33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

KPK Dalami Kasus Lain Bupati Sidoarjo Itu Selama Menjabat Dua Periode

Saiful Ilah harus melepas jabatannya sebagai
bupati Sidoarjo lebih cepat. Dia dipastikan akan dinonaktifkan seiring dengan
penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.

Saiful ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus penerimaan suap empat proyek infrastruktur di Kota Delta.

Berdasar temuan KPK, bupati Sidoarjo dua
periode itu menerima uang Rp 550 juta. Uang suap tersebut diberikan dua kali.

Selain Saiful, lima orang lain juga ditetapkan
sebagai tersangka. Tiga orang berasal dari lingkungan pemkab. Mereka adalah
Sunarti Setyaningsih (kepala dinas pekerjaan umum, bina marga, dan sumber daya
air), Judi Tetrahastoto (pejabat pembuat komitmen dinas PUB MSDA), serta
Sanadjihitu Sangadji (Kabag unit layanan pengadaan). Dua lainnya adalah
kontraktor, yaitu Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi.

Komisioner KPK Alexander Marwata menuturkan,
total ada empat proyek yang masuk dalam penyidikan KPK. Yakni, proyek
pembangunan wisma atlet, pembangunan Pasar Porong, proyek jalan Candi–Prasung,
serta peningkatan Afvoer Karang Pucang, Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran.

Dia menyebutkan, infrastruktur masih menjadi
lahan basah tindak pidana korupsi. Ditambah, Saiful telah dua periode menjabat
bupati. ’’Apakah pada sebelum-sebelumnya bupati itu juga mendapat fee, nanti
kami dalami,’’ tegasnya di gedung KPK tadi malam.

KPK juga akan mendalami kemungkinan untuk
menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). ’’Sementara ini belum
sampai TPPU. Tapi, tidak menutup kemungkinan, dilihat dari harta kekayaan jika
tidak sesuai, kami akan menerapkan TPPU,’’ katanya.

Setelah menjalani pemeriksaan di KPK, Saiful
Ilah bersama lima tersangka lain ditahan.

Saiful ditangkap tim penindakan KPK di Pendapa
Delta Wibawa Sidoarjo, Selasa (7/1). KPK menangkap Saiful bersama ajudannya,
Budiman. Satu tas ransel berisi uang pecahan Rp 100 ribu sejumlah total Rp 350
juta diamankan.

Saat itu KPK juga membawa beberapa orang lain
ke Mapolda Jatim untuk menjalani pemeriksaan. Dari lingkungan Pemkab Sidoarjo,
ada nama Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, dan Novianto (Kasubbag
protokol).

Kemudian, dari pihak swasta, ada Ibnu Ghofur,
Totok Sumedi, dan Iwan. Ada pula dua staf Ibnu, yakni Siti Nur Findiyah dan
Suparni. ’’IGR (Ibnu) adalah salah satu kontraktor yang mengikuti pengadaan
proyek-proyek tersebut,’’ ungkap Alexander.

Dari penyidikan, Ibnu diketahui meminta kepada
Saiful untuk memenangkan proyek infrastruktur di Sidoarjo. Khususnya,
pembangunan jalan Candi-Prasung. Hingga kemudian diketahui, akhirnya, Ibnu
mendapatkan empat proyek yang menjadi kasus yang saat ini disidik KPK.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp
1,8 miliar. Perinciannya, Rp 350 juta diamankan bersama Saiful; Rp 225 juta
dari Kadis PUBMSDA; Rp 229,3 juta dari pejabat pembuat komitmen; serta Rp 750
juta dari staf Ibnu.

Alexander Marwata menjelaskan, pihaknya
menyelidiki kasus dugaan penerimaan suap tersebut berdasar keterangan dari
informan. ’’Informan itu adalah orang dalam sendiri di kabupaten dan kami
komunikasi dengan informan tersebut,’’ ujarnya. Proses penyelidikan berlangsung
lebih dari enam bulan, bahkan hampir setahun.

Baca Juga :  AKP Mahmud Akui Ganti Pelat Mobil yang Digunakan Saat Lakalantas

Selama penyelidikan, tim KPK memantau Saiful.
Termasuk saat dia berkunjung ke Padang beberapa waktu lalu. ’’Kami ikuti sampai
ke Surabaya. Satu pesawat bahkan, kami ikut,’’ lanjutnya.

Selain dari informan, informasi diperoleh dari
percakapan yang bersangkutan. Dari berbagai informasi itulah, KPK mendapatkan
kepastian bahwa akan ada transaksi. Bakal ada pemberian uang terkait
pelaksanaan proyek-proyek di Kabupaten Sidoarjo.

Alex yakin penyidikan akan berkembang. Sebab,
umumnya, ketika pengusaha memberikan uang, bahkan ULP juga menerima. Artinya,
memang ada pengaturan lelang. Ketika diatur, lelang itu sudah bisa dipastikan
tidak berjalan dengan fair.

Sprindik untuk Saiful ditandatangani pimpinan
KPK lama menjelang masa jabatan berakhir. Karena masa berlakunya satu bulan,
sprindik itu tidak kedaluwarsa.

Saat hendak dibawa ke Jakarta setelah
menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim kemarin pagi, Saiful Ilah memilih
menghindari pertanyaan seputar penangkapannya. Dia mengaku tidak tahu soal
kasus yang membuatnya terjaring OTT KPK. ”Sehat. Aku dewe gak eruh kok (Saya
sendiri tidak tahu kok, Red)” katanya.

Pria 70 tahun itu sebelumnya diperiksa delapan
jam di Subdit III Ditreskrimsus Polda Jatim. Saiful hanya melambaikan tangan
dan botol minum yang dipegangnya saat berjalan masuk ke bus.

Selain Saiful, tampak lima orang lainnya.
Mereka menutupi wajah dengan tangan. Mereka antara lain adalah Budiman selaku
ajudan protokoler Diskominfo Sidoarjo dan R Novianto Koesno selaku ajudan
bupati. Lalu Ghofur (kontraktor proyek) dan Judi Tetrahastoto. Mereka dibawa ke
Jakarta dengan pesawat dari Terminal 2 Juanda.

Mulai Disidik KPK Lama

Menurut informasi yang dihimpun koran ini,
penyelidikan dugaan rasuah di Sidoarjo dilakukan sejak pertengahan tahun lalu.
Rangkaian prosesnya, termasuk penyadapan, dimulai pada era pimpinan KPK Agus
Rahardjo cs. Belum ada dewan pengawas (dewas) yang memberikan rekomendasi
penyadapan sebagaimana diatur dalam UU KPK hasil revisi.

Komisioner KPK Alexander Marwata mengakui
bahwa OTT perdana di awal tahun itu belum melalui persetujuan dewas untuk
penyadapannya. ”Penyadapannya sebelum pelantikan dewan pengawas. Informasinya
yang sebelumnya sudah lama,” jelasnya ketika ditemui saat berkunjung ke
Kejaksaan Agung kemarin.

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Harjono
membenarkan bahwa tidak ada permintaan izin penyadapan maupun OTT dalam kasus
bupati Sidoarjo. Kendati demikian, dewas tak mempersalahkan karena kasus itu
diselidiki sejak era kepemimpinan KPK sebelumnya. ’’Tidak (ada izin ke dewas).
Sebab, itu (penyadapan, Red) masih berlaku aturan lama,’’ tutur Harjono kepada
Jawa Pos kemarin.

Agus Rahardjo, mantan ketua KPK, juga
menegaskan bahwa kasus tersebut ditangani sejak dirinya duduk sebagai pimpinan
KPK. ’’Sprinlid (surat perintah penyelidikan) dan spindap (surat perintah
penyadapan) sudah agak lama, sebelum kami pensiun. Sudah nggak ingat
tanggalnya, tapi betul saat masih (berlaku) UU 30/2002,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Bisnis Sabu, Sumi Ditangkap Digelandang dari Barak

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD
menyatakan, OTT terhadap bupati Sidoarjo membuktikan bahwa UU KPK yang baru
tidak lantas melemahkan penindakan terhadap koruptor. ”Berarti tidak ada yang
berubah drastis dari berlakunya UU itu,” katanya.

Pengganti Saiful Ilah

Sementara itu, Plt Dirjen Otonomi Daerah
Kemendagri Akmal Malik menyatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus bupati
Sidoarjo kepada penegak hukum. Pihaknya sudah terlampau sering mengingatkan
kepala daerah untuk menjauhi area rawan korupsi.

Pada prinsipnya, lanjut Akmal, tugas
Kemendagri saat ini ialah memastikan tidak ada kekosongan kepemimpinan di
Sidoarjo. Pihaknya masih menunggu kejelasan status Saiful Ilah.

Prosedurnya, ketika tidak bisa melaksanakan
tugasnya karena ditahan penegak hukum, seorang kepala daerah akan
dinonaktifkan. Begitu pula halnya dalam kasus Saiful. Bila Saiful pada akhirnya
mengenakan rompi oranye, pihaknya akan langsung menonaktifkan dia sebagai
bupati. ”Lalu kami langsung tunjuk wakil bupati Sidoarjo sebagai Plt,”
lanjutnya.

Kepala DPMPTSP Dipulangkan

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Ari Suryono turut diamankan tim KPK pada Selasa
petang (7/1). Dia juga sempat menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim. Namun,
nama Ari Suryono tidak ada dalam daftar penumpang pesawat yang membawa
rombongan KPK beserta mereka yang ditangkap terbang ke Jakarta.

Ari dinyatakan tidak terkait dengan OTT
tersebut. ”Tidak terbukti, disuruh kembali,” ungkap sumber Jawa Pos kemarin.
Ari dikabarkan pulang ke rumahnya, Perumahan Sekardangan Indah, Rabu dini hari
(8/1) atau menjelang Subuh.

Kemarin Jawa Pos mendatangi
rumah Ari sekitar pukul 13.00. Rumahnya tertutup rapat. Pagar berwarna putih
digembok. Suasananya sepi. Tidak ada jawaban apa pun saat diucapkan salam.

Sementara itu, kemarin pagi petugas KPK masih
berada di sekitar kantor Pemkab Sidoarjo. Mereka melakukan pengawasan. Tapi,
tidak ada pergerakan pengamanan. Baik terhadap orang maupun barang bukti
dokumen.

Namun, KPK menyegel ruang arsip Layanan
Pengadaan secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sidoarjo. Ruang itu ditulisi Dalam
Pengawasan KPK. Meski begitu, para pegawai LPSE tetap bekerja seperti biasa.
”Ruang pelayanan, ruang pegawai, masih beroperasi seperti biasa. Kami juga
bekerja seperti biasa,” kata Aris, salah seorang pegawai LPSE.

Pada bagian lain, Gubernur Jawa Timur (Jatim)
Khofifah Indar Parawansa ingin menjaga akuntabilitas di internal aparatur sipil
negara (ASN). Karena itu, dia mengumpulkan seluruh kepala daerah se-Jatim di
Surabaya hari ini. Menurut rencana, mereka mendapat pencerahan dari Ketua KPK
Firli Bahuri.(jpc)

Saiful Ilah harus melepas jabatannya sebagai
bupati Sidoarjo lebih cepat. Dia dipastikan akan dinonaktifkan seiring dengan
penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.

Saiful ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus penerimaan suap empat proyek infrastruktur di Kota Delta.

Berdasar temuan KPK, bupati Sidoarjo dua
periode itu menerima uang Rp 550 juta. Uang suap tersebut diberikan dua kali.

Selain Saiful, lima orang lain juga ditetapkan
sebagai tersangka. Tiga orang berasal dari lingkungan pemkab. Mereka adalah
Sunarti Setyaningsih (kepala dinas pekerjaan umum, bina marga, dan sumber daya
air), Judi Tetrahastoto (pejabat pembuat komitmen dinas PUB MSDA), serta
Sanadjihitu Sangadji (Kabag unit layanan pengadaan). Dua lainnya adalah
kontraktor, yaitu Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi.

Komisioner KPK Alexander Marwata menuturkan,
total ada empat proyek yang masuk dalam penyidikan KPK. Yakni, proyek
pembangunan wisma atlet, pembangunan Pasar Porong, proyek jalan Candi–Prasung,
serta peningkatan Afvoer Karang Pucang, Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran.

Dia menyebutkan, infrastruktur masih menjadi
lahan basah tindak pidana korupsi. Ditambah, Saiful telah dua periode menjabat
bupati. ’’Apakah pada sebelum-sebelumnya bupati itu juga mendapat fee, nanti
kami dalami,’’ tegasnya di gedung KPK tadi malam.

KPK juga akan mendalami kemungkinan untuk
menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). ’’Sementara ini belum
sampai TPPU. Tapi, tidak menutup kemungkinan, dilihat dari harta kekayaan jika
tidak sesuai, kami akan menerapkan TPPU,’’ katanya.

Setelah menjalani pemeriksaan di KPK, Saiful
Ilah bersama lima tersangka lain ditahan.

Saiful ditangkap tim penindakan KPK di Pendapa
Delta Wibawa Sidoarjo, Selasa (7/1). KPK menangkap Saiful bersama ajudannya,
Budiman. Satu tas ransel berisi uang pecahan Rp 100 ribu sejumlah total Rp 350
juta diamankan.

Saat itu KPK juga membawa beberapa orang lain
ke Mapolda Jatim untuk menjalani pemeriksaan. Dari lingkungan Pemkab Sidoarjo,
ada nama Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, dan Novianto (Kasubbag
protokol).

Kemudian, dari pihak swasta, ada Ibnu Ghofur,
Totok Sumedi, dan Iwan. Ada pula dua staf Ibnu, yakni Siti Nur Findiyah dan
Suparni. ’’IGR (Ibnu) adalah salah satu kontraktor yang mengikuti pengadaan
proyek-proyek tersebut,’’ ungkap Alexander.

Dari penyidikan, Ibnu diketahui meminta kepada
Saiful untuk memenangkan proyek infrastruktur di Sidoarjo. Khususnya,
pembangunan jalan Candi-Prasung. Hingga kemudian diketahui, akhirnya, Ibnu
mendapatkan empat proyek yang menjadi kasus yang saat ini disidik KPK.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp
1,8 miliar. Perinciannya, Rp 350 juta diamankan bersama Saiful; Rp 225 juta
dari Kadis PUBMSDA; Rp 229,3 juta dari pejabat pembuat komitmen; serta Rp 750
juta dari staf Ibnu.

Alexander Marwata menjelaskan, pihaknya
menyelidiki kasus dugaan penerimaan suap tersebut berdasar keterangan dari
informan. ’’Informan itu adalah orang dalam sendiri di kabupaten dan kami
komunikasi dengan informan tersebut,’’ ujarnya. Proses penyelidikan berlangsung
lebih dari enam bulan, bahkan hampir setahun.

Baca Juga :  AKP Mahmud Akui Ganti Pelat Mobil yang Digunakan Saat Lakalantas

Selama penyelidikan, tim KPK memantau Saiful.
Termasuk saat dia berkunjung ke Padang beberapa waktu lalu. ’’Kami ikuti sampai
ke Surabaya. Satu pesawat bahkan, kami ikut,’’ lanjutnya.

Selain dari informan, informasi diperoleh dari
percakapan yang bersangkutan. Dari berbagai informasi itulah, KPK mendapatkan
kepastian bahwa akan ada transaksi. Bakal ada pemberian uang terkait
pelaksanaan proyek-proyek di Kabupaten Sidoarjo.

Alex yakin penyidikan akan berkembang. Sebab,
umumnya, ketika pengusaha memberikan uang, bahkan ULP juga menerima. Artinya,
memang ada pengaturan lelang. Ketika diatur, lelang itu sudah bisa dipastikan
tidak berjalan dengan fair.

Sprindik untuk Saiful ditandatangani pimpinan
KPK lama menjelang masa jabatan berakhir. Karena masa berlakunya satu bulan,
sprindik itu tidak kedaluwarsa.

Saat hendak dibawa ke Jakarta setelah
menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim kemarin pagi, Saiful Ilah memilih
menghindari pertanyaan seputar penangkapannya. Dia mengaku tidak tahu soal
kasus yang membuatnya terjaring OTT KPK. ”Sehat. Aku dewe gak eruh kok (Saya
sendiri tidak tahu kok, Red)” katanya.

Pria 70 tahun itu sebelumnya diperiksa delapan
jam di Subdit III Ditreskrimsus Polda Jatim. Saiful hanya melambaikan tangan
dan botol minum yang dipegangnya saat berjalan masuk ke bus.

Selain Saiful, tampak lima orang lainnya.
Mereka menutupi wajah dengan tangan. Mereka antara lain adalah Budiman selaku
ajudan protokoler Diskominfo Sidoarjo dan R Novianto Koesno selaku ajudan
bupati. Lalu Ghofur (kontraktor proyek) dan Judi Tetrahastoto. Mereka dibawa ke
Jakarta dengan pesawat dari Terminal 2 Juanda.

Mulai Disidik KPK Lama

Menurut informasi yang dihimpun koran ini,
penyelidikan dugaan rasuah di Sidoarjo dilakukan sejak pertengahan tahun lalu.
Rangkaian prosesnya, termasuk penyadapan, dimulai pada era pimpinan KPK Agus
Rahardjo cs. Belum ada dewan pengawas (dewas) yang memberikan rekomendasi
penyadapan sebagaimana diatur dalam UU KPK hasil revisi.

Komisioner KPK Alexander Marwata mengakui
bahwa OTT perdana di awal tahun itu belum melalui persetujuan dewas untuk
penyadapannya. ”Penyadapannya sebelum pelantikan dewan pengawas. Informasinya
yang sebelumnya sudah lama,” jelasnya ketika ditemui saat berkunjung ke
Kejaksaan Agung kemarin.

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Harjono
membenarkan bahwa tidak ada permintaan izin penyadapan maupun OTT dalam kasus
bupati Sidoarjo. Kendati demikian, dewas tak mempersalahkan karena kasus itu
diselidiki sejak era kepemimpinan KPK sebelumnya. ’’Tidak (ada izin ke dewas).
Sebab, itu (penyadapan, Red) masih berlaku aturan lama,’’ tutur Harjono kepada
Jawa Pos kemarin.

Agus Rahardjo, mantan ketua KPK, juga
menegaskan bahwa kasus tersebut ditangani sejak dirinya duduk sebagai pimpinan
KPK. ’’Sprinlid (surat perintah penyelidikan) dan spindap (surat perintah
penyadapan) sudah agak lama, sebelum kami pensiun. Sudah nggak ingat
tanggalnya, tapi betul saat masih (berlaku) UU 30/2002,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Bisnis Sabu, Sumi Ditangkap Digelandang dari Barak

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD
menyatakan, OTT terhadap bupati Sidoarjo membuktikan bahwa UU KPK yang baru
tidak lantas melemahkan penindakan terhadap koruptor. ”Berarti tidak ada yang
berubah drastis dari berlakunya UU itu,” katanya.

Pengganti Saiful Ilah

Sementara itu, Plt Dirjen Otonomi Daerah
Kemendagri Akmal Malik menyatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus bupati
Sidoarjo kepada penegak hukum. Pihaknya sudah terlampau sering mengingatkan
kepala daerah untuk menjauhi area rawan korupsi.

Pada prinsipnya, lanjut Akmal, tugas
Kemendagri saat ini ialah memastikan tidak ada kekosongan kepemimpinan di
Sidoarjo. Pihaknya masih menunggu kejelasan status Saiful Ilah.

Prosedurnya, ketika tidak bisa melaksanakan
tugasnya karena ditahan penegak hukum, seorang kepala daerah akan
dinonaktifkan. Begitu pula halnya dalam kasus Saiful. Bila Saiful pada akhirnya
mengenakan rompi oranye, pihaknya akan langsung menonaktifkan dia sebagai
bupati. ”Lalu kami langsung tunjuk wakil bupati Sidoarjo sebagai Plt,”
lanjutnya.

Kepala DPMPTSP Dipulangkan

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Ari Suryono turut diamankan tim KPK pada Selasa
petang (7/1). Dia juga sempat menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim. Namun,
nama Ari Suryono tidak ada dalam daftar penumpang pesawat yang membawa
rombongan KPK beserta mereka yang ditangkap terbang ke Jakarta.

Ari dinyatakan tidak terkait dengan OTT
tersebut. ”Tidak terbukti, disuruh kembali,” ungkap sumber Jawa Pos kemarin.
Ari dikabarkan pulang ke rumahnya, Perumahan Sekardangan Indah, Rabu dini hari
(8/1) atau menjelang Subuh.

Kemarin Jawa Pos mendatangi
rumah Ari sekitar pukul 13.00. Rumahnya tertutup rapat. Pagar berwarna putih
digembok. Suasananya sepi. Tidak ada jawaban apa pun saat diucapkan salam.

Sementara itu, kemarin pagi petugas KPK masih
berada di sekitar kantor Pemkab Sidoarjo. Mereka melakukan pengawasan. Tapi,
tidak ada pergerakan pengamanan. Baik terhadap orang maupun barang bukti
dokumen.

Namun, KPK menyegel ruang arsip Layanan
Pengadaan secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sidoarjo. Ruang itu ditulisi Dalam
Pengawasan KPK. Meski begitu, para pegawai LPSE tetap bekerja seperti biasa.
”Ruang pelayanan, ruang pegawai, masih beroperasi seperti biasa. Kami juga
bekerja seperti biasa,” kata Aris, salah seorang pegawai LPSE.

Pada bagian lain, Gubernur Jawa Timur (Jatim)
Khofifah Indar Parawansa ingin menjaga akuntabilitas di internal aparatur sipil
negara (ASN). Karena itu, dia mengumpulkan seluruh kepala daerah se-Jatim di
Surabaya hari ini. Menurut rencana, mereka mendapat pencerahan dari Ketua KPK
Firli Bahuri.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru