27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Indonesia Pulangkan 210 Ton Sampah ke Australia

JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Bea Cukai Tanjung Perak
Surabaya, Jawa Timur, akan memulangkan delapan kontainer berisi 282 bundel
sampah seberat 210 ton ke Australia.

Sampah-sampah itu seharusnya
hanya berisi kertas, namun ternyata juga ditemukan bahan berbahaya dan beracun
(B3), serta limbah rumah tangga, seperti botol plastik, kemasan, pembalut,
barang elektronik, serta kaleng.

Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung
Perak, Basuki Suryanto mengatakan, sampah-sampah tersebut dikirim oleh
perusahaan berinisial PT MDI melalui Shipper Oceanic Multitading Pty. Ltd dari
Pelabuhan Brisbane, Australia, dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Rabu (12/6/2019) lalu.

Sesampainya di Tanjung Perak, Bea
Cukai lantas mengecek isi kontainer tersebut. Usai dibongkar, kontainer itu
ternyata tak hanya berisi kertas bekas, melainkan juga botol plastik, kemasan,
pembalut, barang elektronik, serta kaleng.

“Berdasarkan rekomendasi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bea cukai akan diekspor kembali.
Ini dilakukan untuk melindungi lingkungan publik dan Indonesia, khususnya di
Jawa Timur, dari limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),” kata Basuki, Selasa
(9/7)

Basuki menyatakan, pihaknya akan
meminta importir untuk re-ekspor atau mengirimkan sampah tersebut kembali ke
negara asalnya, Australia, maksimal dalam 90 hari.

Baca Juga :  Ngaku Yahudi, Seorang Wanita di Makassar Lempar dan Ancam Robek Alqura

“Tergantung perusahaannya. Paling
lama 90 hari dari masuk (di Indonesia). Kementerian KLHK juga tetap mendalami
pihak importir atas kasus pengiriman limbah B3 dari Australia dan sejumlah
negara lain tersebut,” imbuhnya.

Selain 8 kontainer itu, lanjut
Basuki, Bea Cukai juga tengah memproses 58 kontainer kertas bekas impor yang
terindikasi terkontaminasi limbah B3. Dengan rincian, 38 kontainer dari Amerika
Serikat (AS) dan 20 dari Jerman.

“Masih dalam proses. Ada yang 38
kontainer dari AS dalam proses, dari Jerman 20 kontainer juga dalam proses.
Inggris ada, tapi tidak dalam penanganan seperti ini,” ujarnya.

Dengan kejadian ini, pihaknya
akan semakin memperketat pengawasan masuknya sampah kertas bekas. Sebab, selama
ini, impor kertas tanpa pengawasan lantaran berada di jalur hijau.

Pengawasan itu, dilakukan oleh
surveyor di luar negeri. Kami hanya melakukan penyelesaian dokumen impornya.
Tentu kita akan teliti kalau ada indikasi tidak benar kita lakukan pemeriksaan
dengan menerbitkan nota hasil intelijen dan melakukan pemeriksaan,” tuturnya.

Sanksi bagi importir sampah
kertas, kata Basuki, sudah diatur dalam UU lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009
tentang pengelolaan lingkungan hidup, pasal 69 ayat 1 huruf B setiap orang
dilarang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan undang-undang ke dalam
wilayah NKRI.

Baca Juga :  Iuran Naik, Layanan Harus Lebih Baik

“Pasal 105, setiap orang yang
memasukkan limbah ke dalam wilayah RI sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat
1 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara, denda
paling banyak Rp12 miliar,” ujarnya.

Masuknya sampah dari negara maju
ke Indonesia, tak lepas dari keputusan China pada 2018 yang melarang impor
limbah plastik. Negara maju mencari alternatif negara lain hingga menjatuhkan
pilihan ke Asia Tenggara.

Selain Indonesia, negara lain di
Asia Tenggara seperti Filipina dan Malaysia menghadapi masalah yang sama.

Pekan lalu Indonesia mengumumkan,
akan memulangkan 49 kontainer sampah ke Eropa dan Amerika Serikat. Pada Mei,
Malaysia juga mengumumkan akan mengembalikan 450 ton sampah plastik ke
Australia, Bangladesh, Kanada, China, Jepang, Arab Saudi, dan AS.

Pada Juni, Filipina memulangkan
sekitar 69 kontainer sampah ke Kanada hingga memicu ketegangan hubungan
diplomatik kedua negara. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Bea Cukai Tanjung Perak
Surabaya, Jawa Timur, akan memulangkan delapan kontainer berisi 282 bundel
sampah seberat 210 ton ke Australia.

Sampah-sampah itu seharusnya
hanya berisi kertas, namun ternyata juga ditemukan bahan berbahaya dan beracun
(B3), serta limbah rumah tangga, seperti botol plastik, kemasan, pembalut,
barang elektronik, serta kaleng.

Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung
Perak, Basuki Suryanto mengatakan, sampah-sampah tersebut dikirim oleh
perusahaan berinisial PT MDI melalui Shipper Oceanic Multitading Pty. Ltd dari
Pelabuhan Brisbane, Australia, dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Rabu (12/6/2019) lalu.

Sesampainya di Tanjung Perak, Bea
Cukai lantas mengecek isi kontainer tersebut. Usai dibongkar, kontainer itu
ternyata tak hanya berisi kertas bekas, melainkan juga botol plastik, kemasan,
pembalut, barang elektronik, serta kaleng.

“Berdasarkan rekomendasi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bea cukai akan diekspor kembali.
Ini dilakukan untuk melindungi lingkungan publik dan Indonesia, khususnya di
Jawa Timur, dari limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),” kata Basuki, Selasa
(9/7)

Basuki menyatakan, pihaknya akan
meminta importir untuk re-ekspor atau mengirimkan sampah tersebut kembali ke
negara asalnya, Australia, maksimal dalam 90 hari.

Baca Juga :  Ngaku Yahudi, Seorang Wanita di Makassar Lempar dan Ancam Robek Alqura

“Tergantung perusahaannya. Paling
lama 90 hari dari masuk (di Indonesia). Kementerian KLHK juga tetap mendalami
pihak importir atas kasus pengiriman limbah B3 dari Australia dan sejumlah
negara lain tersebut,” imbuhnya.

Selain 8 kontainer itu, lanjut
Basuki, Bea Cukai juga tengah memproses 58 kontainer kertas bekas impor yang
terindikasi terkontaminasi limbah B3. Dengan rincian, 38 kontainer dari Amerika
Serikat (AS) dan 20 dari Jerman.

“Masih dalam proses. Ada yang 38
kontainer dari AS dalam proses, dari Jerman 20 kontainer juga dalam proses.
Inggris ada, tapi tidak dalam penanganan seperti ini,” ujarnya.

Dengan kejadian ini, pihaknya
akan semakin memperketat pengawasan masuknya sampah kertas bekas. Sebab, selama
ini, impor kertas tanpa pengawasan lantaran berada di jalur hijau.

Pengawasan itu, dilakukan oleh
surveyor di luar negeri. Kami hanya melakukan penyelesaian dokumen impornya.
Tentu kita akan teliti kalau ada indikasi tidak benar kita lakukan pemeriksaan
dengan menerbitkan nota hasil intelijen dan melakukan pemeriksaan,” tuturnya.

Sanksi bagi importir sampah
kertas, kata Basuki, sudah diatur dalam UU lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009
tentang pengelolaan lingkungan hidup, pasal 69 ayat 1 huruf B setiap orang
dilarang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan undang-undang ke dalam
wilayah NKRI.

Baca Juga :  Iuran Naik, Layanan Harus Lebih Baik

“Pasal 105, setiap orang yang
memasukkan limbah ke dalam wilayah RI sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat
1 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara, denda
paling banyak Rp12 miliar,” ujarnya.

Masuknya sampah dari negara maju
ke Indonesia, tak lepas dari keputusan China pada 2018 yang melarang impor
limbah plastik. Negara maju mencari alternatif negara lain hingga menjatuhkan
pilihan ke Asia Tenggara.

Selain Indonesia, negara lain di
Asia Tenggara seperti Filipina dan Malaysia menghadapi masalah yang sama.

Pekan lalu Indonesia mengumumkan,
akan memulangkan 49 kontainer sampah ke Eropa dan Amerika Serikat. Pada Mei,
Malaysia juga mengumumkan akan mengembalikan 450 ton sampah plastik ke
Australia, Bangladesh, Kanada, China, Jepang, Arab Saudi, dan AS.

Pada Juni, Filipina memulangkan
sekitar 69 kontainer sampah ke Kanada hingga memicu ketegangan hubungan
diplomatik kedua negara. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru