26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pernikahan Dini pada Masa Pandemi

PERNIKAHAN atau perkawinan merupakan salah satu proses dalam perjalanan hidup manusia. Sebagai mahkluk sosial, tentunya manusia memerlukan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Pernikahan seringkali diartikan suatu tanda keseriusan pasangan dalam menjalin hubungan. Memiliki hubungan pernikahan yang baik dan bahagia tentu menjadi impian setiap pasangan. Namun apa jadinya jika pernikahan terjadi dalam usia yang sangat muda (belia).

Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi dimana salah satu pasangan memiliki usia di bawah 18 tahun. Pembatasan dalam angka 18 ini sesuai dengan batas usia perlindungan anak yang ditetapkan dalam Konvensi Hak-Hak Anak Internasional (Convention on the Rights of the Child) pada tahun 1989. Jika kita menilik pada dampak yang ditimbulkan maka cukup banyak dampak negatif dari pernikahan dini, di antaranya adalah kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi,  berisiko tinggi untuk melahirkan anak dalam keadaan premature dan stunting, selain itu juga memiliki risiko tinggi terjadi kematian ibu dan bayi dalam proses persalinan.

Pemerintah telah membuat peraturan tentang pernikahan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Meskipun demikian, masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur tersebut.

Baca Juga :  Moderasi Beragama untuk Milenial

Caranya orang tua pihak pria dan/atau wanita meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung.

Mengutip dari katadata.co.id, pada masa pandemi covid-19 ini terjadi peningkatan pernikahan dini. Hal itu didasari dari catatan permohonan dispensasi pernikahandi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang mengalami kenaikan. Pada tahun 2019 terdapat 23.700 permohonan dispensasisedangkan pada pada tahun 2020 terdapat 65.302 permohonan dispensasi pernikahan.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik dalam publikasi Statistik Pemuda Indonesia 2020, sebanyak 21,84 persen pemuda Indonesia melakukan perkawinan pertama di bawah umur 19 tahun. Jika dibandingkan, pemuda perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun jauh lebih banyak dari pemuda pria, dimana sekitar 30,57 persen pemuda perempuan menikah di bawah usia 19 tahun sedangkan pemuda pria sebanyak 6,74 persen.

Peningkatan pernikahan dini di masa pandemi ini dikarenakan penurunan ekonomi masyarakat dan masih kentalnya pandangan bahwa perempuan merupakan beban ekonomi. Sehingga dengan menikahkan anak perempuannya juga berarti mengurangi beban ekonomi keluarga.

Baca Juga :  Mencermati Investasi Aset Kripto

Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti dkk pada tahun 2019 yang berjudul analisis faktor penyebab dan dampak pernikahan dini di Kecamatan Kandis Kabupaten Siak dimana faktor yang yang mendorong terjadinya pernikahan dini ialah faktor ekonomi, tingkat pendidikan yang kurang, faktor Individu, pengaruh media massa, orang tua/lingkungan dan kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan di luar nikah.

Pernikahan sejatinya bukan jalan untuk lari dari masalah baik finansial maupun non-finansial. Pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan dimana perlu banyak kesiapan dalam menjalaninya baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu melakukan pernikahan pada usia belia sangat tidak disarankan. Saat menikah diusia belia dikhawatirkan remaja masih belum memiliki mental yang baik/stabil, sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam mengarungi bahtera rumah tangga. (*)

(Dedy Hidayat, SST. Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik Kabupaten Murung Raya)

PERNIKAHAN atau perkawinan merupakan salah satu proses dalam perjalanan hidup manusia. Sebagai mahkluk sosial, tentunya manusia memerlukan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Pernikahan seringkali diartikan suatu tanda keseriusan pasangan dalam menjalin hubungan. Memiliki hubungan pernikahan yang baik dan bahagia tentu menjadi impian setiap pasangan. Namun apa jadinya jika pernikahan terjadi dalam usia yang sangat muda (belia).

Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi dimana salah satu pasangan memiliki usia di bawah 18 tahun. Pembatasan dalam angka 18 ini sesuai dengan batas usia perlindungan anak yang ditetapkan dalam Konvensi Hak-Hak Anak Internasional (Convention on the Rights of the Child) pada tahun 1989. Jika kita menilik pada dampak yang ditimbulkan maka cukup banyak dampak negatif dari pernikahan dini, di antaranya adalah kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi,  berisiko tinggi untuk melahirkan anak dalam keadaan premature dan stunting, selain itu juga memiliki risiko tinggi terjadi kematian ibu dan bayi dalam proses persalinan.

Pemerintah telah membuat peraturan tentang pernikahan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Meskipun demikian, masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur tersebut.

Baca Juga :  Moderasi Beragama untuk Milenial

Caranya orang tua pihak pria dan/atau wanita meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung.

Mengutip dari katadata.co.id, pada masa pandemi covid-19 ini terjadi peningkatan pernikahan dini. Hal itu didasari dari catatan permohonan dispensasi pernikahandi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang mengalami kenaikan. Pada tahun 2019 terdapat 23.700 permohonan dispensasisedangkan pada pada tahun 2020 terdapat 65.302 permohonan dispensasi pernikahan.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik dalam publikasi Statistik Pemuda Indonesia 2020, sebanyak 21,84 persen pemuda Indonesia melakukan perkawinan pertama di bawah umur 19 tahun. Jika dibandingkan, pemuda perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun jauh lebih banyak dari pemuda pria, dimana sekitar 30,57 persen pemuda perempuan menikah di bawah usia 19 tahun sedangkan pemuda pria sebanyak 6,74 persen.

Peningkatan pernikahan dini di masa pandemi ini dikarenakan penurunan ekonomi masyarakat dan masih kentalnya pandangan bahwa perempuan merupakan beban ekonomi. Sehingga dengan menikahkan anak perempuannya juga berarti mengurangi beban ekonomi keluarga.

Baca Juga :  Mencermati Investasi Aset Kripto

Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti dkk pada tahun 2019 yang berjudul analisis faktor penyebab dan dampak pernikahan dini di Kecamatan Kandis Kabupaten Siak dimana faktor yang yang mendorong terjadinya pernikahan dini ialah faktor ekonomi, tingkat pendidikan yang kurang, faktor Individu, pengaruh media massa, orang tua/lingkungan dan kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan di luar nikah.

Pernikahan sejatinya bukan jalan untuk lari dari masalah baik finansial maupun non-finansial. Pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan dimana perlu banyak kesiapan dalam menjalaninya baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu melakukan pernikahan pada usia belia sangat tidak disarankan. Saat menikah diusia belia dikhawatirkan remaja masih belum memiliki mental yang baik/stabil, sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam mengarungi bahtera rumah tangga. (*)

(Dedy Hidayat, SST. Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik Kabupaten Murung Raya)

Terpopuler

Artikel Terbaru