26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Golkar Curiga Ada Penumpang Gelap yang Ingin Memanfaatkan Perppu

Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng
mengingatkan pemerintah agar Perppu No 1 Tahun 2020 tidak boleh dimanfaatkan
oleh para penumpang gelap (free rider). Pasalnya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang itu rawan ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu dengan
memanfaatkan wabah virus Korona.

“Pelaksanaan program ini harus dilakukan
secara hati-hati dan aturan yang jelas, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun
aturan pelaksananya. Jangan sampai dimanfaatkan golongan-golongan bermasalah,”
ujar Mekeng dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Jumat  
(3/4).

Politikus Golkar itu juga mengusulkan agar
program pemulihan berjalan dengan baik dan tepat, maka dalam melakukan program
harus didampingi oleh independent financial advisor, baik lokal maupun asing.
Hal itu untuk menutup celah bagi para penumpang gelap bermain curang dengan
mengakali kinerja perusahaannya.

Mantan Ketua Komisi XI ini melihat Perppu yang
diterbitkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk menaikan defisit
anggaran sampai dengan titik 5,05 persen.

Baca Juga :  Rebutan Vaksin Covid-19 di Dunia Semakin Ketat

Namun sebelum menggunakan alternatif menaikan
defisit anggaran, pemeritah seharusnya melakukan relokasi dan pemotongan
anggaran di Kementerian dan Lembaga (K/L). Hal itu sebagai bentuk kebijakan
pengetatan ikat pinggang dari pemerintah dan bukan ajang bagi pemerintah untuk
jor-joran melakukan belanja yang tidak prioritas.

Meski demikian, dia mengapresiasi langkah
cepat dan tanggap dari pemerintah dengan menerbitkan Perppu tersebut.
Penerbitan Perppu itu sebagai suatu langkah pemerintah untuk memberikan rasa
aman dan nyaman bagi masyarakat serta usaha pemerintah untuk melakukan
pemulihan ekonomi akibat wabah Covid 19.

“Di tengah keadaan yang penuh ketidakpastian,
dan saat diperlukan kebijakan yang cepat dan tepat, maka kami sangat mendukung
dengan klausul pada Ketentuan Penutup dalam Perppu ini,” katanya.

Baca Juga :  PPATK Endus Aliran Duit Korupsi Pejabat Mengucur ke Selingkuhan

“Isinya memberikan kelonggaran dan kepastian
kepada pengambil kebijakan (stake holder) bahwa kebijakan yang diambil tidak
dapat dipidanakan dan tidak merupakan objek gugatan dalam peradilan tata usaha
negara,” tambahnya.

Menurutnya, klausul tersebut memberikan
kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan bagi para pengambil keputusan di
kemudian hari sehingga keputusan dapat diambil sesegara mungkin dan setepat
mungkin. Hal ini mejadi penting agar di masa mendatang, bisa dilihat bahwa
kebijakan yang diambil saat itu dalam kondisi tidak normal dan genting dan
tidak membandingkan dengan kondisi normal.

“Namun tetap menjadi perhatian bagi pengambil
keputusan bahwa keputusan yang diambil harus sesuai dengan norma umum, baik
asaz kemanfaatan maupun asaz kepatutan dengan tetap menjaga good governance
dalam pengambilan keputusan,” tutup Mekeng.‎
 

Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng
mengingatkan pemerintah agar Perppu No 1 Tahun 2020 tidak boleh dimanfaatkan
oleh para penumpang gelap (free rider). Pasalnya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang itu rawan ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu dengan
memanfaatkan wabah virus Korona.

“Pelaksanaan program ini harus dilakukan
secara hati-hati dan aturan yang jelas, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun
aturan pelaksananya. Jangan sampai dimanfaatkan golongan-golongan bermasalah,”
ujar Mekeng dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Jumat  
(3/4).

Politikus Golkar itu juga mengusulkan agar
program pemulihan berjalan dengan baik dan tepat, maka dalam melakukan program
harus didampingi oleh independent financial advisor, baik lokal maupun asing.
Hal itu untuk menutup celah bagi para penumpang gelap bermain curang dengan
mengakali kinerja perusahaannya.

Mantan Ketua Komisi XI ini melihat Perppu yang
diterbitkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk menaikan defisit
anggaran sampai dengan titik 5,05 persen.

Baca Juga :  Rebutan Vaksin Covid-19 di Dunia Semakin Ketat

Namun sebelum menggunakan alternatif menaikan
defisit anggaran, pemeritah seharusnya melakukan relokasi dan pemotongan
anggaran di Kementerian dan Lembaga (K/L). Hal itu sebagai bentuk kebijakan
pengetatan ikat pinggang dari pemerintah dan bukan ajang bagi pemerintah untuk
jor-joran melakukan belanja yang tidak prioritas.

Meski demikian, dia mengapresiasi langkah
cepat dan tanggap dari pemerintah dengan menerbitkan Perppu tersebut.
Penerbitan Perppu itu sebagai suatu langkah pemerintah untuk memberikan rasa
aman dan nyaman bagi masyarakat serta usaha pemerintah untuk melakukan
pemulihan ekonomi akibat wabah Covid 19.

“Di tengah keadaan yang penuh ketidakpastian,
dan saat diperlukan kebijakan yang cepat dan tepat, maka kami sangat mendukung
dengan klausul pada Ketentuan Penutup dalam Perppu ini,” katanya.

Baca Juga :  PPATK Endus Aliran Duit Korupsi Pejabat Mengucur ke Selingkuhan

“Isinya memberikan kelonggaran dan kepastian
kepada pengambil kebijakan (stake holder) bahwa kebijakan yang diambil tidak
dapat dipidanakan dan tidak merupakan objek gugatan dalam peradilan tata usaha
negara,” tambahnya.

Menurutnya, klausul tersebut memberikan
kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan bagi para pengambil keputusan di
kemudian hari sehingga keputusan dapat diambil sesegara mungkin dan setepat
mungkin. Hal ini mejadi penting agar di masa mendatang, bisa dilihat bahwa
kebijakan yang diambil saat itu dalam kondisi tidak normal dan genting dan
tidak membandingkan dengan kondisi normal.

“Namun tetap menjadi perhatian bagi pengambil
keputusan bahwa keputusan yang diambil harus sesuai dengan norma umum, baik
asaz kemanfaatan maupun asaz kepatutan dengan tetap menjaga good governance
dalam pengambilan keputusan,” tutup Mekeng.‎
 

Terpopuler

Artikel Terbaru