28.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Naik Pesawat ke Luar Negeri Lebih Murah daripada Tujuan Domestik

Nayak Ambrosius Mulait
harus membayar uang semester lantaran gagal menjalani ujian tesis. Bukan karena
malas, melainkan harga tiket pesawat yang tidak dapat dia jangkau.

Kemarin (12/5)
seharusnya dia ke Jayapura. Dia perlu bertemu dengan ketua KPU Provinsi Papua
dan gubernur Papua untuk keperluan tesisnya. Namun, rencana itu harus ditunda
karena tidak mampu membayar tiket pesawat. “Saya lihat Batik Air Rp 4 jutaan
dan Lion Air Rp 3,9 juta,” tuturnya saat dihubungi Jawa Pos.

Kesialan akibat harga
tiket yang melambung itu bukan yang pertama dialami Ambrosius. Natal tahun lalu
dia terpaksa tidak pulang ke kampung halamannya, Wamena. Ibunya yang seorang
pedagang hasil kebun hanya mengirimi uang Rp 4 juta untuk pulang. Padahal,
harga tiket pesawat sudah Rp 12 juta. Itu pun sampai Jayapura.

Untuk bisa ke Wamena,
dia harus merogoh kocek lagi Rp 2 juta. “Saya disuruh naik kapal saja. Namun,
Jakarta-Jayapura itu satu minggu perjalanan, lama,” kata pria 24 tahun
tersebut.

Menurut dia, tiket
pesawat yang mahal tidak hanya memengaruhi mobilitas warga. Harga barang di
Papua juga terimbas. Dia menceritakan pekan lalu telepon dengan seorang teman
di Lanijaya. Temannya ingin mendirikan kios, tapi terhambat harga semen. “Kata
teman saya, harga semen sampai Rp 6 juta (per sak, Red),” ungkapnya.

Keluhan terhadap
tingginya harga tiket pesawat juga datang dari Association of the Indonesian
Tours and Travel Agencies (Asita) Jawa Timur. Omzet pelaku industri agen
perjalanan bahkan turun hingga 50 persen. Bahkan, tidak sedikit konsumen yang
membatalkan rencana berlibur dengan moda transportasi pesawat.

 

Ketua Asita Jatim
Arifudinsyah menuturkan, dampak tiket pesawat yang mahal memang sangat luar
biasa. “Sepi sekali. Banyak paket tur yang telah direncanakan konsumen batal
semua. Tidak dimungkiri elemen tiket itu sangat penting,” ujarnya kemarin
(12/5).

Baca Juga :  KPK Minta Pemda Benahi DTKS yang jadi Acuan Penyaluran Bansos

Dia mengungkapkan,
seluruh rute domestik sepi peminat. Tidak terkecuali rute-rute sibuk seperti
Jakarta-Surabaya yang demand-nya menurun. “Jika di-compare, ambang
paling rendah untuk tiket pesawat dulu hanya Rp 400 ribu. Tapi, sekarang batas
rendahnya sekitar Rp 900 ribuan. Jadi, jangan heran kalau sekarang tiket
Surabaya-Jakarta tinggi,” tegasnya.

Arif menyebutkan,
harga tiket pesawat ke Papua dari Surabaya juga melonjak signifikan. Dulu hanya
di kisaran Rp 5 juta. “Tapi, kini menyentuh angka Rp 18 juta,” ujarnya.

Ironisnya, harga tiket
pesawat ke luar negeri justru lebih murah jika dibandingkan dengan rute
domestik. Dia mencontohkan tiket Padang-Jakarta yang lebih mahal daripada
Padang-Kuala Lumpur-Jakarta.

Menurut Arif,
perkiraan harga tiket Padang-Jakarta Rp 1,8 juta-Rp 2,8 juta. Sementara itu,
harga dari Padang-Kuala Lumpur-Jakarta hanya Rp 800 ribu. “Mindset warga
Indonesia sekarang, murahan ke luar negeri. Jadi, penjualan tiket kami sekarang
didominasi oleh luar negeri,” katanya.

Negara tujuan yang
diminati untuk pelesir masyarakat Jatim adalah kawasan ASEAN. “Growth-nya
cukup bagus untuk sales rute tersebut,” terang Arif.

Asosiasi yang
beranggota 300 pelaku bisnis travel agent itu berharap pemerintah bisa
mengatasi persoalan tingginya harga tiket pesawat. Sebab, dampak yang
ditimbulkan sangat besar. “Tiket pesawat berkaitan erat dengan pariwisata.
Kalau pemerintah ingin menggenjot industri tersebut, ya semua ini harus
diperbaiki.”

Harga tiket pesawat
yang masih mahal memang terus menjadi perbincangan. Pemerintah pernah
mewacanakan penurunan tarif batas atas (TBA) sebesar 15 persen. Namun, hingga
kemarin hal itu belum diputuskan. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya
Sumadi yang ditanya seusai rapat koordinasi angkutan Lebaran di Gedung Negara
Grahadi, Surabaya, kemarin enggan memberikan komentar.

Baca Juga :  Surya Paloh Terkonfirmasi Positif Covid-19

Di bagian lain,
menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo, seharusnya melejitnya harga
tiket juga menjadi tanggung jawab menteri BUMN dan menteri ESDM. Kebijakan
tarif tiket untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementerian BUMN. Kementerian tersebut merupakan wakil pemerintah yang
merupakan pemegang saham korporasi terbesar. “Direksi Garuda Indonesia harus
patuh pada kebijakan menteri BUMN jika terkait usaha, bukan Kemenhub,” ucapnya.

Menurut Agus, harga
tiket Garuda Indonesia memang menjadi patokan maskapai penerbangan lain,
termasuk yang LCC (low cost carrier). “Jadi, kalau harga tiket Garuda naik,
semua ikut naik. Garuda pemimpin pasar bagi maskapai domestik lainnya,” ujar
dia.

Langkah lainnya,
menteri ESDM harus menghapus penerimaan negara bukan pajak untuk avtur. Badan
Pengelola Hilir (BPH) Migas mematok pajak 0,3 persen per liter avtur. “Avtur di
Jakarta sebenarnya sudah murah jika dibandingkan dengan di Singapura,” katanya.

Menurut Agus, tugas
Kemenhub ialah mengatur TBA dan tarif batas bawah untuk menjaga supaya terjadi
persaingan sehat antarmaskapai. Kemenhub justru tak boleh mengintervensi harga
tiket penerbangan. Kecuali peraturan perundang-undangan mulai UU Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan hingga turunannya direvisi. “Jika Menhub mengikuti
keinginan publik untuk mengatur harga tiket penerbangan, maskapai berhak
menuntut Menhub karena menyalahi peraturan penerbangan yang berlaku,”
ungkapnya.

Kemenhub, imbuh Agus,
seharusnya berfokus pada keselamatan transportasi. Mengingat angka kecelakaan
masih tinggi.(jpc)

 

Nayak Ambrosius Mulait
harus membayar uang semester lantaran gagal menjalani ujian tesis. Bukan karena
malas, melainkan harga tiket pesawat yang tidak dapat dia jangkau.

Kemarin (12/5)
seharusnya dia ke Jayapura. Dia perlu bertemu dengan ketua KPU Provinsi Papua
dan gubernur Papua untuk keperluan tesisnya. Namun, rencana itu harus ditunda
karena tidak mampu membayar tiket pesawat. “Saya lihat Batik Air Rp 4 jutaan
dan Lion Air Rp 3,9 juta,” tuturnya saat dihubungi Jawa Pos.

Kesialan akibat harga
tiket yang melambung itu bukan yang pertama dialami Ambrosius. Natal tahun lalu
dia terpaksa tidak pulang ke kampung halamannya, Wamena. Ibunya yang seorang
pedagang hasil kebun hanya mengirimi uang Rp 4 juta untuk pulang. Padahal,
harga tiket pesawat sudah Rp 12 juta. Itu pun sampai Jayapura.

Untuk bisa ke Wamena,
dia harus merogoh kocek lagi Rp 2 juta. “Saya disuruh naik kapal saja. Namun,
Jakarta-Jayapura itu satu minggu perjalanan, lama,” kata pria 24 tahun
tersebut.

Menurut dia, tiket
pesawat yang mahal tidak hanya memengaruhi mobilitas warga. Harga barang di
Papua juga terimbas. Dia menceritakan pekan lalu telepon dengan seorang teman
di Lanijaya. Temannya ingin mendirikan kios, tapi terhambat harga semen. “Kata
teman saya, harga semen sampai Rp 6 juta (per sak, Red),” ungkapnya.

Keluhan terhadap
tingginya harga tiket pesawat juga datang dari Association of the Indonesian
Tours and Travel Agencies (Asita) Jawa Timur. Omzet pelaku industri agen
perjalanan bahkan turun hingga 50 persen. Bahkan, tidak sedikit konsumen yang
membatalkan rencana berlibur dengan moda transportasi pesawat.

 

Ketua Asita Jatim
Arifudinsyah menuturkan, dampak tiket pesawat yang mahal memang sangat luar
biasa. “Sepi sekali. Banyak paket tur yang telah direncanakan konsumen batal
semua. Tidak dimungkiri elemen tiket itu sangat penting,” ujarnya kemarin
(12/5).

Baca Juga :  KPK Minta Pemda Benahi DTKS yang jadi Acuan Penyaluran Bansos

Dia mengungkapkan,
seluruh rute domestik sepi peminat. Tidak terkecuali rute-rute sibuk seperti
Jakarta-Surabaya yang demand-nya menurun. “Jika di-compare, ambang
paling rendah untuk tiket pesawat dulu hanya Rp 400 ribu. Tapi, sekarang batas
rendahnya sekitar Rp 900 ribuan. Jadi, jangan heran kalau sekarang tiket
Surabaya-Jakarta tinggi,” tegasnya.

Arif menyebutkan,
harga tiket pesawat ke Papua dari Surabaya juga melonjak signifikan. Dulu hanya
di kisaran Rp 5 juta. “Tapi, kini menyentuh angka Rp 18 juta,” ujarnya.

Ironisnya, harga tiket
pesawat ke luar negeri justru lebih murah jika dibandingkan dengan rute
domestik. Dia mencontohkan tiket Padang-Jakarta yang lebih mahal daripada
Padang-Kuala Lumpur-Jakarta.

Menurut Arif,
perkiraan harga tiket Padang-Jakarta Rp 1,8 juta-Rp 2,8 juta. Sementara itu,
harga dari Padang-Kuala Lumpur-Jakarta hanya Rp 800 ribu. “Mindset warga
Indonesia sekarang, murahan ke luar negeri. Jadi, penjualan tiket kami sekarang
didominasi oleh luar negeri,” katanya.

Negara tujuan yang
diminati untuk pelesir masyarakat Jatim adalah kawasan ASEAN. “Growth-nya
cukup bagus untuk sales rute tersebut,” terang Arif.

Asosiasi yang
beranggota 300 pelaku bisnis travel agent itu berharap pemerintah bisa
mengatasi persoalan tingginya harga tiket pesawat. Sebab, dampak yang
ditimbulkan sangat besar. “Tiket pesawat berkaitan erat dengan pariwisata.
Kalau pemerintah ingin menggenjot industri tersebut, ya semua ini harus
diperbaiki.”

Harga tiket pesawat
yang masih mahal memang terus menjadi perbincangan. Pemerintah pernah
mewacanakan penurunan tarif batas atas (TBA) sebesar 15 persen. Namun, hingga
kemarin hal itu belum diputuskan. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya
Sumadi yang ditanya seusai rapat koordinasi angkutan Lebaran di Gedung Negara
Grahadi, Surabaya, kemarin enggan memberikan komentar.

Baca Juga :  Surya Paloh Terkonfirmasi Positif Covid-19

Di bagian lain,
menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo, seharusnya melejitnya harga
tiket juga menjadi tanggung jawab menteri BUMN dan menteri ESDM. Kebijakan
tarif tiket untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementerian BUMN. Kementerian tersebut merupakan wakil pemerintah yang
merupakan pemegang saham korporasi terbesar. “Direksi Garuda Indonesia harus
patuh pada kebijakan menteri BUMN jika terkait usaha, bukan Kemenhub,” ucapnya.

Menurut Agus, harga
tiket Garuda Indonesia memang menjadi patokan maskapai penerbangan lain,
termasuk yang LCC (low cost carrier). “Jadi, kalau harga tiket Garuda naik,
semua ikut naik. Garuda pemimpin pasar bagi maskapai domestik lainnya,” ujar
dia.

Langkah lainnya,
menteri ESDM harus menghapus penerimaan negara bukan pajak untuk avtur. Badan
Pengelola Hilir (BPH) Migas mematok pajak 0,3 persen per liter avtur. “Avtur di
Jakarta sebenarnya sudah murah jika dibandingkan dengan di Singapura,” katanya.

Menurut Agus, tugas
Kemenhub ialah mengatur TBA dan tarif batas bawah untuk menjaga supaya terjadi
persaingan sehat antarmaskapai. Kemenhub justru tak boleh mengintervensi harga
tiket penerbangan. Kecuali peraturan perundang-undangan mulai UU Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan hingga turunannya direvisi. “Jika Menhub mengikuti
keinginan publik untuk mengatur harga tiket penerbangan, maskapai berhak
menuntut Menhub karena menyalahi peraturan penerbangan yang berlaku,”
ungkapnya.

Kemenhub, imbuh Agus,
seharusnya berfokus pada keselamatan transportasi. Mengingat angka kecelakaan
masih tinggi.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru