31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

KPK Sesalkan Haji Isam Tak Hormati Proses Persidangan Kasus Suap Pajak

PROKALTENG.CO-Pemilik PT. Jhonlin Baratama Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam melaporkan mantan tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Yulmanizar ke Bareskrim Mabes Polri. Haji Isam menuding, Yulmanizar telah mencemarkan nama baiknya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan pelaporan tersebut. Karena dikhawatirkan, pelaporan yang dilakukan Haji Isam berpotensi mengganggu jalannya persidangan kasus dugaan suap penurunan nilai perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.

“Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu independensi maupun keberanian saksi-saksi untuk mengungkap apa yang dia ketahui dan rasakan dengan sebenar-benarnya,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/10).

Juru bicra KPK bidang penindakan ini memandang, laporan Haji Isam sama dengan mengancam saksi. Seyogianya, keterangan saksi di dalam persidangan akan dinilai oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan Majelis Hakim dalam menangani perkara rasuah suap perpajakan.

“Keterangan dari seorang saksi atas apa yang dia ketahui dan alami sendiri guna mengungkap suatu kebenaran di muka persidangan, tentu akan dinilai oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut, dan pihak terdakwa ataupun kuasa hukumnya,” tegas Ali.

Lembaga antirasuah merasa heran dengan tindakan Haji Isam yang melaporkan Yulmanizar ke Mabes Polri. Pasalnya, Haji Isam tidak berwenang melaporkan hal itu ke sana.

“Sebagai pemahaman bersama, secara normatif pihak yang dapat melaporkan saksi palsu adalah penuntut umum sesuai dengan hukum acara pidana pasal 174 ayat (2) KUHAP,” tegas Ali.

Ali menegaskan pihaknya tetap akan mendalami keterlibatan Haji Isam meski sudah ada pelaporan terkait tudingan pencemaran nama baik. Keterangan dugaan keterlibatan Haji Isam, tetap bakal didalami dengan pemeriksaan saksi dan pencarian bukti lainnya.

“Keterangan setiap saksi sebagai fakta persidangan juga akan dikonfirmasi dengan keterangan-keterangan lainnya dan diuji kebenarannya hingga bisa menjadi sebuah fakta hukum,” papar Ali.

Baca Juga :  Lagi, Presiden Jokowi Ancam Pejabat TNI-Polri Terkait Karhutla

Bahkan Haji Isam juga diminta untuk menghargai proses persidangan. Sebab, laporan ke Mabes Polri bentuk tidak menghargai jalannya proses persidangan.

“Karena setiap keterangan para saksi sangat penting bagi majelis hakim dan jaksa Penuntut untuk menilai fakta hukum suatu perkara yang pada gilirannya kebenaran akan ditemukan pada proses persidangan dimaksud,” ungkap Ali.

Sebelumnya, bos PT. Jhonlin Baratama Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam melaporkan mantan tim pemeriksa pajak, Yulmanizar ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Rabu (6/10) kemarin. Melalui tim kuasa hukumnya, Junaidi. Haji Isam menganggap keterangan Yulmanizar yang menuduhnya mempunyai peran dalam kasus suap pajak diduga mencemarkan nama baik.

“Demi memulihkan martabat dan nama baik klien kami, kami telah mengajukan laporan polisi atas adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Yulmanizar, yakni tindak pidana kesaksian palsu di atas sumpah, pencemaran nama baik dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 242, 310, dan/atau Pasal 311 KUHP,” ujar Junaidi, Rabu (6/10).

Sebab dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (4/10), saksi Yulmanizar mengamini adanya perintah dari Haji Isam dalam penurunan nilai wajib pajak PT. Jhonlin Baratama. Bahkan menjanjikan fee Rp 50 miliar, agar kewajiban pajak bisa direkayasa.

Pada saat pertemuan dengan Agus Susetyo ini, dalam penyampaiannya atas permintaa pengondisian nilai SKP PT Jhonlin Baratama disampaikan kepada kami, bahwa ini adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP tersebut. Apa demikian?,” tanya Jaksa KPK Takdir Suhan.

Mendengar pernyataan Jaksa KPK tersebut, Yulmanizar yang kini merupakan mantan pegawai Ditjen Pajak mengamini hal tersebut. Dia mengaku melakukan pertemuan dengan pihak dari Jhonlin Baratama, Agus Susetyo. Dalam pertemuan itu, Agus menyampaikan adanya permintaan dari Haji Isam untuk menurunkan nilai ketetapan wajib pajak.

Baca Juga :  KPK: Belum Ada Jajaran Menteri Jokowi yang Serahkan LHKPN

“Iya itu disampaikan oleh Pak Agus,” ucap Yulmanizar.

Jaksa KPK Takdir Suhan juga mencecar soal adanya permintaan tersebut langsung disampaikan kepada pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdhani. Hal ini pun dibenarkan oleh Yulmanizar.

“Uang yang disampaikan ke atasan, atasan ini Pak Angin dan Pak Dadan?,” cecar Jaksa Takdir.

“Betul,” pungkas Yulmanizar.

Dalam perkaranya, dua mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani didakwa menerima suap senilai Rp 57 miliar. Suap tersebut untuk merekayasa hasil penghitungan pajak pada sejumlah wajib pajak.

Penerimaan suap itu diduga berkaitan dengan pengurusan pajak PT Jhonlin Baratama (JB); PT Bank PAN Indonesia (PANIN); serta PT Gunung Madu Plantations (GMP). Angin dan Dadan diduga menerima suap sebesar Rp 57 miliar melalui para konsultan pajak tiga perusahaan besar tersebut.

Uang suap sebesar Rp 57 miliar tersebut diterima pejabat pajak dari tiga konsultan dan satu kuasa pajak. Mereka yakni, Veronika Lindawati selaku kuasa dari PT Bank Panin, Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama. Kemudian, Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak dari PT Gunung Madu Plantations.

Kedua mantan pejabat pajak tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

PROKALTENG.CO-Pemilik PT. Jhonlin Baratama Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam melaporkan mantan tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Yulmanizar ke Bareskrim Mabes Polri. Haji Isam menuding, Yulmanizar telah mencemarkan nama baiknya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan pelaporan tersebut. Karena dikhawatirkan, pelaporan yang dilakukan Haji Isam berpotensi mengganggu jalannya persidangan kasus dugaan suap penurunan nilai perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.

“Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu independensi maupun keberanian saksi-saksi untuk mengungkap apa yang dia ketahui dan rasakan dengan sebenar-benarnya,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/10).

Juru bicra KPK bidang penindakan ini memandang, laporan Haji Isam sama dengan mengancam saksi. Seyogianya, keterangan saksi di dalam persidangan akan dinilai oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan Majelis Hakim dalam menangani perkara rasuah suap perpajakan.

“Keterangan dari seorang saksi atas apa yang dia ketahui dan alami sendiri guna mengungkap suatu kebenaran di muka persidangan, tentu akan dinilai oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut, dan pihak terdakwa ataupun kuasa hukumnya,” tegas Ali.

Lembaga antirasuah merasa heran dengan tindakan Haji Isam yang melaporkan Yulmanizar ke Mabes Polri. Pasalnya, Haji Isam tidak berwenang melaporkan hal itu ke sana.

“Sebagai pemahaman bersama, secara normatif pihak yang dapat melaporkan saksi palsu adalah penuntut umum sesuai dengan hukum acara pidana pasal 174 ayat (2) KUHAP,” tegas Ali.

Ali menegaskan pihaknya tetap akan mendalami keterlibatan Haji Isam meski sudah ada pelaporan terkait tudingan pencemaran nama baik. Keterangan dugaan keterlibatan Haji Isam, tetap bakal didalami dengan pemeriksaan saksi dan pencarian bukti lainnya.

“Keterangan setiap saksi sebagai fakta persidangan juga akan dikonfirmasi dengan keterangan-keterangan lainnya dan diuji kebenarannya hingga bisa menjadi sebuah fakta hukum,” papar Ali.

Baca Juga :  Lagi, Presiden Jokowi Ancam Pejabat TNI-Polri Terkait Karhutla

Bahkan Haji Isam juga diminta untuk menghargai proses persidangan. Sebab, laporan ke Mabes Polri bentuk tidak menghargai jalannya proses persidangan.

“Karena setiap keterangan para saksi sangat penting bagi majelis hakim dan jaksa Penuntut untuk menilai fakta hukum suatu perkara yang pada gilirannya kebenaran akan ditemukan pada proses persidangan dimaksud,” ungkap Ali.

Sebelumnya, bos PT. Jhonlin Baratama Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam melaporkan mantan tim pemeriksa pajak, Yulmanizar ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Rabu (6/10) kemarin. Melalui tim kuasa hukumnya, Junaidi. Haji Isam menganggap keterangan Yulmanizar yang menuduhnya mempunyai peran dalam kasus suap pajak diduga mencemarkan nama baik.

“Demi memulihkan martabat dan nama baik klien kami, kami telah mengajukan laporan polisi atas adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Yulmanizar, yakni tindak pidana kesaksian palsu di atas sumpah, pencemaran nama baik dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 242, 310, dan/atau Pasal 311 KUHP,” ujar Junaidi, Rabu (6/10).

Sebab dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (4/10), saksi Yulmanizar mengamini adanya perintah dari Haji Isam dalam penurunan nilai wajib pajak PT. Jhonlin Baratama. Bahkan menjanjikan fee Rp 50 miliar, agar kewajiban pajak bisa direkayasa.

Pada saat pertemuan dengan Agus Susetyo ini, dalam penyampaiannya atas permintaa pengondisian nilai SKP PT Jhonlin Baratama disampaikan kepada kami, bahwa ini adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP tersebut. Apa demikian?,” tanya Jaksa KPK Takdir Suhan.

Mendengar pernyataan Jaksa KPK tersebut, Yulmanizar yang kini merupakan mantan pegawai Ditjen Pajak mengamini hal tersebut. Dia mengaku melakukan pertemuan dengan pihak dari Jhonlin Baratama, Agus Susetyo. Dalam pertemuan itu, Agus menyampaikan adanya permintaan dari Haji Isam untuk menurunkan nilai ketetapan wajib pajak.

Baca Juga :  KPK: Belum Ada Jajaran Menteri Jokowi yang Serahkan LHKPN

“Iya itu disampaikan oleh Pak Agus,” ucap Yulmanizar.

Jaksa KPK Takdir Suhan juga mencecar soal adanya permintaan tersebut langsung disampaikan kepada pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdhani. Hal ini pun dibenarkan oleh Yulmanizar.

“Uang yang disampaikan ke atasan, atasan ini Pak Angin dan Pak Dadan?,” cecar Jaksa Takdir.

“Betul,” pungkas Yulmanizar.

Dalam perkaranya, dua mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani didakwa menerima suap senilai Rp 57 miliar. Suap tersebut untuk merekayasa hasil penghitungan pajak pada sejumlah wajib pajak.

Penerimaan suap itu diduga berkaitan dengan pengurusan pajak PT Jhonlin Baratama (JB); PT Bank PAN Indonesia (PANIN); serta PT Gunung Madu Plantations (GMP). Angin dan Dadan diduga menerima suap sebesar Rp 57 miliar melalui para konsultan pajak tiga perusahaan besar tersebut.

Uang suap sebesar Rp 57 miliar tersebut diterima pejabat pajak dari tiga konsultan dan satu kuasa pajak. Mereka yakni, Veronika Lindawati selaku kuasa dari PT Bank Panin, Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama. Kemudian, Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak dari PT Gunung Madu Plantations.

Kedua mantan pejabat pajak tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terpopuler

Artikel Terbaru