25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ketum PBNU Ungkap Bobroknya Pengelolaan Asuransi di Indonesia

Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) memperingati hari ulang tahun yang ke-94. Dalam pidato
sambutannya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj pun ikut bicara soal kasus
Jiwasraya.

Said
mengatakan, pengelolaan perusahaan asuransi pelat merah begitu buruk.
Pernyataannya itu dianggap sebagai kritik agar pengelolaan anak perusahaan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih baik dari sebelumnya.

“Kasus gagal bayar beberapa perusahaan asuransi seperti
Jiwasraya, dan indikasinya Bumi Putera, begitu pula Asabri, jangan-jangan
Taspen juga, membuka pengetahuan kita bahwa betapa buruknya pengelolaan
industri asuransi di Indonesia,” ujar Said di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya,
Jakarta, Jumat (31/1) malam.

Oleh sebab itu, Said menekankan, pengelolaan lembaga baik itu
anak perusahaan BUMN dan yang bukan harus dikelola dengan benar. Said berujar,
jangan sampai ada praktik-praktik curang yang merugikan negara dan juga masyarakat.

Baca Juga :  Terjadi Penurunan Kasus Baru, Total Positif Virus Korona 20.796 Orang

“Kesalahan penempatan investasi hingga rekayasa saham over price
merupakan satu di antara sekian kedzaliman ekonomi yang tidak boleh terjadi,”
katanya.

Oleh sebab itu, Said menuturkan semoga permasalahan-permasalahan
perusahaan pelat merah ini bisa cepat selesai. Sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan.

“Jadi Nahdlatul Ulama berharap kondisi ini tidak sampai mengarah
pada distrust (ketidakperayaan) masyarakat pada industri asuransi,” ungkapnya.

Diketahui, masalah Jiwasraya bermula ketika perusahaan pelat
merah ini menunda pembayaran klaim produk asuransi Saving Plan sebesar Rp 802
miliar pada Oktober 2018.

Produk ini disalurkan melalui beberapa bank seperti PT Bank
Tabungan Negara Tbk (BTN), PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank KEB Hana, PT Bank Victoria Tbk, dan PT
Bank Standard Chartered Indonesia.

Dalam surat yang beredar kala itu, Jiwasraya menyatakan
pemenuhan pendanaan untuk pembayaran masih diproses. Perusahaan pun menawarkan
pemegang polis untuk memperpanjang jatuh tempo (roll over) hingga satu tahun
berikutnya.

Baca Juga :  KNKT Mulai Unduh Data Penerbangan Sriwijaya Air pada Black Box FDR

Selang setahun, masalah bertambah. Jiwasraya menyampaikan kepada
DPR bahwa perusahaan butuh dana Rp 32,98 triliun. Hal itu dilakukan ‎ demi
memperbaiki permodalan sesuai ketentuan minimal yang diatur OJK atau Risk Based
Capital (RBC) 120 persen.

Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menahan lima
orang terkait megaskandal dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kelimanya adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny
Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat,
mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary
Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim
dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.(jpc)

 

Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) memperingati hari ulang tahun yang ke-94. Dalam pidato
sambutannya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj pun ikut bicara soal kasus
Jiwasraya.

Said
mengatakan, pengelolaan perusahaan asuransi pelat merah begitu buruk.
Pernyataannya itu dianggap sebagai kritik agar pengelolaan anak perusahaan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih baik dari sebelumnya.

“Kasus gagal bayar beberapa perusahaan asuransi seperti
Jiwasraya, dan indikasinya Bumi Putera, begitu pula Asabri, jangan-jangan
Taspen juga, membuka pengetahuan kita bahwa betapa buruknya pengelolaan
industri asuransi di Indonesia,” ujar Said di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya,
Jakarta, Jumat (31/1) malam.

Oleh sebab itu, Said menekankan, pengelolaan lembaga baik itu
anak perusahaan BUMN dan yang bukan harus dikelola dengan benar. Said berujar,
jangan sampai ada praktik-praktik curang yang merugikan negara dan juga masyarakat.

Baca Juga :  Terjadi Penurunan Kasus Baru, Total Positif Virus Korona 20.796 Orang

“Kesalahan penempatan investasi hingga rekayasa saham over price
merupakan satu di antara sekian kedzaliman ekonomi yang tidak boleh terjadi,”
katanya.

Oleh sebab itu, Said menuturkan semoga permasalahan-permasalahan
perusahaan pelat merah ini bisa cepat selesai. Sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan.

“Jadi Nahdlatul Ulama berharap kondisi ini tidak sampai mengarah
pada distrust (ketidakperayaan) masyarakat pada industri asuransi,” ungkapnya.

Diketahui, masalah Jiwasraya bermula ketika perusahaan pelat
merah ini menunda pembayaran klaim produk asuransi Saving Plan sebesar Rp 802
miliar pada Oktober 2018.

Produk ini disalurkan melalui beberapa bank seperti PT Bank
Tabungan Negara Tbk (BTN), PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank KEB Hana, PT Bank Victoria Tbk, dan PT
Bank Standard Chartered Indonesia.

Dalam surat yang beredar kala itu, Jiwasraya menyatakan
pemenuhan pendanaan untuk pembayaran masih diproses. Perusahaan pun menawarkan
pemegang polis untuk memperpanjang jatuh tempo (roll over) hingga satu tahun
berikutnya.

Baca Juga :  KNKT Mulai Unduh Data Penerbangan Sriwijaya Air pada Black Box FDR

Selang setahun, masalah bertambah. Jiwasraya menyampaikan kepada
DPR bahwa perusahaan butuh dana Rp 32,98 triliun. Hal itu dilakukan ‎ demi
memperbaiki permodalan sesuai ketentuan minimal yang diatur OJK atau Risk Based
Capital (RBC) 120 persen.

Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menahan lima
orang terkait megaskandal dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kelimanya adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny
Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat,
mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary
Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim
dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru