30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jaga Imunitas Lebih Penting daripada Borong Masker

Begitu
menyeruak kabar tentang dua orang positif terjangkit virus korona, stok masker
di toko-toko langsung ludes. Hanya ada beberapa apotek yang menjual barang
tersebut. Harganya sudah naik gila-gilaan. Sebelum virus korona merebak, harga
satu lembar masker hanya Rp 1.000–Rp 1.500. Namun, kemarin (2/3) di Surabaya,
harga masker naik menjadi Rp 4.000–Rp 5.000 per lembar.

Pemerintah
juga memberikan atensi terhadap ketersediaan masker bagi masyarakat di berbagai
daerah.

Menurut
Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardhani, kelangkaan masker
yang menjadi persoalan sudah diantisipasi. ”Kami bertindak agar masker untuk
publik bisa terpenuhi,” ujar dia kemarin.

Sejak
wabah virus korona meluas, masker memang menjadi salah satu barang paling
diburu. Banyak anjuran yang menyebutkan bahwa penggunaan masker sangat penting
untuk menekan risiko penularan virus korona. Padahal, memakai masker hanyalah
salah satu cara menangkal masuknya virus korona. ”Sering mencuci tangan juga
penting,” kata Jaleswari.

Pemerintah
meminta masyarakat tenang. Sebab, langkah-langkah antisipasi pasca mewabahnya
virus korona dari Wuhan sudah disiapkan. ”Pemerintah sudah bersiap
menindaklanjuti hal-hal terburuk,” jelas dia.

Karena
itu, meski presiden sudah mengumumkan ada dua warga yang positif terkena virus
korona, pemerintah meminta masyarakat tidak panik. Sebab, menurut Jaleswari,
semuanya sudah berada dalam kendali. ”Masyarakat tenang, jangan panik, dan
tetap melakukan kegiatan sehari-hari,” tutur dia.

Baca Juga :  Pemerintah Larang Warga Iran, Italia dan Korsel Masuk Indonesia

Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta produsen masker dan hand sanitizer
tidak memberatkan masyarakat. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta
para pengusaha masker dan hand sanitizer tidak mengambil kesempatan saat
masyarakat kesusahan seperti sekarang.

”Jangan
eksploitasi masyarakat dengan harga yang gila-gilaan. Mengambil untung secara
ugal-ugalan di tengah kesulitan adalah tindakan amoral,” tegas Tulus kepada
Jawa Pos di Jakarta kemarin.

Menteri
Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan, masker sebenarnya hanya dipakai
untuk mereka yang sakit. Yang sehat tidak dianjurkan memakai masker. ”Jadi,
bisa dibedakan dan jangan dijadikan public enemy bagi yang memakai masker,”
ucap dia.

Menurut
Terawan, yang berpeluang sakit adalah mereka yang imunitas tubuhnya rendah.
”Seperti ini, semua pakai masker. Yang sakit saya atau yang sakit pakai
masker,” ujarnya keheranan melihat awak media mengikuti konferensi pers dengan
memakai masker. Padahal, dia dan para staf RSPI Sulianti Saroso tidak
memakainya.

Baca Juga :  Ingat! Jika Terinfeksi Covid-19, Ini Gejala yang Paling Awal Muncul

Direktur
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono Anung
kembali menegaskan cara mengantisipasi penularan virus baru itu. Selain tidak
melakukan kontak, hal yang paling penting adalah menjaga daya tahan tubuh
dengan menerapkan gaya hidup sehat.

Dia
menjelaskan, pada dasarnya, penyakit yang disebabkan virus dapat dilawan dengan
daya tahan tubuh atau imunitas yang baik. ”Virus kan termasuk self-limiting
disease atau bisa sembuh sendiri selama daya tahan tubuh baik. Jadi, imun tubuh
inilah yang akan melawan virus ini,” tegasnya.

Karena
itu, saat disinggung mengenai penggunaan masker, Anung justru menekankan pola
hidup bersih dan sehat. Misalnya, makan bergizi, makan buah dan sayur,
mengonsumsi air putih, rajin mencuci tangan dengan sabun, serta berolahraga.

Menurut
dia, tidak pas jika orang-orang sehat sibuk menggunakan masker, tetapi abai
pada kewajiban mencuci tangan sebelum makan atau setelah dari luar rumah.
”Masker kan memang sejatinya buat yang sakit ya. Itu etikanya. Jadi, bukan
semua orang akhirnya pakai masker,” paparnya. Namun, saat kekhawatiran tinggi,
dia memaklumi ketika akhirnya semua menggunakan masker. ”Tapi, kebersihan harus
tetap dijaga,” ingatnya.(jpc)

Begitu
menyeruak kabar tentang dua orang positif terjangkit virus korona, stok masker
di toko-toko langsung ludes. Hanya ada beberapa apotek yang menjual barang
tersebut. Harganya sudah naik gila-gilaan. Sebelum virus korona merebak, harga
satu lembar masker hanya Rp 1.000–Rp 1.500. Namun, kemarin (2/3) di Surabaya,
harga masker naik menjadi Rp 4.000–Rp 5.000 per lembar.

Pemerintah
juga memberikan atensi terhadap ketersediaan masker bagi masyarakat di berbagai
daerah.

Menurut
Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardhani, kelangkaan masker
yang menjadi persoalan sudah diantisipasi. ”Kami bertindak agar masker untuk
publik bisa terpenuhi,” ujar dia kemarin.

Sejak
wabah virus korona meluas, masker memang menjadi salah satu barang paling
diburu. Banyak anjuran yang menyebutkan bahwa penggunaan masker sangat penting
untuk menekan risiko penularan virus korona. Padahal, memakai masker hanyalah
salah satu cara menangkal masuknya virus korona. ”Sering mencuci tangan juga
penting,” kata Jaleswari.

Pemerintah
meminta masyarakat tenang. Sebab, langkah-langkah antisipasi pasca mewabahnya
virus korona dari Wuhan sudah disiapkan. ”Pemerintah sudah bersiap
menindaklanjuti hal-hal terburuk,” jelas dia.

Karena
itu, meski presiden sudah mengumumkan ada dua warga yang positif terkena virus
korona, pemerintah meminta masyarakat tidak panik. Sebab, menurut Jaleswari,
semuanya sudah berada dalam kendali. ”Masyarakat tenang, jangan panik, dan
tetap melakukan kegiatan sehari-hari,” tutur dia.

Baca Juga :  Pemerintah Larang Warga Iran, Italia dan Korsel Masuk Indonesia

Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta produsen masker dan hand sanitizer
tidak memberatkan masyarakat. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta
para pengusaha masker dan hand sanitizer tidak mengambil kesempatan saat
masyarakat kesusahan seperti sekarang.

”Jangan
eksploitasi masyarakat dengan harga yang gila-gilaan. Mengambil untung secara
ugal-ugalan di tengah kesulitan adalah tindakan amoral,” tegas Tulus kepada
Jawa Pos di Jakarta kemarin.

Menteri
Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan, masker sebenarnya hanya dipakai
untuk mereka yang sakit. Yang sehat tidak dianjurkan memakai masker. ”Jadi,
bisa dibedakan dan jangan dijadikan public enemy bagi yang memakai masker,”
ucap dia.

Menurut
Terawan, yang berpeluang sakit adalah mereka yang imunitas tubuhnya rendah.
”Seperti ini, semua pakai masker. Yang sakit saya atau yang sakit pakai
masker,” ujarnya keheranan melihat awak media mengikuti konferensi pers dengan
memakai masker. Padahal, dia dan para staf RSPI Sulianti Saroso tidak
memakainya.

Baca Juga :  Ingat! Jika Terinfeksi Covid-19, Ini Gejala yang Paling Awal Muncul

Direktur
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono Anung
kembali menegaskan cara mengantisipasi penularan virus baru itu. Selain tidak
melakukan kontak, hal yang paling penting adalah menjaga daya tahan tubuh
dengan menerapkan gaya hidup sehat.

Dia
menjelaskan, pada dasarnya, penyakit yang disebabkan virus dapat dilawan dengan
daya tahan tubuh atau imunitas yang baik. ”Virus kan termasuk self-limiting
disease atau bisa sembuh sendiri selama daya tahan tubuh baik. Jadi, imun tubuh
inilah yang akan melawan virus ini,” tegasnya.

Karena
itu, saat disinggung mengenai penggunaan masker, Anung justru menekankan pola
hidup bersih dan sehat. Misalnya, makan bergizi, makan buah dan sayur,
mengonsumsi air putih, rajin mencuci tangan dengan sabun, serta berolahraga.

Menurut
dia, tidak pas jika orang-orang sehat sibuk menggunakan masker, tetapi abai
pada kewajiban mencuci tangan sebelum makan atau setelah dari luar rumah.
”Masker kan memang sejatinya buat yang sakit ya. Itu etikanya. Jadi, bukan
semua orang akhirnya pakai masker,” paparnya. Namun, saat kekhawatiran tinggi,
dia memaklumi ketika akhirnya semua menggunakan masker. ”Tapi, kebersihan harus
tetap dijaga,” ingatnya.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru