33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jumat Keramat, KPK Menanti Zulhas

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata masih juga
penasaran dengan Zulkifli Hasan (Zulhas). Apalagi setelah mantan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2009-2014 mangkir pada panggilan pertama Kamis
(16/1).

Pria yang kembali didapuk sebagai
Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu diminta untuk memenuhi panggilan kedua
KPK yang rencananya dilakukan hari ini (14/2). ”Sudah dijadwalkan ya. Dan kita
sudah mendapatkan konfirmasi, Pak Zul (Zulkifli Hasan) akan datang,” terang Plt
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/2).

Menurut Ali, penyidik KPK
memerlukan keterangan Hasan dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan
revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014. ”Kami masih meyakini bahwa
besok beliau akan kooperatif hadir. Kami meyakini karena ini sudah panggilan
yang kedua,” ujar Fikri.

Ya, mangkirnya Zulkifli Hasan
dari panggilan penyidik KPK sebagai saksi atas dugaan kasus alih fungsi hutan
di Riau pada 2014, dinilai pengamat hukum tidak kooperatif atas pengungkapan
kasus tersebut. “Sebagai
negarawan harusnya memahami dan menjalankan amanat konstitusi dan
undang-undang,” sebut Pakar hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan,
Profesor Juajir Sumardi.

Baca Juga :  Ingin Daerah Bisa Bersaing Kuat, DPD Gelar Uji Sahih RUU DSD

Menurut dia, sebagai ketua umum
partai, lanjut Juajir, seharusnya dia memahami prinsip equilibrium before the
law. Yaitu, bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan kedudukan di depan
hukum.

Dengan demikian, ketika dipanggil
sebagai saksi kasus yang bergulir di KPK, Zulkifli tentu terikat kewajiban
untuk membantu proses penyelidikan KPK dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi
tersebut.

“Hanya dengan alasan urusan partai dan kepentingan politik, maupun
alasan pribadi, tapi malah mangkir (panggilan KPK) sampai dua kali. Etika
politik dan moralnya tentu dipertanyakan publik,” tutur Juajir.

Dengan mangkirnya dua kali
pemanggilan, maka pihak yang berwenang bisa menjemput paksa karena dianggap
menghalang-halangi proses hukum oleh KPK. ”Dia bisa dikenakan tindak pidana
menghalang-halangi proses hukum oleh KPK, seperti Lucas yang divonis tujuh
tahun karena menghalangi penyidikan KPK,” timpalnya.

Sebelumnya, penyidik KPK telah
melayangkan panggilan kedua kepada Zulhas untuk hadir diminta keterangan
sebagai saksi alih fungsi hutan di Riau, pada Kamis (6/02). Namun dia tidak
hadir, begitupun pada pemanggilan pertama, 16 Januari 2020.

Sementara itu ketika dikonfirmasi
Fajar Indonesia Network (FIN), Zulhas belum juga memberikan keterangan apakah
dirinya hadir atau tidak dalam agenda pengangilan tersebut.

Baca Juga :  Tjahjo Kumolo Buka-bukaan Ada Menteri Pembangkang

Untuk diketahui pada 29 April
2019 KPK telah mengumumkan tiga tersangka terdiri dari perorangan dan
korporasi, yakni PT Palma, Legal Manager PT Duta Palma Group pada 2014, Suheri
Terta, dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma, Surya Darmadi.

Nama Hasan sempat disebut dalam
kontruksi perkara tiga tersangka itu. Pada 9 Agustus 2014 Hasan sebagai menteri
kehutanan menyerahkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tertanggal 8 Agustus
2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan kepada
Gubernur Riau saat itu Annas Maamun.

Dalam surat itu, menteri
kehutanan membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan
revisi bila ada kawasan yang belum terakomodir melalui pemerintah daerah.

Adapun hubungan antara korporasi
dengan dua orang tersangka lainnya, yaitu diduga pertama, perusahaan yang
mengajukan permintaan pada Maamun diduga tergabung dalam Duta Palma Group yang
mayoritas dimiliki PT Darmex Agro.

Darmadi diduga juga merupakan
beneficial owner PT Darmex Agro dan Duta Palma Group. Terta merupakan komisaris
PT Darmex Agro dan orang kepercayaan Darmadi, termasuk dalam pengurusan
perizinan lahan seperti diuraikan dalam kasus ini. (riz/fin/ful/kpc)

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata masih juga
penasaran dengan Zulkifli Hasan (Zulhas). Apalagi setelah mantan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2009-2014 mangkir pada panggilan pertama Kamis
(16/1).

Pria yang kembali didapuk sebagai
Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu diminta untuk memenuhi panggilan kedua
KPK yang rencananya dilakukan hari ini (14/2). ”Sudah dijadwalkan ya. Dan kita
sudah mendapatkan konfirmasi, Pak Zul (Zulkifli Hasan) akan datang,” terang Plt
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/2).

Menurut Ali, penyidik KPK
memerlukan keterangan Hasan dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan
revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014. ”Kami masih meyakini bahwa
besok beliau akan kooperatif hadir. Kami meyakini karena ini sudah panggilan
yang kedua,” ujar Fikri.

Ya, mangkirnya Zulkifli Hasan
dari panggilan penyidik KPK sebagai saksi atas dugaan kasus alih fungsi hutan
di Riau pada 2014, dinilai pengamat hukum tidak kooperatif atas pengungkapan
kasus tersebut. “Sebagai
negarawan harusnya memahami dan menjalankan amanat konstitusi dan
undang-undang,” sebut Pakar hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan,
Profesor Juajir Sumardi.

Baca Juga :  Ingin Daerah Bisa Bersaing Kuat, DPD Gelar Uji Sahih RUU DSD

Menurut dia, sebagai ketua umum
partai, lanjut Juajir, seharusnya dia memahami prinsip equilibrium before the
law. Yaitu, bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan kedudukan di depan
hukum.

Dengan demikian, ketika dipanggil
sebagai saksi kasus yang bergulir di KPK, Zulkifli tentu terikat kewajiban
untuk membantu proses penyelidikan KPK dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi
tersebut.

“Hanya dengan alasan urusan partai dan kepentingan politik, maupun
alasan pribadi, tapi malah mangkir (panggilan KPK) sampai dua kali. Etika
politik dan moralnya tentu dipertanyakan publik,” tutur Juajir.

Dengan mangkirnya dua kali
pemanggilan, maka pihak yang berwenang bisa menjemput paksa karena dianggap
menghalang-halangi proses hukum oleh KPK. ”Dia bisa dikenakan tindak pidana
menghalang-halangi proses hukum oleh KPK, seperti Lucas yang divonis tujuh
tahun karena menghalangi penyidikan KPK,” timpalnya.

Sebelumnya, penyidik KPK telah
melayangkan panggilan kedua kepada Zulhas untuk hadir diminta keterangan
sebagai saksi alih fungsi hutan di Riau, pada Kamis (6/02). Namun dia tidak
hadir, begitupun pada pemanggilan pertama, 16 Januari 2020.

Sementara itu ketika dikonfirmasi
Fajar Indonesia Network (FIN), Zulhas belum juga memberikan keterangan apakah
dirinya hadir atau tidak dalam agenda pengangilan tersebut.

Baca Juga :  Tjahjo Kumolo Buka-bukaan Ada Menteri Pembangkang

Untuk diketahui pada 29 April
2019 KPK telah mengumumkan tiga tersangka terdiri dari perorangan dan
korporasi, yakni PT Palma, Legal Manager PT Duta Palma Group pada 2014, Suheri
Terta, dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma, Surya Darmadi.

Nama Hasan sempat disebut dalam
kontruksi perkara tiga tersangka itu. Pada 9 Agustus 2014 Hasan sebagai menteri
kehutanan menyerahkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tertanggal 8 Agustus
2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan kepada
Gubernur Riau saat itu Annas Maamun.

Dalam surat itu, menteri
kehutanan membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan
revisi bila ada kawasan yang belum terakomodir melalui pemerintah daerah.

Adapun hubungan antara korporasi
dengan dua orang tersangka lainnya, yaitu diduga pertama, perusahaan yang
mengajukan permintaan pada Maamun diduga tergabung dalam Duta Palma Group yang
mayoritas dimiliki PT Darmex Agro.

Darmadi diduga juga merupakan
beneficial owner PT Darmex Agro dan Duta Palma Group. Terta merupakan komisaris
PT Darmex Agro dan orang kepercayaan Darmadi, termasuk dalam pengurusan
perizinan lahan seperti diuraikan dalam kasus ini. (riz/fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru