31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

UN Dihapus, Selanjutnya Kelulusan Siswa Diserahkan ke Sekolah

Mendikbud Nadiem
Makarim menyatakan, ujian sekolah berstandar nasional (USBN) diselenggarakan
sekolah. Tidak ada lagi titipan soal dari Kemendikbud (soal jangkar). Sekolah
diberi keleluasaan untuk menentukan penilaian kelulusan siswa. “Untuk 2020,
USBN diganti. Dikembalikan ke sekolah. Jadi, sekolah yang menyelenggarakan
ujian kelulusan siswanya sendiri,” kata Nadiem.

Dengan begitu,
Kemendikbud tidak lagi menyisipkan soal jangkar.

Soal jangkar itu
mencapai 25 persen dari total butir soal ujian. ”Kan kami mendorong sekolah
untuk bervariasi,” imbuh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud
Totok Suprayitno.

Nanti sekolah mendapat
advokasi dari Kemendikbud. Dengan begitu, sekolah bisa mengetahui model dan
format soal asesmen. ”Sudah kami siapkan. Supaya sekolah mempunyai contoh,
model inspirasi soal, item tes yang baik. Asesmen seperti apa yang baik. Kami
juga ingin gulirkan mereka agar punya forum diskusi membuat soal yang baik,”
terang Totok.

Meski demikian,
Kemendikbud tidak memaksa sekolah untuk menerapkannya. Sekolah yang belum siap
bisa menggunakan format yang ada saat ini. Namun, sekolah yang ingin melakukan
penilaian dengan cara lebih holistik tentu sangat diapresiasi. Diharapkan,
sekolah mampu menilai di luar hal yang cuma menggunakan asesmen pilihan ganda.
Bisa menggunakan esai, portofolio, dan penugasan lain seperti tugas kelompok,
proyek, atau karya tulis.

Baca Juga :  Survei Indikator: Masyarakat Makin Takut Menyatakan Pendapat, Aparat S

”Intinya, kami
memberikan kemerdekaan bagi guru-guru penggerak di seluruh Indonesia untuk
menciptakan konsep-konsep penilaian yang lebih holistik. Yang benar-benar
menguji kompetensi dasar kurikulum kita. Bukan hanya pengetahuan atau hafalan,”
tegas Nadiem.

Kebijakan Merdeka
Belajar juga menyederhanakan pembuatan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
menjadi satu halaman saja. Di dalamnya memuat tujuan, kegiatan, dan asesmen
pembelajaran. ”Yang tadinya belasan komponen, kami buat tiga saja,” ucap
menteri 35 tahun itu. Menurut Nadiem, esensi RPP adalah refleksi. Guru menulis
untuk melihat kembali pemenuhan target, apakah sudah tercapai atau belum.

Dia juga mengubah
komposisi kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi. Kuota
jalur prestasi yang semula maksimal 15 persen ditambah tahun depan. Maksimal 30
persen.

Baca Juga :  Kemenperin Eksis di Jakarta Sneaker Day dengan IKM Alas Kaki

Nadiem menyadari,
berbagai daerah mengalami kesulitan dalam penerapannya karena aturan yang
rigid. Meski begitu, semangat yang diusung sangat baik. Yakni, pemerataan bagi
semua anak agar mendapatkan pendidikan berkualitas. Menurut dia, kebijakan
tersebut merupakan kompromi di antara kebutuhan pemerataan dan aspirasi orang
tua.

”Bagi orang tua dan
siswa yang sudah kerja keras mencapai prestasi, baik angka maupun memenangkan
lomba dan karya, mereka bisa mengakses sekolah yang bagus,” terangnya.

Di sisi lain, afirmasi
yang semula masuk kuota 5 persen jalur zonasi meningkat menjadi minimal 15
persen tahun depan. Tujuannya, memberikan layanan pendidikan terbaik bagi anak
dari keluarga sosio-ekonomi rendah. Terutama pemegang KIP (kartu Indonesia
pintar).(jpc)

 

Mendikbud Nadiem
Makarim menyatakan, ujian sekolah berstandar nasional (USBN) diselenggarakan
sekolah. Tidak ada lagi titipan soal dari Kemendikbud (soal jangkar). Sekolah
diberi keleluasaan untuk menentukan penilaian kelulusan siswa. “Untuk 2020,
USBN diganti. Dikembalikan ke sekolah. Jadi, sekolah yang menyelenggarakan
ujian kelulusan siswanya sendiri,” kata Nadiem.

Dengan begitu,
Kemendikbud tidak lagi menyisipkan soal jangkar.

Soal jangkar itu
mencapai 25 persen dari total butir soal ujian. ”Kan kami mendorong sekolah
untuk bervariasi,” imbuh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud
Totok Suprayitno.

Nanti sekolah mendapat
advokasi dari Kemendikbud. Dengan begitu, sekolah bisa mengetahui model dan
format soal asesmen. ”Sudah kami siapkan. Supaya sekolah mempunyai contoh,
model inspirasi soal, item tes yang baik. Asesmen seperti apa yang baik. Kami
juga ingin gulirkan mereka agar punya forum diskusi membuat soal yang baik,”
terang Totok.

Meski demikian,
Kemendikbud tidak memaksa sekolah untuk menerapkannya. Sekolah yang belum siap
bisa menggunakan format yang ada saat ini. Namun, sekolah yang ingin melakukan
penilaian dengan cara lebih holistik tentu sangat diapresiasi. Diharapkan,
sekolah mampu menilai di luar hal yang cuma menggunakan asesmen pilihan ganda.
Bisa menggunakan esai, portofolio, dan penugasan lain seperti tugas kelompok,
proyek, atau karya tulis.

Baca Juga :  Survei Indikator: Masyarakat Makin Takut Menyatakan Pendapat, Aparat S

”Intinya, kami
memberikan kemerdekaan bagi guru-guru penggerak di seluruh Indonesia untuk
menciptakan konsep-konsep penilaian yang lebih holistik. Yang benar-benar
menguji kompetensi dasar kurikulum kita. Bukan hanya pengetahuan atau hafalan,”
tegas Nadiem.

Kebijakan Merdeka
Belajar juga menyederhanakan pembuatan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
menjadi satu halaman saja. Di dalamnya memuat tujuan, kegiatan, dan asesmen
pembelajaran. ”Yang tadinya belasan komponen, kami buat tiga saja,” ucap
menteri 35 tahun itu. Menurut Nadiem, esensi RPP adalah refleksi. Guru menulis
untuk melihat kembali pemenuhan target, apakah sudah tercapai atau belum.

Dia juga mengubah
komposisi kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi. Kuota
jalur prestasi yang semula maksimal 15 persen ditambah tahun depan. Maksimal 30
persen.

Baca Juga :  Kemenperin Eksis di Jakarta Sneaker Day dengan IKM Alas Kaki

Nadiem menyadari,
berbagai daerah mengalami kesulitan dalam penerapannya karena aturan yang
rigid. Meski begitu, semangat yang diusung sangat baik. Yakni, pemerataan bagi
semua anak agar mendapatkan pendidikan berkualitas. Menurut dia, kebijakan
tersebut merupakan kompromi di antara kebutuhan pemerataan dan aspirasi orang
tua.

”Bagi orang tua dan
siswa yang sudah kerja keras mencapai prestasi, baik angka maupun memenangkan
lomba dan karya, mereka bisa mengakses sekolah yang bagus,” terangnya.

Di sisi lain, afirmasi
yang semula masuk kuota 5 persen jalur zonasi meningkat menjadi minimal 15
persen tahun depan. Tujuannya, memberikan layanan pendidikan terbaik bagi anak
dari keluarga sosio-ekonomi rendah. Terutama pemegang KIP (kartu Indonesia
pintar).(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru