25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kapolri Cabut TR yang Larang Media Tampilkan Kekerasan Polisi

PROKALTENG.CO – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya membatalkan
Surat Telegram nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang mengatur tentang
pelaksanaan liputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau
kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Telegram itu ditandatangani
Kapolri pada 5 April 2021 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda untuk dilaksanakan
pengemban fungsi humas Polri di seluruh wilayah. Ada 11 poin yang diatur dalam
telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang
menampilkan arogansi dan kekerasan. Media diimbau menayangkan kegiatan
kepolisian yang tegas, tapi humanis.

Pembatalan itu disampaikan
melalui Surat Telegram Kapolri Nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6
April 2021 yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama
Kapolri.

“Surat Telegram Kapolri
sebagaimana referensi nomor empat di atas (surat telegram tentang pelaksanan
peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran
jurnalistik) dinyatakan dicabut/dibatalkan,” demikian bunyi telegram
tersebut.

Baca Juga :  Mukhtarudin Raih Penghargaan Legislator Inspiring Journey

Lewat telegram itu, para kapolda,
khususnya kepala bidang humas Polri di seluruh wilayah, agar melaksanakan dan
memedomani isi telegram.

Sebelumnya, Komisioner Kompolnas
Poengky Indarti meminta Kapolri mencabut surat telegramnya tersebut. Dia berpandangan
telegram yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang
dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik perlu
direvisi.

Ia mengatakan, poin-poin
kontroversial yang termuat dalam surat telegram itu dapat membatasi kebebasan
pers, serta menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik. Dirinya
meminta poin-poin itu dicabut.

“Kami berharap STR (surat
telegram) ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi
kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada
publik agar dicabut,” kata Poengky dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4).

Baca Juga :  Gelar RUPSLB, BRI Tegaskan Komitmen Penerapan Keuangan Berkelanjutan

Meski telegram itu bersifat
internal, menurut Poengky, poin yang diatur juga akan berdampak pada
pihak-pihak eksternal, khususnya jurnalis.

“Setelah membaca STR-nya, saya
menangkap maksudnya adalah ada poin-poin yang dimaksudkan untuk menjaga prinsip
presumption of innocent, melindungi
korban kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan,
serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan
potensi trial by the press,” ucapnya.

Hanya saja, lanjut Poengky, di
sisi lain ada hal yang menjadi pro kontra. Misalnya poin 1 tentang larangan meliput
tindakan kekerasan dan arogansi polisi.

“Batasan kepada jurnalis untuk
meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap
membatasi kebebasan pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik,”
imbuhnya.

PROKALTENG.CO – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya membatalkan
Surat Telegram nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang mengatur tentang
pelaksanaan liputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau
kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Telegram itu ditandatangani
Kapolri pada 5 April 2021 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda untuk dilaksanakan
pengemban fungsi humas Polri di seluruh wilayah. Ada 11 poin yang diatur dalam
telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang
menampilkan arogansi dan kekerasan. Media diimbau menayangkan kegiatan
kepolisian yang tegas, tapi humanis.

Pembatalan itu disampaikan
melalui Surat Telegram Kapolri Nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6
April 2021 yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama
Kapolri.

“Surat Telegram Kapolri
sebagaimana referensi nomor empat di atas (surat telegram tentang pelaksanan
peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran
jurnalistik) dinyatakan dicabut/dibatalkan,” demikian bunyi telegram
tersebut.

Baca Juga :  Mukhtarudin Raih Penghargaan Legislator Inspiring Journey

Lewat telegram itu, para kapolda,
khususnya kepala bidang humas Polri di seluruh wilayah, agar melaksanakan dan
memedomani isi telegram.

Sebelumnya, Komisioner Kompolnas
Poengky Indarti meminta Kapolri mencabut surat telegramnya tersebut. Dia berpandangan
telegram yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang
dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik perlu
direvisi.

Ia mengatakan, poin-poin
kontroversial yang termuat dalam surat telegram itu dapat membatasi kebebasan
pers, serta menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik. Dirinya
meminta poin-poin itu dicabut.

“Kami berharap STR (surat
telegram) ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi
kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada
publik agar dicabut,” kata Poengky dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4).

Baca Juga :  Gelar RUPSLB, BRI Tegaskan Komitmen Penerapan Keuangan Berkelanjutan

Meski telegram itu bersifat
internal, menurut Poengky, poin yang diatur juga akan berdampak pada
pihak-pihak eksternal, khususnya jurnalis.

“Setelah membaca STR-nya, saya
menangkap maksudnya adalah ada poin-poin yang dimaksudkan untuk menjaga prinsip
presumption of innocent, melindungi
korban kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan,
serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan
potensi trial by the press,” ucapnya.

Hanya saja, lanjut Poengky, di
sisi lain ada hal yang menjadi pro kontra. Misalnya poin 1 tentang larangan meliput
tindakan kekerasan dan arogansi polisi.

“Batasan kepada jurnalis untuk
meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap
membatasi kebebasan pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik,”
imbuhnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru