33 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Aksi Represif Polisi, Dinilai Sudah Jadi Kultur yang Mengakar

PROKALTENG.CO – Aksi kekerasan atau represif yang kerap dilakukan oknum anggota kepolisian yang mengakar disorot pengamat. Karena hal itu dinilai telah menjadi kultur yang mengakar, sehingga kekhawatiran tindakan represif akan terus berulang.

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai penanganan demonstrasi dengan cara-cara brutal oleh polisi bukanlah peristiwa yang baru pertama kali terjadi.

Menurutnya, kritik terhadap cara-cara brutal yang dilakukan polisi dalam penanganan aksi demonstrasi juga terjadi pada 2019 dan 2020. “Hal ini menujukkan bahwa persoalan tersebut bukan hanya persoalan individual anggota semata,” ujar Gufron kepada GenPI.co (jaringan prokalteng.co), Minggu (17/10/2021).

Dirinya menilai ada persoalan sistemik, yaitu kultur kekerasan yang masih kuat di dalam tubuh kepolisian. “Peristiwa serupa akan terus berulang, mencoreng nama baik institusi Polri dan menurunkan kepercayaan publik jika persoalan ini tidak segera diselesaikan.

Baca Juga :  Papua Tuan Rumah HPN 2020

Dirinya mengatakan bahwa, dalam pengarusutamaan HAM di kepolisian, sejumlah aturan internal terkait HAM telah dibentuk Polri.

Beberapa di antaranya yakni Perkap HAM No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM dalam Tugas-Tugas Kepolisian, Perkap No.1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

“Namun, berbagai brutalitas yang dilakukan kepolisian dalam penanganan demonstrasi menunjukkan bahwa aturan internal tersebut belum cukup,” katanya.

Dirinya juga mengatakan bahwa masyarakat butuh jaminan agar tindakan polisi sejalan dengan prinsip dan standar HAM serta memutus rantai brutalitas Polri terhadap warga masyarakat.

Tidak hanya itu, Gufron juga menilai tindakan anggota kepolisian yang membanting hingga menyebabkan luka merupakan pelanggaran HAM. Menurutnya, hal tersebut termasuk dalam bentuk penyiksaan, perlakuan, bahkan penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi.

Baca Juga :  KTR di Sekolah Tak Efektif, 74,3 Persen Siswa Beli Rokok Eceran

“Tindakan tersebut sama sekali tidak dibenarkan dengan alasan apapun apalagi hal tersebut dilakukan oleh aparat penegak hukum,” tandasnya.

PROKALTENG.CO – Aksi kekerasan atau represif yang kerap dilakukan oknum anggota kepolisian yang mengakar disorot pengamat. Karena hal itu dinilai telah menjadi kultur yang mengakar, sehingga kekhawatiran tindakan represif akan terus berulang.

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai penanganan demonstrasi dengan cara-cara brutal oleh polisi bukanlah peristiwa yang baru pertama kali terjadi.

Menurutnya, kritik terhadap cara-cara brutal yang dilakukan polisi dalam penanganan aksi demonstrasi juga terjadi pada 2019 dan 2020. “Hal ini menujukkan bahwa persoalan tersebut bukan hanya persoalan individual anggota semata,” ujar Gufron kepada GenPI.co (jaringan prokalteng.co), Minggu (17/10/2021).

Dirinya menilai ada persoalan sistemik, yaitu kultur kekerasan yang masih kuat di dalam tubuh kepolisian. “Peristiwa serupa akan terus berulang, mencoreng nama baik institusi Polri dan menurunkan kepercayaan publik jika persoalan ini tidak segera diselesaikan.

Baca Juga :  Papua Tuan Rumah HPN 2020

Dirinya mengatakan bahwa, dalam pengarusutamaan HAM di kepolisian, sejumlah aturan internal terkait HAM telah dibentuk Polri.

Beberapa di antaranya yakni Perkap HAM No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM dalam Tugas-Tugas Kepolisian, Perkap No.1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

“Namun, berbagai brutalitas yang dilakukan kepolisian dalam penanganan demonstrasi menunjukkan bahwa aturan internal tersebut belum cukup,” katanya.

Dirinya juga mengatakan bahwa masyarakat butuh jaminan agar tindakan polisi sejalan dengan prinsip dan standar HAM serta memutus rantai brutalitas Polri terhadap warga masyarakat.

Tidak hanya itu, Gufron juga menilai tindakan anggota kepolisian yang membanting hingga menyebabkan luka merupakan pelanggaran HAM. Menurutnya, hal tersebut termasuk dalam bentuk penyiksaan, perlakuan, bahkan penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi.

Baca Juga :  KTR di Sekolah Tak Efektif, 74,3 Persen Siswa Beli Rokok Eceran

“Tindakan tersebut sama sekali tidak dibenarkan dengan alasan apapun apalagi hal tersebut dilakukan oleh aparat penegak hukum,” tandasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru