26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Yusril Sebut Presiden Punya Hak Melakukan Kampanye, Tak Perlu Izin Dahulu

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh berpihak dan melakukan kampanye, menjadi perhatian publik. Pernyataan tersebut banyak menuai pro kontra.

Mengenai hal itu, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ikut memberikan komentar. Dikutip JawaPos.com dari akun Instagram @yusrilihzahmahd mengungkapkan, presiden memiliki kesempatan untuk kampanye atas dasar Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

Menurut Yusril untuk masalah itu harus melihat kepada hukum yang berlaku mengenai pemilu. Sebab, di sana tercatat bahwa presiden memiliki kesempatan untuk melaksanakan kampanye pilpres dan pileg itu berdasar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

”Kita harus melihat hukum positif yang berlaku sekarang terkait dengan pemilu, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 yang memberikan kesempatan kampanye baik pilpres maupun pileg jadi sesuatu yang didasarkan pada UUD 1945. Karena UUD 45, presiden itu boleh dua periode,” ungkap Yusril.

Yusril heran dan mempertanyakan ketika presiden boleh dua periode, tapi dilarang kampanye.

Baca Juga :  ICMI Usulkan 7 Langkah Pencegahan dan Mitigasi Omicron

”Ketika calon lain melakukan kampanye tapi incumbent tidak boleh kampanye, itu bagaimana,” ucap Yusril.

”Kalau periode pertama dia maju, periode kedua kan mau tidak mau dia harus kampanye. Kalau dilarang kampanye gimana caranya? Sementara calon-calon lain boleh kampanye, sementara presiden incumbent nggak boleh kampanye,” tanya Yusril.

”Nggak ada ketentuannya seberapa lama dia mau cuti tergantung dari maunya presiden seperti halnya para menteri yang melaksanakan kampanye. Boleh aja, nggak ada batasan,” jelas Yusril.

Banyak yang menilai berkaitan dengan keberpihakan dan keterlibatan presiden merupakan hal yang tidak etis, tidak adil ketika presiden ikut terlibat. Meskipun keterlibatan presiden melakukan kampanye memiliki landasan konstitusi yang jelas.

Mengenai hukum yang mengatur presiden melakukan kampanye dianggap tidak adil, Yusril menyarankan untuk diubah UU tersebut. Atau bila perlu lakukan amandemen UUD 45.

”Kalau itu nggak adil, nggak boleh, itu nggak etis, ya silakan saja ubah UU Pemilu, kalau perlu amandemen UUD 45,” kata Yusril.

Baca Juga :  Awas! Merusak APK Caleg Bisa Dipidana Loh

”Sekarang sudah ada yang mengajukan uji materiil terhadap pasal yang memperboleh presiden kampanye ke MK. Kita tunggu saja seperti apa hasil dari putusan MK,” ucap Yusril.

Selain itu, ketika Presiden Jokowi hendak melaksanakan kampanye itu tidak perlu izin terlebih dahulu. Presiden hanya perlu mengeluarkan keputusan presiden (Kepres) sebagai landasan tugas untuk wakil presiden.

”Cuti ini gimana caranya? Berarti nanti Pak Jokowi minta izin kepada dirinya sendiri? Itu nggak perlu,” kata Yusril.

”Presiden hanya perlu mengeluarkan kepres menugaskan wakil presiden melaksanakan tugas-tugas presiden sehari-hari karena presiden melakukan kampanye. Jadi persoalannya selesai,” lanjut dia.

Bahkan menurut Yusril, presiden juga tidak dibatasi untuk berapa lama cuti untuk melakukan kampanye. Hal itu kembali kepada keinginan presiden. Seperti halnya juga para menteri tidak ada ketentuan yang mengatur berapa lama melaksanakan kampanye, sehingga presiden juga boleh melakukan kampanye.(JPC)

 

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh berpihak dan melakukan kampanye, menjadi perhatian publik. Pernyataan tersebut banyak menuai pro kontra.

Mengenai hal itu, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ikut memberikan komentar. Dikutip JawaPos.com dari akun Instagram @yusrilihzahmahd mengungkapkan, presiden memiliki kesempatan untuk kampanye atas dasar Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

Menurut Yusril untuk masalah itu harus melihat kepada hukum yang berlaku mengenai pemilu. Sebab, di sana tercatat bahwa presiden memiliki kesempatan untuk melaksanakan kampanye pilpres dan pileg itu berdasar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

”Kita harus melihat hukum positif yang berlaku sekarang terkait dengan pemilu, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 yang memberikan kesempatan kampanye baik pilpres maupun pileg jadi sesuatu yang didasarkan pada UUD 1945. Karena UUD 45, presiden itu boleh dua periode,” ungkap Yusril.

Yusril heran dan mempertanyakan ketika presiden boleh dua periode, tapi dilarang kampanye.

Baca Juga :  ICMI Usulkan 7 Langkah Pencegahan dan Mitigasi Omicron

”Ketika calon lain melakukan kampanye tapi incumbent tidak boleh kampanye, itu bagaimana,” ucap Yusril.

”Kalau periode pertama dia maju, periode kedua kan mau tidak mau dia harus kampanye. Kalau dilarang kampanye gimana caranya? Sementara calon-calon lain boleh kampanye, sementara presiden incumbent nggak boleh kampanye,” tanya Yusril.

”Nggak ada ketentuannya seberapa lama dia mau cuti tergantung dari maunya presiden seperti halnya para menteri yang melaksanakan kampanye. Boleh aja, nggak ada batasan,” jelas Yusril.

Banyak yang menilai berkaitan dengan keberpihakan dan keterlibatan presiden merupakan hal yang tidak etis, tidak adil ketika presiden ikut terlibat. Meskipun keterlibatan presiden melakukan kampanye memiliki landasan konstitusi yang jelas.

Mengenai hukum yang mengatur presiden melakukan kampanye dianggap tidak adil, Yusril menyarankan untuk diubah UU tersebut. Atau bila perlu lakukan amandemen UUD 45.

”Kalau itu nggak adil, nggak boleh, itu nggak etis, ya silakan saja ubah UU Pemilu, kalau perlu amandemen UUD 45,” kata Yusril.

Baca Juga :  Awas! Merusak APK Caleg Bisa Dipidana Loh

”Sekarang sudah ada yang mengajukan uji materiil terhadap pasal yang memperboleh presiden kampanye ke MK. Kita tunggu saja seperti apa hasil dari putusan MK,” ucap Yusril.

Selain itu, ketika Presiden Jokowi hendak melaksanakan kampanye itu tidak perlu izin terlebih dahulu. Presiden hanya perlu mengeluarkan keputusan presiden (Kepres) sebagai landasan tugas untuk wakil presiden.

”Cuti ini gimana caranya? Berarti nanti Pak Jokowi minta izin kepada dirinya sendiri? Itu nggak perlu,” kata Yusril.

”Presiden hanya perlu mengeluarkan kepres menugaskan wakil presiden melaksanakan tugas-tugas presiden sehari-hari karena presiden melakukan kampanye. Jadi persoalannya selesai,” lanjut dia.

Bahkan menurut Yusril, presiden juga tidak dibatasi untuk berapa lama cuti untuk melakukan kampanye. Hal itu kembali kepada keinginan presiden. Seperti halnya juga para menteri tidak ada ketentuan yang mengatur berapa lama melaksanakan kampanye, sehingga presiden juga boleh melakukan kampanye.(JPC)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru