30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

KTR di Sekolah Tak Efektif, 74,3 Persen Siswa Beli Rokok Eceran

Pusat
Kajian Gizi Regional (Southeast Asian Ministers of Education Refional Center
for Food and Nutrition/SEAMEO-RECFON) memaparkan hasil kajian tentang penerapan
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah. Ternyata kebijakan itu tidak berjalan
efektif. Bahkan sebanyak 74,3 persen siswa membeli rokok eceran.

Manajer
Manajemen Pengetahuan dan Kemitraan di SEAMEO-RECFON Grace Wangge memaparkan
hasil kajian atau policy brief dengan sejumlah temuan-teman penting.
Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan di 14 perguruan tinggi dan
ormas lokal di 2018 lalu. Terkait dengan penerapan kebijakan KTR di sekolah,
dia menilai belum maksimal.

Diantara
indikasinya adalah 74,2 persen remaja terpapar iklan rokok pada plang toko yang
menjual rokok. Jadi siswa di sekolah bisa jadi bersih dari paparan iklan rokok.
Tetapi ketika pulang sekolah, paparan iklan rokok banyak ditemukan di kios-kios
kanan-kiri komplek sekolah.

Baca Juga :  Ketahui Kondisi dan 4 Tempat Psikopat Mencari Mangsanya

Kemudian
76,3 persen remaja terpapar iklan rokok melalui banner dan billboard. Selain
itu ada 46,6 persen remaja terpapar iklan rokok di acara olahraga dan 39 persen
terpapar iklan rokok di acara musik.

Grace
menjelaskan ada sejumlah temuan upaya menyiasati larangan iklan rokok di
sekolah. Misalnya pada kegiatan malam pentas seni atau pensi. Kegiatan pensi di
sekolah pada umumnya sudah tidak lagi disponsori oleh rokok. Tetapi ini bisa
disiasati dengan menggelar pensi di luar sekolah.

Menurut
dia implementasi KTR di sekolah perlu dikawal supaya bisa berjalan efektif.
’’Kita tidak pernah lihat adanya evaluasi KTR di sekolah,’’ jelasnya. Dia
berharap instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan atau Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menjalankan evaluasi implementasi KTR di
sekolah-sekolah. Dia mengungkapkan di Eropa pelaksanaan KTR tidak efektif.

Baca Juga :  Kapolri Copot Satu Kombes dan Enam AKBP, Ini Daftarnya

Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian
Kesehatan Cut Putri Arieanie, mengomentari masih adanya siswa yang merokok.
Padahal sudah ada aturan KTR yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)
109/2012 dan Permendikbud 64/2015. ’’Sepanjang (rokok, Red) masih bisa dijual
eceran, akan susah,’’ tuturnya.

Dia
menjelaskan, penanganan penyakit tidak menular dilakukan dengan mencegahan
faktor-faktor resiko. Diantara penyakit tidak menular yang masih besar di
Indonesia adalah serangan jantung, stroke, diabetes, dan lainnya. Dia
mengatakan penyebab pasti penyakit-penyakit ini belum diketahui. Tetapi
penyakit itu bisa dicegah dengan mengurangi faktor resikonya.

Merokok
merupakan salah satu faktor resiko penyakit tidak menular itu. Untuk itu dia
menegaskan perlu kerjasama semua pihak untuk menekan angka merokok di kalangan
anak-anak atau remaja. Supaya Indonesia bisa memanen generasi emas pada 2045
nanti.(jpc)

 

Pusat
Kajian Gizi Regional (Southeast Asian Ministers of Education Refional Center
for Food and Nutrition/SEAMEO-RECFON) memaparkan hasil kajian tentang penerapan
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah. Ternyata kebijakan itu tidak berjalan
efektif. Bahkan sebanyak 74,3 persen siswa membeli rokok eceran.

Manajer
Manajemen Pengetahuan dan Kemitraan di SEAMEO-RECFON Grace Wangge memaparkan
hasil kajian atau policy brief dengan sejumlah temuan-teman penting.
Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan di 14 perguruan tinggi dan
ormas lokal di 2018 lalu. Terkait dengan penerapan kebijakan KTR di sekolah,
dia menilai belum maksimal.

Diantara
indikasinya adalah 74,2 persen remaja terpapar iklan rokok pada plang toko yang
menjual rokok. Jadi siswa di sekolah bisa jadi bersih dari paparan iklan rokok.
Tetapi ketika pulang sekolah, paparan iklan rokok banyak ditemukan di kios-kios
kanan-kiri komplek sekolah.

Baca Juga :  Ketahui Kondisi dan 4 Tempat Psikopat Mencari Mangsanya

Kemudian
76,3 persen remaja terpapar iklan rokok melalui banner dan billboard. Selain
itu ada 46,6 persen remaja terpapar iklan rokok di acara olahraga dan 39 persen
terpapar iklan rokok di acara musik.

Grace
menjelaskan ada sejumlah temuan upaya menyiasati larangan iklan rokok di
sekolah. Misalnya pada kegiatan malam pentas seni atau pensi. Kegiatan pensi di
sekolah pada umumnya sudah tidak lagi disponsori oleh rokok. Tetapi ini bisa
disiasati dengan menggelar pensi di luar sekolah.

Menurut
dia implementasi KTR di sekolah perlu dikawal supaya bisa berjalan efektif.
’’Kita tidak pernah lihat adanya evaluasi KTR di sekolah,’’ jelasnya. Dia
berharap instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan atau Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menjalankan evaluasi implementasi KTR di
sekolah-sekolah. Dia mengungkapkan di Eropa pelaksanaan KTR tidak efektif.

Baca Juga :  Kapolri Copot Satu Kombes dan Enam AKBP, Ini Daftarnya

Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian
Kesehatan Cut Putri Arieanie, mengomentari masih adanya siswa yang merokok.
Padahal sudah ada aturan KTR yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)
109/2012 dan Permendikbud 64/2015. ’’Sepanjang (rokok, Red) masih bisa dijual
eceran, akan susah,’’ tuturnya.

Dia
menjelaskan, penanganan penyakit tidak menular dilakukan dengan mencegahan
faktor-faktor resiko. Diantara penyakit tidak menular yang masih besar di
Indonesia adalah serangan jantung, stroke, diabetes, dan lainnya. Dia
mengatakan penyebab pasti penyakit-penyakit ini belum diketahui. Tetapi
penyakit itu bisa dicegah dengan mengurangi faktor resikonya.

Merokok
merupakan salah satu faktor resiko penyakit tidak menular itu. Untuk itu dia
menegaskan perlu kerjasama semua pihak untuk menekan angka merokok di kalangan
anak-anak atau remaja. Supaya Indonesia bisa memanen generasi emas pada 2045
nanti.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru