26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ibu Kota Baru, Akan Ada Satu Juta PNS Pindah

RENCANA pemindahan ibu kota negara terus bergulir. Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, jika seluruh
kementerian dan lembaga pindah maka seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang
bekerja di dalamnya juga akan ikut, ada sekitar 1 juta pegawai yang akan
pindah.

“PNS yang akan pindah ke ibu
kota baru, satu juta juga mungkin saja,” ujarnya kepada kepada wartawan di
Jakarta, Jumat (10/5/2019).

Namun, Bima mengaku, belum bisa
menyebutkan angka pasti jumlah ASN yang akan ikut pindah. Dia masih akan
melihat perkembangan mengenai pemindahan ibu kota ini seperti apa untuk
nantinya ditindaklanjuti. “Saya belum tahu kementerian mana saja yang akan
pindah ke sana (ibu kota baru), apakah BI dan OJK pindah ke sana, belum tentu
juga,” katanya.

Berdasarkan data BKN, jumlah PNS
hingga Mei 2019 sekitar 4.185.503 pegawai. Dari jumlah tersebut 22,44 persen
atau sekitar 939.226 pegawai merupakan PNS yang bekerja di kementerian/lembaga
pusat. Namun, dari jumlah 900 ribu pegawai tersebut tidak semuanya bekerja di
Jakarta.

Sebab, meskipun statusnya sebagai
pegawai instansi pemerintah pusat, ada beberapa pegawai yang dilempar ke
daerah. “Itu juga kan banyak juga yang (kerja dilempar ke daerah, Red).
Jadi saya engga tahu berapa angka pastinya berapa yang di Instansi pusat yang
berada di Jakarta,” katanya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas
Bambang Brodjonegoro mengatakan, pegawai negeri sipil atau PNS yang berada di
pusat akan pindah ke luar Jawa jika pemindahan ibu kota Indonesia terealisasi.
Ada dua skema yang akan digunakan pemerintah dalam memindahkan seluruh ASN ke
wilayah ibu kota baru, yakni dengan rightsizing atau tidak.

“Jika nantinya diputuskan
tidak ada rightsizing, maka seluruh ASN di pusat akan pindah semua. Baik, PNS,
parlemen, yudikatif, Kepolisian, TNI, beserta keluarganya,” ujarnya
kemarin (10/5).

Baca Juga :  Lahan Bekas Tambang Diusulkan Jadi Lokasi Pembangunan Ibu Kota Baru

Keseriusan Presiden Joko Widodo
atas rencana pemindahan ibu kota dibuktikan dengan meninjau langsung daerah-daerah
tersebut. Selama tiga hari, yakni 7 hingga 9 Mei 2019, presiden didampingi Ibu
Negara, Iriana, blusukan ke sejumlah daerah di Pulau Kalimantan.

“Indonesia sebagai negara besar
juga ingin memiliki pusat pemerintahan yang terpisah dengan pusat ekonomi, bisnis,
perdagangan dan jasa. Ini kita ingin menapak ke depan sebagai sebuah negara
maju,” ujar Presiden Jokowi kepada wartawan usai buka bersama di kediaman Ketua
MPR Zulkifli Hasan di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/5).

Pertama, dia mengaku, menjelajahi
kawasan Bukit Soeharto di kawasan Taman Hutan Raya, Kecamatan Samboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Daerah itu sudah 1,5 tahun
terakhir ini dikaji sebagai pengganti DKI Jakarta sebagai ibu kota negara.

Selama peninjauan berlangsung,
Jokowi mendapatkan pemaparan dari Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi
dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur Zairin Zain.
Kawasan itu memiliki beberapa keunggulan. Hal terpenting, infrastruktur dasar
terbilang sudah tersedia.

“Kebetulan, ini berada di
tengah-tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Kemudian kalau kita lihat di
Balikpapan ada airport-nya, Samarinda juga ada airport-nya. Sudah enggak buat
airport lagi. Pelabuhan juga sudah ada,” kata Jokowi.

Namun, kata Jokowi, kesiapan
infrastruktur tentu bukan satu-satunya aspek yang dipertimbangkan. Pemerintah
juga mempelajari kajian sosial, politik serta geografis. “Ini yang perlu
dipertajam,” tandasnya.

Hari kedua, Rabu, 8 Mei 2019,
Jokowi melanjutkan meninjau Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Kabupaten
Gunung Mas merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas tahun 2002 silam.
Kabupaten yang ibu kotanya bernama Kuala Kurun itu memiliki luas sekitar 10.804
kilometer persegi dan saat ini dihuni 109.947 jiwa. Wilayah ini tergolong
dataran tinggi yang berpotensi untuk dijadikan daerah perkebunan. Daerah ini
berada di ketinggian sekitar 100 hingga 500 meter di atas permukaan air laut.

Baca Juga :  Holding Ultra Mikro Punya Tujuan Mulia

Jokowi memastikan, pemerintah
mengkaji seluruh aspek, yakni sosiologi, lingkungan, kebencanaan,
sosial-politik, ketersediaan air bersih, topografi dan lain sebagainya.
“Semuanya akan dicek, dilihat, dikalkulasi oleh tim. Saya hanya melihat
lapangannya, kemudian biar ada feeling begitu. Nah, nanti dalam memutuskan biar
tidak salah,” imbuhnya. 

Ketiga, Jokowi menyambangi
kawasan yang disebut ‘Kawasan Segitiga’. Nama itu diambil karena daerah itu
berada di antara Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan dan Kabupaten Gunung
Mas yang seluruhnya masuk ke wilayah Kalteng. Selain itu, Presiden pertama RI,
Soekarno pernah memiliki visi untuk menjadikan salah satu wilayah di provinsi
ini sebagai ibu kota negara, tepatnya di Palangka Raya.

“Beliau dulu memilih kemungkinan
kan juga pasti ada alasan-alasan khusus dan alasan besar. Itu yang juga
dilihat. Enggak mungkin sebuah keputusan disampaikan tanpa sebuah argumentasi
data dan fakta lapangan yang matang,” ucap Jokowi.

Menurut Jokowi, dari sisi luas,
wilayah inilah yang memang paling siap dibandingkan alternatif pertama dan
kedua. Dibandingkan dua daerah sebelumnya, kawasan ini pun memiliki keunggulan
dari sisi kebencanaan dan ketersediaan lahan yang sangat luas.

“Kita mau minta 300.000 hektare
lagi ya siap di sini. Kalau kurang, masih tambah lagi, juga siap,” tuturnya
seraya memastikan, akan ada tim yang turun ke lapangan demi memastikan sejumlah
aspek pada calon ibu kota negara baru ini. (aen/indopos/kpc)

RENCANA pemindahan ibu kota negara terus bergulir. Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, jika seluruh
kementerian dan lembaga pindah maka seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang
bekerja di dalamnya juga akan ikut, ada sekitar 1 juta pegawai yang akan
pindah.

“PNS yang akan pindah ke ibu
kota baru, satu juta juga mungkin saja,” ujarnya kepada kepada wartawan di
Jakarta, Jumat (10/5/2019).

Namun, Bima mengaku, belum bisa
menyebutkan angka pasti jumlah ASN yang akan ikut pindah. Dia masih akan
melihat perkembangan mengenai pemindahan ibu kota ini seperti apa untuk
nantinya ditindaklanjuti. “Saya belum tahu kementerian mana saja yang akan
pindah ke sana (ibu kota baru), apakah BI dan OJK pindah ke sana, belum tentu
juga,” katanya.

Berdasarkan data BKN, jumlah PNS
hingga Mei 2019 sekitar 4.185.503 pegawai. Dari jumlah tersebut 22,44 persen
atau sekitar 939.226 pegawai merupakan PNS yang bekerja di kementerian/lembaga
pusat. Namun, dari jumlah 900 ribu pegawai tersebut tidak semuanya bekerja di
Jakarta.

Sebab, meskipun statusnya sebagai
pegawai instansi pemerintah pusat, ada beberapa pegawai yang dilempar ke
daerah. “Itu juga kan banyak juga yang (kerja dilempar ke daerah, Red).
Jadi saya engga tahu berapa angka pastinya berapa yang di Instansi pusat yang
berada di Jakarta,” katanya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas
Bambang Brodjonegoro mengatakan, pegawai negeri sipil atau PNS yang berada di
pusat akan pindah ke luar Jawa jika pemindahan ibu kota Indonesia terealisasi.
Ada dua skema yang akan digunakan pemerintah dalam memindahkan seluruh ASN ke
wilayah ibu kota baru, yakni dengan rightsizing atau tidak.

“Jika nantinya diputuskan
tidak ada rightsizing, maka seluruh ASN di pusat akan pindah semua. Baik, PNS,
parlemen, yudikatif, Kepolisian, TNI, beserta keluarganya,” ujarnya
kemarin (10/5).

Baca Juga :  Lahan Bekas Tambang Diusulkan Jadi Lokasi Pembangunan Ibu Kota Baru

Keseriusan Presiden Joko Widodo
atas rencana pemindahan ibu kota dibuktikan dengan meninjau langsung daerah-daerah
tersebut. Selama tiga hari, yakni 7 hingga 9 Mei 2019, presiden didampingi Ibu
Negara, Iriana, blusukan ke sejumlah daerah di Pulau Kalimantan.

“Indonesia sebagai negara besar
juga ingin memiliki pusat pemerintahan yang terpisah dengan pusat ekonomi, bisnis,
perdagangan dan jasa. Ini kita ingin menapak ke depan sebagai sebuah negara
maju,” ujar Presiden Jokowi kepada wartawan usai buka bersama di kediaman Ketua
MPR Zulkifli Hasan di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/5).

Pertama, dia mengaku, menjelajahi
kawasan Bukit Soeharto di kawasan Taman Hutan Raya, Kecamatan Samboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Daerah itu sudah 1,5 tahun
terakhir ini dikaji sebagai pengganti DKI Jakarta sebagai ibu kota negara.

Selama peninjauan berlangsung,
Jokowi mendapatkan pemaparan dari Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi
dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur Zairin Zain.
Kawasan itu memiliki beberapa keunggulan. Hal terpenting, infrastruktur dasar
terbilang sudah tersedia.

“Kebetulan, ini berada di
tengah-tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Kemudian kalau kita lihat di
Balikpapan ada airport-nya, Samarinda juga ada airport-nya. Sudah enggak buat
airport lagi. Pelabuhan juga sudah ada,” kata Jokowi.

Namun, kata Jokowi, kesiapan
infrastruktur tentu bukan satu-satunya aspek yang dipertimbangkan. Pemerintah
juga mempelajari kajian sosial, politik serta geografis. “Ini yang perlu
dipertajam,” tandasnya.

Hari kedua, Rabu, 8 Mei 2019,
Jokowi melanjutkan meninjau Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Kabupaten
Gunung Mas merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas tahun 2002 silam.
Kabupaten yang ibu kotanya bernama Kuala Kurun itu memiliki luas sekitar 10.804
kilometer persegi dan saat ini dihuni 109.947 jiwa. Wilayah ini tergolong
dataran tinggi yang berpotensi untuk dijadikan daerah perkebunan. Daerah ini
berada di ketinggian sekitar 100 hingga 500 meter di atas permukaan air laut.

Baca Juga :  Holding Ultra Mikro Punya Tujuan Mulia

Jokowi memastikan, pemerintah
mengkaji seluruh aspek, yakni sosiologi, lingkungan, kebencanaan,
sosial-politik, ketersediaan air bersih, topografi dan lain sebagainya.
“Semuanya akan dicek, dilihat, dikalkulasi oleh tim. Saya hanya melihat
lapangannya, kemudian biar ada feeling begitu. Nah, nanti dalam memutuskan biar
tidak salah,” imbuhnya. 

Ketiga, Jokowi menyambangi
kawasan yang disebut ‘Kawasan Segitiga’. Nama itu diambil karena daerah itu
berada di antara Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan dan Kabupaten Gunung
Mas yang seluruhnya masuk ke wilayah Kalteng. Selain itu, Presiden pertama RI,
Soekarno pernah memiliki visi untuk menjadikan salah satu wilayah di provinsi
ini sebagai ibu kota negara, tepatnya di Palangka Raya.

“Beliau dulu memilih kemungkinan
kan juga pasti ada alasan-alasan khusus dan alasan besar. Itu yang juga
dilihat. Enggak mungkin sebuah keputusan disampaikan tanpa sebuah argumentasi
data dan fakta lapangan yang matang,” ucap Jokowi.

Menurut Jokowi, dari sisi luas,
wilayah inilah yang memang paling siap dibandingkan alternatif pertama dan
kedua. Dibandingkan dua daerah sebelumnya, kawasan ini pun memiliki keunggulan
dari sisi kebencanaan dan ketersediaan lahan yang sangat luas.

“Kita mau minta 300.000 hektare
lagi ya siap di sini. Kalau kurang, masih tambah lagi, juga siap,” tuturnya
seraya memastikan, akan ada tim yang turun ke lapangan demi memastikan sejumlah
aspek pada calon ibu kota negara baru ini. (aen/indopos/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru