27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Learning Lost Ancam Siswa Akibat PJJ

PROKALTENG.CO – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mencatat, sebanyak 20 persen sekolah secara nasional menyatakan, bahwa sebagian
siswa tidak memenuhi kompetensi atau mengalami learning loss akibat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Angka itu
didapat, berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang dilakukan guru selama masa
pandemi Covid-19.

Badan Penelitian dan Pengembangan
dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan, bahwa
sebagian besar guru menilai, bahwa separuh siswa tidak memenuhi standar
kompetensi berdasarkan asesmen diagnostik yang dilakukan.

“Learning lost tanda-tandanya sudah mulai tampak. 20 persen sekolah
menyatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi,” kata Totok di
Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Kendati demikian, kata Totok,
dari hasil asesmen diagnostik tersebut, 80 persen siswa masih mampu mencapai
hasil belajar di tengah pandemi. Namun, bukan berarti angka 80 persen itu akan
terus bertahan. Terlebih, mengingat PJJ masih akan terus berlangsung.

Secara persentase, sebanyak 47
persen sekolah/guru mengatakan, hanya 50 persen siswa memenuhi standar
kompetensi. Selain itu, sebanyak 20 persen sekolah/guru menilai, sebagian kecil
siswa memenuhi standar kompetensi. Artinya, siswa yang memenuhi standar
kompetensi hanya di bawah 50 persen.

Baca Juga :  Jokowi Hadiri Pengukuhan Guru Besar Kiai Asep

Sementara itu, sebanyak 31,9
persen sekolah/guru yang menilai siswanya sebagian besar sudah memenuhi standar
kompetensi. Jika sebagian besar guru menilai siswanya tidak memenuhi standar
kompetensi, artinya sudah ada kecenderungan terjadi learning lost.

“Walaupun survei ini baru hasil
analisas guru berdasarkan hasil diagnostiknya, learning loss itu akan tetap ada,” ujarnya.

Untuk itu, Totok meminta, guru
terus berinovasi dalam memberikan pembelajaran yang kreatif agar mampu diserap
siswa. Terlebih, guru didorong untuk mengajar tidak sesuai ketuntasan
kurikulum, tapi sesuai dengan kemampuan siswa.

“Mengajar tidak sesuai ketuntasan
kurikulum, tapi mengajar sesuai kemampuan siswa. Ini merupakan paradigma baru.
Kalau dulu yang dituntut adalah belajar untuk menuntaskan kurikulum. Sekarang,
perlu dikedepankan belajar untuk memaksimalkan potensi peserta sesuai dengan
kemampuan,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbu), Nadiem Makariem mengatakan, bahwa program “Merdeka
Belajar” yang dijalankan oleh Kemendikbud telah memberikan motivasi kepada
semua pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk belajar menangani situasi
ini.

“Saat pembelajaran terjadi, di
saat yang sama para guru berpeluang menemukan cara baru dan terbaiknya dalam
membantu siswa belajar,” kata Nadiem.

Baca Juga :  BMKG Prakirakan Wilayah Indonesia Diguyur Hujan Intensitas Lebat

Dalam program tersebut, kata
Nadiem, Kemendikbud ingin menggali potensi terbesar para guru-guru sekolah dan
murid kita untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara
mandiri. “Mandiri bukan hanya mengikuti proses birokrasi pendidikan, tetapi
benar-benar inovasi pendidikan,” ujarnya.

Untuk menghasilkan kualitas
belajar siswa yang terbaik, menurut Nadiem, para guru harus terus berinovasi
dan meningkatkan metode pengajaran setiap saat. Ia menyadari bahwa tidak ada
yang sempurna dalam semua usaha yang dilakukan.

“Namun yang terpenting, setelah
itu adalah bagaimana semua pihak merefleksikan dan meningkatkan metode
pengajaran di tengah pandemi ini,” tuturnya.

Nadiem menuturkan, Indonesia
dengan keragaman geografis, sosial, dan ekonomi, memiliki berbagai tantangan
untuk mengatasi akses pendidikan. Oleh karena itu Kemendikbud melakukan
pendekatan yang berbeda-beda terhadap pemangku kepentingannya.

“Mereka yang memiliki akses
internet, kami fokus pada pembelajaran secara daring, mereka yang tidak
memiliki akses ke internet, kami fokus pada televisi, radio dan juga melalui pesan
teks,” pungkasnya. 

PROKALTENG.CO – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mencatat, sebanyak 20 persen sekolah secara nasional menyatakan, bahwa sebagian
siswa tidak memenuhi kompetensi atau mengalami learning loss akibat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Angka itu
didapat, berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang dilakukan guru selama masa
pandemi Covid-19.

Badan Penelitian dan Pengembangan
dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan, bahwa
sebagian besar guru menilai, bahwa separuh siswa tidak memenuhi standar
kompetensi berdasarkan asesmen diagnostik yang dilakukan.

“Learning lost tanda-tandanya sudah mulai tampak. 20 persen sekolah
menyatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi,” kata Totok di
Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Kendati demikian, kata Totok,
dari hasil asesmen diagnostik tersebut, 80 persen siswa masih mampu mencapai
hasil belajar di tengah pandemi. Namun, bukan berarti angka 80 persen itu akan
terus bertahan. Terlebih, mengingat PJJ masih akan terus berlangsung.

Secara persentase, sebanyak 47
persen sekolah/guru mengatakan, hanya 50 persen siswa memenuhi standar
kompetensi. Selain itu, sebanyak 20 persen sekolah/guru menilai, sebagian kecil
siswa memenuhi standar kompetensi. Artinya, siswa yang memenuhi standar
kompetensi hanya di bawah 50 persen.

Baca Juga :  Jokowi Hadiri Pengukuhan Guru Besar Kiai Asep

Sementara itu, sebanyak 31,9
persen sekolah/guru yang menilai siswanya sebagian besar sudah memenuhi standar
kompetensi. Jika sebagian besar guru menilai siswanya tidak memenuhi standar
kompetensi, artinya sudah ada kecenderungan terjadi learning lost.

“Walaupun survei ini baru hasil
analisas guru berdasarkan hasil diagnostiknya, learning loss itu akan tetap ada,” ujarnya.

Untuk itu, Totok meminta, guru
terus berinovasi dalam memberikan pembelajaran yang kreatif agar mampu diserap
siswa. Terlebih, guru didorong untuk mengajar tidak sesuai ketuntasan
kurikulum, tapi sesuai dengan kemampuan siswa.

“Mengajar tidak sesuai ketuntasan
kurikulum, tapi mengajar sesuai kemampuan siswa. Ini merupakan paradigma baru.
Kalau dulu yang dituntut adalah belajar untuk menuntaskan kurikulum. Sekarang,
perlu dikedepankan belajar untuk memaksimalkan potensi peserta sesuai dengan
kemampuan,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbu), Nadiem Makariem mengatakan, bahwa program “Merdeka
Belajar” yang dijalankan oleh Kemendikbud telah memberikan motivasi kepada
semua pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk belajar menangani situasi
ini.

“Saat pembelajaran terjadi, di
saat yang sama para guru berpeluang menemukan cara baru dan terbaiknya dalam
membantu siswa belajar,” kata Nadiem.

Baca Juga :  BMKG Prakirakan Wilayah Indonesia Diguyur Hujan Intensitas Lebat

Dalam program tersebut, kata
Nadiem, Kemendikbud ingin menggali potensi terbesar para guru-guru sekolah dan
murid kita untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara
mandiri. “Mandiri bukan hanya mengikuti proses birokrasi pendidikan, tetapi
benar-benar inovasi pendidikan,” ujarnya.

Untuk menghasilkan kualitas
belajar siswa yang terbaik, menurut Nadiem, para guru harus terus berinovasi
dan meningkatkan metode pengajaran setiap saat. Ia menyadari bahwa tidak ada
yang sempurna dalam semua usaha yang dilakukan.

“Namun yang terpenting, setelah
itu adalah bagaimana semua pihak merefleksikan dan meningkatkan metode
pengajaran di tengah pandemi ini,” tuturnya.

Nadiem menuturkan, Indonesia
dengan keragaman geografis, sosial, dan ekonomi, memiliki berbagai tantangan
untuk mengatasi akses pendidikan. Oleh karena itu Kemendikbud melakukan
pendekatan yang berbeda-beda terhadap pemangku kepentingannya.

“Mereka yang memiliki akses
internet, kami fokus pada pembelajaran secara daring, mereka yang tidak
memiliki akses ke internet, kami fokus pada televisi, radio dan juga melalui pesan
teks,” pungkasnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru