisi
Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan saat ditemui Kalteng Pos, Senin
(9/12).

Untuk proses penyidikan,
lanjutnya, pihaknya harus mengumpulkan barang bukti yang cukup dan saksi-saksi sebelum
menetapkan seseorang sebagai tersangka. Bahkan untuk menguatkan status
tersebut, polisi mesti memiliki tiga hingga empat alat bukti.

“Minimal dua alat
bukti yang cukup. Baru kami bisa melakukan penetapan tersangka.  Sekarang, kami lebih over estimate lagi. Bukan
lagi hanya dua, tapi bisa sampai tiga bahkan empat,” tuturnya.

Baca Juga :  GEGER ! Seorang Pria Tewas di Teras Warung Remang-Remang

Hendra menambahkan, hal
itu yang kadang membuat proses penetapan tersangka memakan waktu cukup lama, karena
penyidik ingin bukti yang didapatkan kuat. Hal itu dilakukan sambil menjunjung
asas praduga tak bersalah.

“Dari dahulu hingga
sekarang, Polri tetap mengedepankan pembuktian secara ilmiah dalam penegakan
hukum. Karena itulah kami harus mengaitkan alat-alat bukti yang betul-betul
ilmiah, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ya, sama sekali
enggak ada tebang pilih,” katanya.

Penyidik tidak akan membuat
perbedaan dalam penanganan kasus. Semua warga negara adalah sama di mata hukum.
“Walaupun seorang pejabat pemerintah, tetap saja diproses, jika merugikan uang
negara. Kedudukan semua orang di mata hukum adalah sama. Tetap akan diproses,”
tegasnya.

Terpisah, Kajati
Kalteng Adi Sutanto melalui Asisten Tindak Pidana Khusus Adi Santoso
mengatakan, kejaksaan tak pernah menerapkan tebang pilih dalam penegakan hukum.

Baca Juga :  Diduga Korban Perkosaan, Gadis Keterbelakangan Mental Tiba-tiba Hamil

“Tidak ada sama sekali
tebang pilih dalam proses penindakan korupsi. Dalam penyidikan kasus pidana,
terutama pidana tindak pidana korupsi, pertama-tama kami harus menemukan alat
bukti yang cukup dan memastikan mins rea (adanya niat jahat pidana) dari
pelaku tersebut,” kata Adi Santoso didampingi Kasi penyidikan Rahmad Isnaeni, saat
di temui di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalteng, Jalan Imam Bonjol Palangka Raya, Senin
(9/12).

Adi menjelaskan, dalam
proses penindakan korupsi, peran dari setiap pelaku dan niat jahat menjadi
faktor yang ikut menentukan dalam penentuan tersangka serta pembuktiannya dalam
persidangan pidana korupsi.

“Jadi, sebelum menentukan dan menetapkan
tersangka, penyidik tipikor di kejaksaan terlebih dahulu akan menelaah dan
meneliti temuan atau laporan masuk untuk memastikan ada tidaknya tindak korupsi
di dalamnya dan bagaimana peran dari setiap pelaku,” pungkasnya. (oiq/sja/ce/ala)

POLRI maupun kejaksaan
sebagai aparat penegak hukum berkomitmen untuk memberantas semua tindak pidana
korupsi (tipikor) tanpa tebang pilih. Bahkan, dalam mengusut sebuah kasus
dugaan tindak pidana yang mengarah ke korupsi, pihaknya selalu menempuh prosedur
normal dan sesuai koridor yang berlaku.

“Tidak ada sama sekali
kepolisian RI khususnya di Polda Kalteng melakukan upaya-upaya paksa kepolisian
dengan prinsip tebang pilih. Pasti ada prosesnya, dimulai dari penyelidikan,
pembuktian, hingga penetapan tersangka. Yang mengatakan tebang pilih itu hanya
rumor yang disampaikan dari mulut ke mulut oleh tersangka,” ucap Kepala Divisi
Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan saat ditemui Kalteng Pos, Senin
(9/12).

Untuk proses penyidikan,
lanjutnya, pihaknya harus mengumpulkan barang bukti yang cukup dan saksi-saksi sebelum
menetapkan seseorang sebagai tersangka. Bahkan untuk menguatkan status
tersebut, polisi mesti memiliki tiga hingga empat alat bukti.

“Minimal dua alat
bukti yang cukup. Baru kami bisa melakukan penetapan tersangka.  Sekarang, kami lebih over estimate lagi. Bukan
lagi hanya dua, tapi bisa sampai tiga bahkan empat,” tuturnya.

Baca Juga :  GEGER ! Seorang Pria Tewas di Teras Warung Remang-Remang

Hendra menambahkan, hal
itu yang kadang membuat proses penetapan tersangka memakan waktu cukup lama, karena
penyidik ingin bukti yang didapatkan kuat. Hal itu dilakukan sambil menjunjung
asas praduga tak bersalah.

“Dari dahulu hingga
sekarang, Polri tetap mengedepankan pembuktian secara ilmiah dalam penegakan
hukum. Karena itulah kami harus mengaitkan alat-alat bukti yang betul-betul
ilmiah, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ya, sama sekali
enggak ada tebang pilih,” katanya.

Penyidik tidak akan membuat
perbedaan dalam penanganan kasus. Semua warga negara adalah sama di mata hukum.
“Walaupun seorang pejabat pemerintah, tetap saja diproses, jika merugikan uang
negara. Kedudukan semua orang di mata hukum adalah sama. Tetap akan diproses,”
tegasnya.

Terpisah, Kajati
Kalteng Adi Sutanto melalui Asisten Tindak Pidana Khusus Adi Santoso
mengatakan, kejaksaan tak pernah menerapkan tebang pilih dalam penegakan hukum.

Baca Juga :  Diduga Korban Perkosaan, Gadis Keterbelakangan Mental Tiba-tiba Hamil

“Tidak ada sama sekali
tebang pilih dalam proses penindakan korupsi. Dalam penyidikan kasus pidana,
terutama pidana tindak pidana korupsi, pertama-tama kami harus menemukan alat
bukti yang cukup dan memastikan mins rea (adanya niat jahat pidana) dari
pelaku tersebut,” kata Adi Santoso didampingi Kasi penyidikan Rahmad Isnaeni, saat
di temui di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalteng, Jalan Imam Bonjol Palangka Raya, Senin
(9/12).

Adi menjelaskan, dalam
proses penindakan korupsi, peran dari setiap pelaku dan niat jahat menjadi
faktor yang ikut menentukan dalam penentuan tersangka serta pembuktiannya dalam
persidangan pidana korupsi.

“Jadi, sebelum menentukan dan menetapkan
tersangka, penyidik tipikor di kejaksaan terlebih dahulu akan menelaah dan
meneliti temuan atau laporan masuk untuk memastikan ada tidaknya tindak korupsi
di dalamnya dan bagaimana peran dari setiap pelaku,” pungkasnya. (oiq/sja/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru