28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

274 Napi Menunggu Dieksekusi Mati

JAKARTA – Kejaksaan Agung sepanjang tahun 2019 absen
mengeksekusi terpidana mati yang status hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap
atau inkracht. Hingga saat ini, terdapat 274 terpidana mati dari berbagai
tindak pidana. Mereka berada di sejumlah lembaga pemasyarakatan di seluruh
Indonesia.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad
mengatakan pelaksanaan eksekusi mati sering dilema. Karena ada yang menganggap
eksekusi mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun pada sisi lain
dalam hukum positif Indonesia mengatur sanksi hukuman mati. “Sehingga harus ada
vonis tersebut. Namun eksekusinya tidak efektif dan efisien,” kata Suparji kepada
FIN, di Jakarta, Rabu (1/1).

Selain akibat pro dan kontra tersebut, lanjut Suparji, juga diakibatkan
karena adanya upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK). “Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka hakim ketika memutuskan dengan keyakinan
dan alat bukti bahwa vonis yang tepat adalah hukuman mati,” jelasnya.

Baca Juga :  Virtual Police Tak Akan Sadap Pesan WA, Kabag Penum: Itu Area Privat

Suparji meminta Kejaksaan untuk melakukan elsekusi terhadap terpidana mati
yang sudah inkracht. ” Jika sudah inkracht dan tidak mengajukan PK hendaknya
dilakukan eksekusi supaya ada kepastian hukum,” tutupnya.

Sementara, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Ali Mukartono
mengatakan kejaksaan berkomitmen melakukan eksekusi mati terhadap terpidana
mati. “Kita berkomitmen yang sudah bisa kita laksanakan akan diinventarisir
lebih lanjut,” katanya.

Namun, kata Ali Mukartono, putusan inkracht tidak dapat langsung
dieksekusi. Terutama untuk jenis hukuman mati. Karena dalam Undang Undang Grasi
disebutkan bahwa permohonan grasi menunda eksekusi. Lalu ada putusan Mk yang
mencabut terkait pasal 268 ayat 1 yang menyebut peninjauan kembali hanya
dilakukan satu kali. Artinya PK bisa berkali-kali. Selain itu ada juga kendala soal
pengajuan grasi tidak adanya batasan.

Baca Juga :  Oknum DPRD Kapuas Konsumsi Narkoba Sejak 2014, Alasannya Bikin Geleng-

“Ini mengapa belum bisa terlaksananya hukuman mati. Karena ada hak hak
hukum yang belum selesai,” ucapnya.

Dari data yang ada, kata Ali, terdapat 274 terpidana mati belum dieksekusi
mati. Dari inventarisir Kejaksaan tercatat 68 terpidana mati kasus pembunuhan,
90 terpidana anti kasus narkotika, 8 kasus perampokan, 1 kasus terorisme, 1
kasus pencurian, 1 kasus kesulitan dan 105 ataa pidana lainnya.

Dari 274 orang itu, 26 di antaranya menghuni LP di Jakarta. Selain pidana
mati, di Jakarta juga ada 96 orang yang dipidana seumur hidup. Dari 96 orang
tersebut sebanyak 77 orang di tempatkan di LP Cipinang, di Lapas Salemba ada 1
orang, di LP Narkotika ada 14 orang. Yang masih di rutan ada 3 orang. Serta ada
1 perempuan di LP Perempuan Pondok Bambu. (lan/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Kejaksaan Agung sepanjang tahun 2019 absen
mengeksekusi terpidana mati yang status hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap
atau inkracht. Hingga saat ini, terdapat 274 terpidana mati dari berbagai
tindak pidana. Mereka berada di sejumlah lembaga pemasyarakatan di seluruh
Indonesia.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad
mengatakan pelaksanaan eksekusi mati sering dilema. Karena ada yang menganggap
eksekusi mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun pada sisi lain
dalam hukum positif Indonesia mengatur sanksi hukuman mati. “Sehingga harus ada
vonis tersebut. Namun eksekusinya tidak efektif dan efisien,” kata Suparji kepada
FIN, di Jakarta, Rabu (1/1).

Selain akibat pro dan kontra tersebut, lanjut Suparji, juga diakibatkan
karena adanya upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK). “Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka hakim ketika memutuskan dengan keyakinan
dan alat bukti bahwa vonis yang tepat adalah hukuman mati,” jelasnya.

Baca Juga :  Virtual Police Tak Akan Sadap Pesan WA, Kabag Penum: Itu Area Privat

Suparji meminta Kejaksaan untuk melakukan elsekusi terhadap terpidana mati
yang sudah inkracht. ” Jika sudah inkracht dan tidak mengajukan PK hendaknya
dilakukan eksekusi supaya ada kepastian hukum,” tutupnya.

Sementara, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Ali Mukartono
mengatakan kejaksaan berkomitmen melakukan eksekusi mati terhadap terpidana
mati. “Kita berkomitmen yang sudah bisa kita laksanakan akan diinventarisir
lebih lanjut,” katanya.

Namun, kata Ali Mukartono, putusan inkracht tidak dapat langsung
dieksekusi. Terutama untuk jenis hukuman mati. Karena dalam Undang Undang Grasi
disebutkan bahwa permohonan grasi menunda eksekusi. Lalu ada putusan Mk yang
mencabut terkait pasal 268 ayat 1 yang menyebut peninjauan kembali hanya
dilakukan satu kali. Artinya PK bisa berkali-kali. Selain itu ada juga kendala soal
pengajuan grasi tidak adanya batasan.

Baca Juga :  Oknum DPRD Kapuas Konsumsi Narkoba Sejak 2014, Alasannya Bikin Geleng-

“Ini mengapa belum bisa terlaksananya hukuman mati. Karena ada hak hak
hukum yang belum selesai,” ucapnya.

Dari data yang ada, kata Ali, terdapat 274 terpidana mati belum dieksekusi
mati. Dari inventarisir Kejaksaan tercatat 68 terpidana mati kasus pembunuhan,
90 terpidana anti kasus narkotika, 8 kasus perampokan, 1 kasus terorisme, 1
kasus pencurian, 1 kasus kesulitan dan 105 ataa pidana lainnya.

Dari 274 orang itu, 26 di antaranya menghuni LP di Jakarta. Selain pidana
mati, di Jakarta juga ada 96 orang yang dipidana seumur hidup. Dari 96 orang
tersebut sebanyak 77 orang di tempatkan di LP Cipinang, di Lapas Salemba ada 1
orang, di LP Narkotika ada 14 orang. Yang masih di rutan ada 3 orang. Serta ada
1 perempuan di LP Perempuan Pondok Bambu. (lan/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru