26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Info Penting! Ini Penjelasan Menpan RB soal Penghapusan Honorer

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi
Birokrasi (Kemenpan-RB) akhirnya angkat bicara terkait gonjang-ganjing
penghapusan tenaga honorer.

Kemenpan-RB memastikan
penghapusan tenaga honorer Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya berlaku di tingkat
pusat atau kementerian. Pemerintah daerah diperkenankan untuk tetap menggunakan
jasa honorer untuk memenuhi kebutuhan kerja yang bersifat urgen.

“Salah persepsi. Pemerintah pusat
tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah selain ASN. Tenaga honorer
sebenarnya masih dibutuhkan oleh daerah, nah itu urusan daerah kami serahkan ke
daerah. Berdasarkan undang-undang bahwa tenaga pusat hanya ada ASN dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) ke depan,” terang Menpan-RB Tjahjo
Kumolo, Minggu (26/1).

Berdasarkan data Kemenpan RB,
terdapat 118.000 pegawai di ibu kota dan hanya 16 persen yang akan pensiun pada
2023. Selebihnya khusus ASN dan P3K akan dipindahkan ke ibu kota baru. ”Itu pun
masih kita beri tenggang waktu tiga tahun. Sekarang ini kami sedang
menerapkannya, belum selesai semua,” terang Tjahjo.

Meski muncul kelonggaran, Tjahjo
meminta kepada pemerintah daerah agar menyiapkan pos anggaran jika ingin
melakukan perekrutan tenaga honor, sebab terkait hal ini dibutuhkan penataan
yang baik. “Misalnya untuk tenaga honor untuk kebersihan, maka disiapkan posnya,
anggarannya berapa. Karena kepala daerah butuh orang juga, ASN masih kurang di
daerah, yang penting ke depan kan harus ditata dengan baik,” jelasnya.

Selain itu, Kemenpan-RB juga
memberikan kesempatan satu kali bagi seluruh tenaga honorer untuk mengikuti
seleksi CPNS dengan beberapa tahapan. Untuk honorer yang tidak lulus maka
kembali digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR) masing-masing daerahnya,
tentu harus melalui berbagai tahapan. ”Seperti saya sampaikan tadi, semuanya
belum selesai. Belum selesainya bukan karena masalahnya tidak cepat tetapi
memang itu kompleks,” terangnya.

Pemerintah pusat, sambung dia,
telah memberi batas waktu hingga lima tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 49
Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
diundangkan. Berdasarkan Pasal 96 PP 49/2018, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai
non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

“PPPK dan pejabat lain yang
mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN
dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” timpal Tjahjo.

Baca Juga :  Pelanggar Protokol Covid-19 Siap-siap Dipenjara, Polisi Akan Gunakan K

Maka, status kepegawaian pada
instansi pemerintah hanya dua, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan PPPK. Kendati,
ada masa transisi yang diberikan bagi pegawai non-ASN yang berada di kantor
pemerintah diberikan selama lima tahun.Justru, pemerintah ingin mengatur
proporsi ASN di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang karena
masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak
1,6 juta dari total jumlah ASN yang mencapai 4.286.918 orang.

Sedangkan, dalam mewujudkan Visi
Indonesia Maju, pemerintah memerlukan SDM berkeahlian. “Rata-rata komposisi ASN
di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif.
Karenanya, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar didominasi jabatan
fungsional teknis berkeahlian sebagaimana Visi Indonesia Maju,” kata dia.

Untuk diketahui, seleksi Tenaga
Honorer dilakukan sejak 2013 terhadap 648.462 THK-II dan yang berhasil lulus
sebanyak 209.872 THK-II dan yang tidak lulus sebanyak 438.590. Dari 108.109
orang atau sekitar 52 persen dari yang lulus merupakan Guru.

Jika dihitung pada kurun waktu
2005-2014, pemerintah telah mengangkat sebanyak 860.220 Tenaga Honorer
Kategori-I (THK-I) dan 209.872 THK-II, maka total tenaga honorer yang telah
diangkat sebanyak 1.070.092 orang atau sepertiga jumlah total ASN nasional.

Terhadap eks THK-II yang tidak
lulus seleksi berjumlah 438.590 orang diberi kesempatan mengikuti penerimaan
Calon PNS tahun 2018 melalui formasi khusus Guru dan Tenaga Kesehatan bagi yang
masih memenuhi persyaratan usia di bawah 35 tahun dan memenuhi kualifikasi
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan
Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan) sesuai kebutuhan organisasi.

Bagi eks THK-II yang berusia di
atas 35 tahun dan memenuhi persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk
Guru, tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka
pemerintah juga melakukan seleksi PPPK akhir bulan Januari 2019 sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Hasil seleksi
PPPK untuk tenaga guru lulus sebanyak 34.954, tenaga kesehatan lulus sebanyak
1.792, penyuluh pertanian lulus sebanyak 11.670.

Sebelumnya, Komisi II DPR,
Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk secara bertahap
menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer. Wakil Ketua Komisi II
DPR, Arwani Thomafi, menegaskan hasil Raker Komisi II DPR dengan Kementerian
PANRB pada Senin (20/1) bahwa saat ini instansi pemerintah tidak dibolehkan
lagi mengangkat tenaga honorer atau pegawai Non-ASN lainnya selain PNS dan
PPPK.

Baca Juga :  Pesawat Tempur TNI AU Jatuh Timpa Dua Rumah Warga

Hal itu menurut dia sesuai dengan
ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5/2014 tentang ASN yang disebutkan bahwa pegawai ASN
itu terdiri dari PNS dan PPPK. Politisi PPP itu menilai, terhadap tenaga
honorer yang masih ada sampai saat ini, Komisi II DPR mendesak kepada
pemerintah untuk menyelesaikan dengan tahapan dan peta jalan atau roadmap yang
lebih jelas.

“Mereka sudah mengabdi puluhan
tahun. Jadi tidak bisa disamakan dengan yang lainnya, harus ada kebijakan
khusus untuk mengakomodir mereka secara berkeadilan,” terang Anggota DPR Komisi
II Thomafi.

Ditambahkanya, Pemerintah dalam
Raker dengan Kementerian PANRB menyebut skema penyelesaian tenaga honorer
sampai tahun 2023. “Kami minta agar tahapan ini dilanjutkan secara lebih serius
sehingga semuanya nanti bisa beralih status baik sebagai PNS atau Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” imbuhnya.

Sementara Anggota Komisi II DPR
RI Sodik Mudjahid meminta pemerintah memprioritaskan tenaga honorer yang sudah
bekerja lama di kementerian/lembaga untuk diangkat menjadi PNS. “Komisi II DPR
RI memang meminta agar sisa tenaga honorer lama yang memenuhi syarat,
diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS,” kata Sodik.

Sodik mengatakan tidak ada aturan
yang mewajibkan penyesuaian status dari tenaga honorer menjadi PNS, namun itu
hanya harapan. Menurut dia, tenaga honorer dihapus karena lebih memberikan
kepastian kerja kepada honorer dan status honorer sering terkait dengan harapan
bisa diangkat jadi PNS padahal bisa jadi kualifikasinya tidak memadai dengan
kebutuhan PNS.

Politisi Partai Gerindra itu
mengatakan, sebagai pengganti tenaga honorer, yakni fungsi penyediaan lapangan
kerja, pemerintah masih menggunakan kebijakan antara lain menggunakan tenaga
kontrak seperti untuk cleaning service dan keamanan. “PPPK keamanan yaitu
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk kebutuhan dan kualifikasi
tertentu,” ujarnya. (fin/ful/nto)

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi
Birokrasi (Kemenpan-RB) akhirnya angkat bicara terkait gonjang-ganjing
penghapusan tenaga honorer.

Kemenpan-RB memastikan
penghapusan tenaga honorer Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya berlaku di tingkat
pusat atau kementerian. Pemerintah daerah diperkenankan untuk tetap menggunakan
jasa honorer untuk memenuhi kebutuhan kerja yang bersifat urgen.

“Salah persepsi. Pemerintah pusat
tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah selain ASN. Tenaga honorer
sebenarnya masih dibutuhkan oleh daerah, nah itu urusan daerah kami serahkan ke
daerah. Berdasarkan undang-undang bahwa tenaga pusat hanya ada ASN dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) ke depan,” terang Menpan-RB Tjahjo
Kumolo, Minggu (26/1).

Berdasarkan data Kemenpan RB,
terdapat 118.000 pegawai di ibu kota dan hanya 16 persen yang akan pensiun pada
2023. Selebihnya khusus ASN dan P3K akan dipindahkan ke ibu kota baru. ”Itu pun
masih kita beri tenggang waktu tiga tahun. Sekarang ini kami sedang
menerapkannya, belum selesai semua,” terang Tjahjo.

Meski muncul kelonggaran, Tjahjo
meminta kepada pemerintah daerah agar menyiapkan pos anggaran jika ingin
melakukan perekrutan tenaga honor, sebab terkait hal ini dibutuhkan penataan
yang baik. “Misalnya untuk tenaga honor untuk kebersihan, maka disiapkan posnya,
anggarannya berapa. Karena kepala daerah butuh orang juga, ASN masih kurang di
daerah, yang penting ke depan kan harus ditata dengan baik,” jelasnya.

Selain itu, Kemenpan-RB juga
memberikan kesempatan satu kali bagi seluruh tenaga honorer untuk mengikuti
seleksi CPNS dengan beberapa tahapan. Untuk honorer yang tidak lulus maka
kembali digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR) masing-masing daerahnya,
tentu harus melalui berbagai tahapan. ”Seperti saya sampaikan tadi, semuanya
belum selesai. Belum selesainya bukan karena masalahnya tidak cepat tetapi
memang itu kompleks,” terangnya.

Pemerintah pusat, sambung dia,
telah memberi batas waktu hingga lima tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 49
Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
diundangkan. Berdasarkan Pasal 96 PP 49/2018, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai
non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

“PPPK dan pejabat lain yang
mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN
dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” timpal Tjahjo.

Baca Juga :  Pelanggar Protokol Covid-19 Siap-siap Dipenjara, Polisi Akan Gunakan K

Maka, status kepegawaian pada
instansi pemerintah hanya dua, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan PPPK. Kendati,
ada masa transisi yang diberikan bagi pegawai non-ASN yang berada di kantor
pemerintah diberikan selama lima tahun.Justru, pemerintah ingin mengatur
proporsi ASN di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang karena
masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak
1,6 juta dari total jumlah ASN yang mencapai 4.286.918 orang.

Sedangkan, dalam mewujudkan Visi
Indonesia Maju, pemerintah memerlukan SDM berkeahlian. “Rata-rata komposisi ASN
di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif.
Karenanya, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar didominasi jabatan
fungsional teknis berkeahlian sebagaimana Visi Indonesia Maju,” kata dia.

Untuk diketahui, seleksi Tenaga
Honorer dilakukan sejak 2013 terhadap 648.462 THK-II dan yang berhasil lulus
sebanyak 209.872 THK-II dan yang tidak lulus sebanyak 438.590. Dari 108.109
orang atau sekitar 52 persen dari yang lulus merupakan Guru.

Jika dihitung pada kurun waktu
2005-2014, pemerintah telah mengangkat sebanyak 860.220 Tenaga Honorer
Kategori-I (THK-I) dan 209.872 THK-II, maka total tenaga honorer yang telah
diangkat sebanyak 1.070.092 orang atau sepertiga jumlah total ASN nasional.

Terhadap eks THK-II yang tidak
lulus seleksi berjumlah 438.590 orang diberi kesempatan mengikuti penerimaan
Calon PNS tahun 2018 melalui formasi khusus Guru dan Tenaga Kesehatan bagi yang
masih memenuhi persyaratan usia di bawah 35 tahun dan memenuhi kualifikasi
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan
Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan) sesuai kebutuhan organisasi.

Bagi eks THK-II yang berusia di
atas 35 tahun dan memenuhi persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk
Guru, tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka
pemerintah juga melakukan seleksi PPPK akhir bulan Januari 2019 sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Hasil seleksi
PPPK untuk tenaga guru lulus sebanyak 34.954, tenaga kesehatan lulus sebanyak
1.792, penyuluh pertanian lulus sebanyak 11.670.

Sebelumnya, Komisi II DPR,
Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk secara bertahap
menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer. Wakil Ketua Komisi II
DPR, Arwani Thomafi, menegaskan hasil Raker Komisi II DPR dengan Kementerian
PANRB pada Senin (20/1) bahwa saat ini instansi pemerintah tidak dibolehkan
lagi mengangkat tenaga honorer atau pegawai Non-ASN lainnya selain PNS dan
PPPK.

Baca Juga :  Pesawat Tempur TNI AU Jatuh Timpa Dua Rumah Warga

Hal itu menurut dia sesuai dengan
ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5/2014 tentang ASN yang disebutkan bahwa pegawai ASN
itu terdiri dari PNS dan PPPK. Politisi PPP itu menilai, terhadap tenaga
honorer yang masih ada sampai saat ini, Komisi II DPR mendesak kepada
pemerintah untuk menyelesaikan dengan tahapan dan peta jalan atau roadmap yang
lebih jelas.

“Mereka sudah mengabdi puluhan
tahun. Jadi tidak bisa disamakan dengan yang lainnya, harus ada kebijakan
khusus untuk mengakomodir mereka secara berkeadilan,” terang Anggota DPR Komisi
II Thomafi.

Ditambahkanya, Pemerintah dalam
Raker dengan Kementerian PANRB menyebut skema penyelesaian tenaga honorer
sampai tahun 2023. “Kami minta agar tahapan ini dilanjutkan secara lebih serius
sehingga semuanya nanti bisa beralih status baik sebagai PNS atau Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” imbuhnya.

Sementara Anggota Komisi II DPR
RI Sodik Mudjahid meminta pemerintah memprioritaskan tenaga honorer yang sudah
bekerja lama di kementerian/lembaga untuk diangkat menjadi PNS. “Komisi II DPR
RI memang meminta agar sisa tenaga honorer lama yang memenuhi syarat,
diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS,” kata Sodik.

Sodik mengatakan tidak ada aturan
yang mewajibkan penyesuaian status dari tenaga honorer menjadi PNS, namun itu
hanya harapan. Menurut dia, tenaga honorer dihapus karena lebih memberikan
kepastian kerja kepada honorer dan status honorer sering terkait dengan harapan
bisa diangkat jadi PNS padahal bisa jadi kualifikasinya tidak memadai dengan
kebutuhan PNS.

Politisi Partai Gerindra itu
mengatakan, sebagai pengganti tenaga honorer, yakni fungsi penyediaan lapangan
kerja, pemerintah masih menggunakan kebijakan antara lain menggunakan tenaga
kontrak seperti untuk cleaning service dan keamanan. “PPPK keamanan yaitu
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk kebutuhan dan kualifikasi
tertentu,” ujarnya. (fin/ful/nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru