26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Presiden Minta Kebijakan Zonasi PPDB Dievaluasi

JAKARTA – Banyaknya respon dan reaksi masyarakat yang keberatan
terhadap pelaksanaan kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) tahun ajaran 2019 mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Sudah saya perintahkan kepada
Menteri untuk dievaluasi karena antara kebijakan dan lapangan itu bisa berbeda
gitu,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai secara mendadak meninjau
progress pembangunan landasan pacu atau runway ketiga Bandara Soekarno Hatta
(Soetta), Tangerang, Banten, kemarin (21/6).

Presiden mengingatkan bahwa
setiap daerah memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itulah, Presiden
memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) agar sistem zonasi
dalam PPDB dievaluasi,

Sebelumnya saat menghadiri
penyerahan 3.200 sertifikat hak atas tanah di Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6),
Presiden Jokowi mengakui sistem zonasi perlu dikaji ulang karena menimbulkan
banyak masalah. Ia juga meminta wartawan menanyakan masalah tersebut langsung
kepada Mendikbud. “Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi,”
timpalnya.

Sementara itu, Kemendikbud
melakukan revisi kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur prestasi dari
sebelumnya lima persen menjadi lima persen hingga 15 persen. “Berdasarkan
arahan Presiden maka diputuskan adanya fleksibilitas jalur prestasi atau yang
berada di luar zona. Akhirnya kami putuskan dibuat rentangnya dari lima hingga
15 persen untuk jalur prestasi,” terang Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik
Suhardi, PhD di Jakarta, kemarin.

Diubahnya rentang untuk jalur
prestasi tersebut untuk menampung siswa-siswa yang memiliki prestasi yang ingin
sekolah di sekolah yang berada di luar zonanya. Revisi itu dilakukan pada
Permendikbud 51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru TK, SD, SMP, SMA,
dan SMK.

Didik menambahkan revisi tersebut
sudah dibawa ke Kemenkumham dan Kemendikbud telah mengirim surat edaran kepada
dinas pendidikan di daerah. Harapannya, daerah yang masih bermasalah PPDB bisa
menemukan solusi. “Untuk daerah yang PPDB-nya tidak bermasalah, tidak perlu
mengikuti revisi ini,” ujar dia.

Baca Juga :  3.517 Wartawan Lolos Seleksi FJPP, Siap Mendukung Pencegahan Covid-19

Didik menambahkan Kemendikbud
telah mengumpulkan kepala lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP) dari seluruh
Indonesia dan diketahui bahwa persoalan PPDB dikarenakan sejumlah orang tua
yang tidak puas karena anaknya tidak tertampung di sekolah favorit, padahal
memiliki prestasi yang baik.

Menurut Didik, dengan zonasi ini
memperluas sekolah favorit sehingga bisa diakses siswa dari semua kalangan.
Sekolah favorit bukan karena muridnya yang bagus melainkan proses pembelajaran
di sekolah itu sehingga menghasilkan murid yang bagus pula.”Untuk itu semua
pihak mendukung kebijakan zonasi ini. Apalagi sekolah publik, tidak membedakan
siapapun. Tidak hanya anak pintar, tetapi anak yang rumahnya tidak jauh dari
sekolah itu harus bisa ditampung. Jadi tidak ada diskriminasi,” kata Didik.

Penerimaan murid baru 2019
dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu zonasi, prestasi dan jalur perpindahan
orangtua.Dalam hal ini, kuota zonasi sudah termasuk peserta didik yang tidak
mampu dan penyandang disabilitas di sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.

Terpisah, Pengamat hukum Lampung
Yusdiyanto Alam mengatakan sistem zonasi pendidikan yang mengacu pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai melanggar konstitusi dan akan
menimbulkan ketidakadilan bagi siswa.

“Sudah menjadi mahfum bahwa sejak
zaman Orde Baru sekolah-sekolah favorit bertumpu bukan hanya di satu kecamatan
tertentu, bahkan bisa di satu desa tertentu,” terang Yusdiyanto lewat sambungan
telepon, kemarin.

Menurutnya hal itu akan berakibat
tidak imbang atau tidak adil akses siswa kepada sekolah-sekolah tertentu
berdasarkan daerahnya, sehingga zonasi justru menimbulkan ketidakadilan baru
karena keterbatasan akses pendidikan berdasarkan zona atau wilayah. “Dengan
demikian, akan menimbulkan pameo baru bahwa orang desa tidak boleh sekolah di
sekolah negeri bagus yang berada di kawasan kota karena sistem zonasi,” ujarnya
pula.

Baca Juga :  Sempat Dinyatakan Hilang Kontak, Begini Penjelasan Lion Air JT-684 Rut

Selain itu, lanjut dia, fasilitas
dan sarana prasarana antarsekolah juga belum merata karena faktanya hingga saat
ini adanya sekolah-sekolah favorit karena memang didukung adanya prasarana dan
sumber daya manusia (SDM) yang beragam. “Sebelum realisasi pemerataan SDM dan
sarana prasarana masih menjadi kesenjangan, maka akses berdasarkan zona hanya
akan menimbulkan ketidakadilan,” katanya pula.

Ia mengatakan tanggung jawab
memberikan keadilan pendidikan bukan dengan memaksa dan membatasi siswa ke
sekolah tertentu, termasuk berdasarkan zona wilayah, namun dengan menjamin
kesetaraan SDM dan sarana prasarana sekolah. “Negara itu menjamin warganya
untuk berpendidikan (bersekolah) dan kewajiban negara untuk mencerdaskan bangsa
serta hak warga negara untuk memilih sekolah, sehingga membatasi dalam zona
tertentu bisa dinilai merupakan pelanggaran konstitusional,” terangnya.

Yusdiyanto juga mempertanyakan
basis zonasi apakah di tingkat desa, kecamatan atau kabupaten/kota karena
sebaran sekolah yang beragam di sebuah kabupaten/ kota tertentu bisa jadi lebih
dekat dengan lokasi sekolah kabupaten lain, sehingga kalau berdasarkan zona
kabupaten maka peserta didik harus dipaksa untuk tunduk pada zona lokasi
sekolahnya, sehingga bisa menghambat.

“Itu bukan saja tidak memberikan
keadilan, namun sebaliknya menyulitkan akses warga kepada sekolah yang bisa
menghambat program pendidikan bangsa secara lebih mendasar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa,” katanya pula.

Menurutnya, PPBD berbasis zonasi
akan menuai masalah dan berharap tidak menjadi bom waktu bagi kehidupan
pendidikan Indonesia, karena anak-anak tersebut bukanlah kelinci percobaan.
“Pemerintah seharusnya yang wajib memeratakan standar sekolah dan bukan siswa
yang dipaksa masuk ke sekolah tertentu, sehingga paradigma negara dalam
memfasilitasi sekolah harus begitu,” ujarnya lagi. (ful/fin/kpc)

JAKARTA – Banyaknya respon dan reaksi masyarakat yang keberatan
terhadap pelaksanaan kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) tahun ajaran 2019 mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Sudah saya perintahkan kepada
Menteri untuk dievaluasi karena antara kebijakan dan lapangan itu bisa berbeda
gitu,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai secara mendadak meninjau
progress pembangunan landasan pacu atau runway ketiga Bandara Soekarno Hatta
(Soetta), Tangerang, Banten, kemarin (21/6).

Presiden mengingatkan bahwa
setiap daerah memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itulah, Presiden
memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) agar sistem zonasi
dalam PPDB dievaluasi,

Sebelumnya saat menghadiri
penyerahan 3.200 sertifikat hak atas tanah di Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6),
Presiden Jokowi mengakui sistem zonasi perlu dikaji ulang karena menimbulkan
banyak masalah. Ia juga meminta wartawan menanyakan masalah tersebut langsung
kepada Mendikbud. “Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi,”
timpalnya.

Sementara itu, Kemendikbud
melakukan revisi kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur prestasi dari
sebelumnya lima persen menjadi lima persen hingga 15 persen. “Berdasarkan
arahan Presiden maka diputuskan adanya fleksibilitas jalur prestasi atau yang
berada di luar zona. Akhirnya kami putuskan dibuat rentangnya dari lima hingga
15 persen untuk jalur prestasi,” terang Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik
Suhardi, PhD di Jakarta, kemarin.

Diubahnya rentang untuk jalur
prestasi tersebut untuk menampung siswa-siswa yang memiliki prestasi yang ingin
sekolah di sekolah yang berada di luar zonanya. Revisi itu dilakukan pada
Permendikbud 51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru TK, SD, SMP, SMA,
dan SMK.

Didik menambahkan revisi tersebut
sudah dibawa ke Kemenkumham dan Kemendikbud telah mengirim surat edaran kepada
dinas pendidikan di daerah. Harapannya, daerah yang masih bermasalah PPDB bisa
menemukan solusi. “Untuk daerah yang PPDB-nya tidak bermasalah, tidak perlu
mengikuti revisi ini,” ujar dia.

Baca Juga :  3.517 Wartawan Lolos Seleksi FJPP, Siap Mendukung Pencegahan Covid-19

Didik menambahkan Kemendikbud
telah mengumpulkan kepala lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP) dari seluruh
Indonesia dan diketahui bahwa persoalan PPDB dikarenakan sejumlah orang tua
yang tidak puas karena anaknya tidak tertampung di sekolah favorit, padahal
memiliki prestasi yang baik.

Menurut Didik, dengan zonasi ini
memperluas sekolah favorit sehingga bisa diakses siswa dari semua kalangan.
Sekolah favorit bukan karena muridnya yang bagus melainkan proses pembelajaran
di sekolah itu sehingga menghasilkan murid yang bagus pula.”Untuk itu semua
pihak mendukung kebijakan zonasi ini. Apalagi sekolah publik, tidak membedakan
siapapun. Tidak hanya anak pintar, tetapi anak yang rumahnya tidak jauh dari
sekolah itu harus bisa ditampung. Jadi tidak ada diskriminasi,” kata Didik.

Penerimaan murid baru 2019
dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu zonasi, prestasi dan jalur perpindahan
orangtua.Dalam hal ini, kuota zonasi sudah termasuk peserta didik yang tidak
mampu dan penyandang disabilitas di sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.

Terpisah, Pengamat hukum Lampung
Yusdiyanto Alam mengatakan sistem zonasi pendidikan yang mengacu pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai melanggar konstitusi dan akan
menimbulkan ketidakadilan bagi siswa.

“Sudah menjadi mahfum bahwa sejak
zaman Orde Baru sekolah-sekolah favorit bertumpu bukan hanya di satu kecamatan
tertentu, bahkan bisa di satu desa tertentu,” terang Yusdiyanto lewat sambungan
telepon, kemarin.

Menurutnya hal itu akan berakibat
tidak imbang atau tidak adil akses siswa kepada sekolah-sekolah tertentu
berdasarkan daerahnya, sehingga zonasi justru menimbulkan ketidakadilan baru
karena keterbatasan akses pendidikan berdasarkan zona atau wilayah. “Dengan
demikian, akan menimbulkan pameo baru bahwa orang desa tidak boleh sekolah di
sekolah negeri bagus yang berada di kawasan kota karena sistem zonasi,” ujarnya
pula.

Baca Juga :  Sempat Dinyatakan Hilang Kontak, Begini Penjelasan Lion Air JT-684 Rut

Selain itu, lanjut dia, fasilitas
dan sarana prasarana antarsekolah juga belum merata karena faktanya hingga saat
ini adanya sekolah-sekolah favorit karena memang didukung adanya prasarana dan
sumber daya manusia (SDM) yang beragam. “Sebelum realisasi pemerataan SDM dan
sarana prasarana masih menjadi kesenjangan, maka akses berdasarkan zona hanya
akan menimbulkan ketidakadilan,” katanya pula.

Ia mengatakan tanggung jawab
memberikan keadilan pendidikan bukan dengan memaksa dan membatasi siswa ke
sekolah tertentu, termasuk berdasarkan zona wilayah, namun dengan menjamin
kesetaraan SDM dan sarana prasarana sekolah. “Negara itu menjamin warganya
untuk berpendidikan (bersekolah) dan kewajiban negara untuk mencerdaskan bangsa
serta hak warga negara untuk memilih sekolah, sehingga membatasi dalam zona
tertentu bisa dinilai merupakan pelanggaran konstitusional,” terangnya.

Yusdiyanto juga mempertanyakan
basis zonasi apakah di tingkat desa, kecamatan atau kabupaten/kota karena
sebaran sekolah yang beragam di sebuah kabupaten/ kota tertentu bisa jadi lebih
dekat dengan lokasi sekolah kabupaten lain, sehingga kalau berdasarkan zona
kabupaten maka peserta didik harus dipaksa untuk tunduk pada zona lokasi
sekolahnya, sehingga bisa menghambat.

“Itu bukan saja tidak memberikan
keadilan, namun sebaliknya menyulitkan akses warga kepada sekolah yang bisa
menghambat program pendidikan bangsa secara lebih mendasar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa,” katanya pula.

Menurutnya, PPBD berbasis zonasi
akan menuai masalah dan berharap tidak menjadi bom waktu bagi kehidupan
pendidikan Indonesia, karena anak-anak tersebut bukanlah kelinci percobaan.
“Pemerintah seharusnya yang wajib memeratakan standar sekolah dan bukan siswa
yang dipaksa masuk ke sekolah tertentu, sehingga paradigma negara dalam
memfasilitasi sekolah harus begitu,” ujarnya lagi. (ful/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru