28.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Tangkap Dokter Pengungkap Covid-19 karena Dianggap Buat Resah, Akhirny

SETELAH 40 hari melakukan investigasi atas
kematian dr Li Wenliang, lembaga pengawas tertinggi Tiongkok mengeluarkan
beberapa rekomendasi.

Dikutip dari laman South China Morning Post, kematian dr Li memicu
kemarahan masyarakat Tiongkok terhadap pihak-pihak yang membuatnya ditangkap.

Li, salah satu dari delapan dokter telah berusaha mengingatkan petugas
medis lainnya mengenai bahaya penyakit yang ditanganinya itu. Namun peringatan
tersebut berbuah teguran dari pihak kepolisian.

Namun surat teguran tersebut tidak membuat Li mundur dari garis terdepan
medan pertempuran melawan wabah, meskipun pada akhirnya dia harus kehilangan
nyawa setelah kontak langsung dengan pasiennya yang terinfeksi COVID-19.

Li mulai memperingatkan penyakit COVID-19 dalam sebuah artikel yang
diedarkan kepada rekan-rekannya di aplikasi WeChat pada 30 Desember 2019 lalu.

Dia memperingatkan rekan-rekannya terkait COVID-19 dalam sebuah artikel
yang berjudul ‘Tujuh Kasus Mirip SARS Dikonfirmasi di Pasar Buah dan Makanan
Laut Huanan’.

Salah satunya mendesak pihak kepolisian di Wuhan meminta maaf kepada keluarga
almarhum dr Li, spesialis mata yang pertama kali mengungkapkan potensi
merebaknya wabah radang-radang paru-paru yang disebabkan virus corona jenis
baru atau Covid-19 menjelang akhir 2019 di Ibu Kota Provinsi Hubei, Tiongkok.

Rekomendasi yang dikeluarkan pada Kamis (19/3/2020) itu berdasarkan
penyelidikan terhadap aparat kepolisian Wuhan yang memberikan surat teguran
kepada dr Li terkait pernyataannya di grup pesan instannya akan bahaya virus
yang belakangan diidentifikasi sebagai COVID-19.

Penyelidikan kasus kematian Li tersebut dilakukan karena berpotensi
menimbulkan serangan terhadap sistem politik China. Dalam investigasi yang
dilakukan sejak kematian dr Li pada 7 Februari, tim telah meminta badan
pengawas daerah untuk melakukan berbagai perbaikan sistem, meminta pertanggung jawaban
personel terkait, dan mengumumkan hasil pemeriksaan secepat mungkin.

Tim juga menyelidiki proses perawatan darurat kepada Li sebelum meninggal
dunia karena beberapa masyarakat mempertanyakan penyebab kematian tersebut,
apalagi adanya dugaan pihak berwenang setempat berupaya menunda pengumuman
kematian dokter berusia 37 tahun itu.

Baca Juga :  Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Jepang

Tim investigasi juga berhasil membongkar kronologi kontak Li dengan wabah,
perawatan sebelum kematian, dan perawatan kegawatdaruratan yang diterimanya.
Tidak ketinggalan tim juga merekomendasikan pemberian kompensasi kepada
keluarga dr Li.

Diperoleh informasi bahwa dr Li meninggalkan seorang istri yang sedang
mengandung dengan usia kehamilan tujuh bulan. Para dokter yang memberikan
perawatan darurat kepada Li juga dimintai keterangan oleh tim investigasi.

Kepada tim penyidik, mereka mengatakan bahwa dokter muda Li itu sebagai
rekan kerja mereka dan mereka telah berupaya maksimal menyelamatkan nyawa
rekannya itu.

Para pakar kesehatan yang memberikan masukan atas perawatan dr Li
mengatakan bahwa penanganan Li sudah sesuai standar kesehatan dan para dokter
sudah memberikan obat-obatan serta tindakan medis disesuaikan dengan kondisi
pasien.

Pihak rumah sakit juga telah meminta persetujuan kepada Li dan keluarganya
sebelum melakukan perawatan medis, demikian hasil investigasi yang beredar di
sejumlah media resmi China.

Temuan Mirip SARS

Sebagai dokter ahli mata di Rumah Sakit Pusat Wuhan yang sekaligus menjadi
tempat dia dirawat hingga meninggal dunia, Li mendapati pasien yang dirawatnya
dengan gejala-gejala seperti SARS pada 30 Desember 2019.

Kemudian dia membagikan temuannya itu kepada teman-temannya bahwa ada kasus
sejenis SARS seperti disampaikan di akun Weibonya. Pada 3 Januari 2020, polisi
memanggil dr Li atas penyebaran rumor tersebut dan memintanya menandatangani
surat teguran.

Pada saat itu pula Biro Kesehatan Kota Wuhan menyatakan bahwa tidak ada
bukti virus tersebut dapat ditularkan antarmanusia.

Ternyata informasi yang tersebar untuk mengingatkan masyarakat akan risiko
penularan antarmanusia itu sangat akurat. Ditambah lagi jumlah kematian akibat
COVID-19 lebih tinggi daripada wabah SARS di China pada 2003 yang sama-sama
menyerang paru-paru.

Ungkapan kekecewaan dan kesedihan atas kematian Li membanjiri media sosial
di China dan warganet menjadikannya sebagai pahlawan nasional. Warganet juga
mendesak pihak berwenang mengusut kematian itu.

“Dia pahlawan abadi,” komentar seorang warganet yang ditimpali warganet
China lainnya dengan menuliskan, “Dia masih muda, tidak seharusnya terjadi
padanya.”

Baca Juga :  Virus Corona Menyebar ke Vietnam, 2 Pelancong Positif Terinfeksi

“Yang saya tahu dia telah mengungkapkan kebenaran yang tidak pernah berani
dilakukan oleh orang lain,” kata Wu Yan, dokter yang bekerja di poliklinik yang
sama dengan dr Li, seperti dikutip South China Morning Post.

Tim investigasi tidak berhenti sampai di situ karena mereka akan terus
melakukan penyelidikan lebih mendalam. Kematian Li telah menjadi bahan
eksploitasi oleh pihak asing, terutama yang sentimen terhadap China, demikian
Global Times.

Tentu saja hal itu juga bisa memicu kemarahan atas penanganan wabah
COVID-19 yang berepisentrum di Wuhan. Senat Amerika Serikat pada 3 Maret
mendesak China untuk berterus terang atas kematian dr Li itu.

Namun sejumlah pengamat di China justru mengingatkan pihak-pihak asing agar
tidak mengeksploitasi kesedihan sepeninggal dr Li dengan menyebarkan retorika
anti-China di media sosial. Beberapa pengamat mengatakan bahwa sebagai anggota
Partai Komunis China (CPC), dr Li telah bertekad dan berkorban dalam memerangi
wabah tersebut.

Pemerintah pusat China di Beijing mengirimkan empat tim pada 7 Februari-12
Maret guna melakukan penyelidikan berbagai peristiwa sosial yang menarik
perhatian publik seputar COVID-19. Akan tetapi penyelidikan terhadap kasus Li
memakan waktu paling lama karena mereka beralasan prosesnya sangat rumit.

Penyelidikan tersebut sesuai amanah Pasal 15 Bab III Undang-Undang
Pengawasan Republik Rakyat China mengenai pengawasan terhadap personel di
bidang pendidikan publik, penelitian ilmiah, kebudayaan, petugas medis,
olahraga, dan unit-unit lainnya.

Penyelidikan kematian Li sangat komprehensif karena tim tidak hanya mencari
kesalahan dalam perawatan medis Li, melainkan juga mengamati adanya dugaan
kesengajaan di balik peristiwa itu, demikian Ren Jianming, profesor dari
Beihang University di Beijing, seperti dikutip Global Times, harian terkemuka
yang dikelola partai berkuasa di China itu.

Seperti penyalahgunaan kewenangan, lanjut Ren Jianming, kegagalan dalam
menjalankan tanggung jawab para pejabat lokal dalam mencegah epidemic. 

SETELAH 40 hari melakukan investigasi atas
kematian dr Li Wenliang, lembaga pengawas tertinggi Tiongkok mengeluarkan
beberapa rekomendasi.

Dikutip dari laman South China Morning Post, kematian dr Li memicu
kemarahan masyarakat Tiongkok terhadap pihak-pihak yang membuatnya ditangkap.

Li, salah satu dari delapan dokter telah berusaha mengingatkan petugas
medis lainnya mengenai bahaya penyakit yang ditanganinya itu. Namun peringatan
tersebut berbuah teguran dari pihak kepolisian.

Namun surat teguran tersebut tidak membuat Li mundur dari garis terdepan
medan pertempuran melawan wabah, meskipun pada akhirnya dia harus kehilangan
nyawa setelah kontak langsung dengan pasiennya yang terinfeksi COVID-19.

Li mulai memperingatkan penyakit COVID-19 dalam sebuah artikel yang
diedarkan kepada rekan-rekannya di aplikasi WeChat pada 30 Desember 2019 lalu.

Dia memperingatkan rekan-rekannya terkait COVID-19 dalam sebuah artikel
yang berjudul ‘Tujuh Kasus Mirip SARS Dikonfirmasi di Pasar Buah dan Makanan
Laut Huanan’.

Salah satunya mendesak pihak kepolisian di Wuhan meminta maaf kepada keluarga
almarhum dr Li, spesialis mata yang pertama kali mengungkapkan potensi
merebaknya wabah radang-radang paru-paru yang disebabkan virus corona jenis
baru atau Covid-19 menjelang akhir 2019 di Ibu Kota Provinsi Hubei, Tiongkok.

Rekomendasi yang dikeluarkan pada Kamis (19/3/2020) itu berdasarkan
penyelidikan terhadap aparat kepolisian Wuhan yang memberikan surat teguran
kepada dr Li terkait pernyataannya di grup pesan instannya akan bahaya virus
yang belakangan diidentifikasi sebagai COVID-19.

Penyelidikan kasus kematian Li tersebut dilakukan karena berpotensi
menimbulkan serangan terhadap sistem politik China. Dalam investigasi yang
dilakukan sejak kematian dr Li pada 7 Februari, tim telah meminta badan
pengawas daerah untuk melakukan berbagai perbaikan sistem, meminta pertanggung jawaban
personel terkait, dan mengumumkan hasil pemeriksaan secepat mungkin.

Tim juga menyelidiki proses perawatan darurat kepada Li sebelum meninggal
dunia karena beberapa masyarakat mempertanyakan penyebab kematian tersebut,
apalagi adanya dugaan pihak berwenang setempat berupaya menunda pengumuman
kematian dokter berusia 37 tahun itu.

Baca Juga :  Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Jepang

Tim investigasi juga berhasil membongkar kronologi kontak Li dengan wabah,
perawatan sebelum kematian, dan perawatan kegawatdaruratan yang diterimanya.
Tidak ketinggalan tim juga merekomendasikan pemberian kompensasi kepada
keluarga dr Li.

Diperoleh informasi bahwa dr Li meninggalkan seorang istri yang sedang
mengandung dengan usia kehamilan tujuh bulan. Para dokter yang memberikan
perawatan darurat kepada Li juga dimintai keterangan oleh tim investigasi.

Kepada tim penyidik, mereka mengatakan bahwa dokter muda Li itu sebagai
rekan kerja mereka dan mereka telah berupaya maksimal menyelamatkan nyawa
rekannya itu.

Para pakar kesehatan yang memberikan masukan atas perawatan dr Li
mengatakan bahwa penanganan Li sudah sesuai standar kesehatan dan para dokter
sudah memberikan obat-obatan serta tindakan medis disesuaikan dengan kondisi
pasien.

Pihak rumah sakit juga telah meminta persetujuan kepada Li dan keluarganya
sebelum melakukan perawatan medis, demikian hasil investigasi yang beredar di
sejumlah media resmi China.

Temuan Mirip SARS

Sebagai dokter ahli mata di Rumah Sakit Pusat Wuhan yang sekaligus menjadi
tempat dia dirawat hingga meninggal dunia, Li mendapati pasien yang dirawatnya
dengan gejala-gejala seperti SARS pada 30 Desember 2019.

Kemudian dia membagikan temuannya itu kepada teman-temannya bahwa ada kasus
sejenis SARS seperti disampaikan di akun Weibonya. Pada 3 Januari 2020, polisi
memanggil dr Li atas penyebaran rumor tersebut dan memintanya menandatangani
surat teguran.

Pada saat itu pula Biro Kesehatan Kota Wuhan menyatakan bahwa tidak ada
bukti virus tersebut dapat ditularkan antarmanusia.

Ternyata informasi yang tersebar untuk mengingatkan masyarakat akan risiko
penularan antarmanusia itu sangat akurat. Ditambah lagi jumlah kematian akibat
COVID-19 lebih tinggi daripada wabah SARS di China pada 2003 yang sama-sama
menyerang paru-paru.

Ungkapan kekecewaan dan kesedihan atas kematian Li membanjiri media sosial
di China dan warganet menjadikannya sebagai pahlawan nasional. Warganet juga
mendesak pihak berwenang mengusut kematian itu.

“Dia pahlawan abadi,” komentar seorang warganet yang ditimpali warganet
China lainnya dengan menuliskan, “Dia masih muda, tidak seharusnya terjadi
padanya.”

Baca Juga :  Virus Corona Menyebar ke Vietnam, 2 Pelancong Positif Terinfeksi

“Yang saya tahu dia telah mengungkapkan kebenaran yang tidak pernah berani
dilakukan oleh orang lain,” kata Wu Yan, dokter yang bekerja di poliklinik yang
sama dengan dr Li, seperti dikutip South China Morning Post.

Tim investigasi tidak berhenti sampai di situ karena mereka akan terus
melakukan penyelidikan lebih mendalam. Kematian Li telah menjadi bahan
eksploitasi oleh pihak asing, terutama yang sentimen terhadap China, demikian
Global Times.

Tentu saja hal itu juga bisa memicu kemarahan atas penanganan wabah
COVID-19 yang berepisentrum di Wuhan. Senat Amerika Serikat pada 3 Maret
mendesak China untuk berterus terang atas kematian dr Li itu.

Namun sejumlah pengamat di China justru mengingatkan pihak-pihak asing agar
tidak mengeksploitasi kesedihan sepeninggal dr Li dengan menyebarkan retorika
anti-China di media sosial. Beberapa pengamat mengatakan bahwa sebagai anggota
Partai Komunis China (CPC), dr Li telah bertekad dan berkorban dalam memerangi
wabah tersebut.

Pemerintah pusat China di Beijing mengirimkan empat tim pada 7 Februari-12
Maret guna melakukan penyelidikan berbagai peristiwa sosial yang menarik
perhatian publik seputar COVID-19. Akan tetapi penyelidikan terhadap kasus Li
memakan waktu paling lama karena mereka beralasan prosesnya sangat rumit.

Penyelidikan tersebut sesuai amanah Pasal 15 Bab III Undang-Undang
Pengawasan Republik Rakyat China mengenai pengawasan terhadap personel di
bidang pendidikan publik, penelitian ilmiah, kebudayaan, petugas medis,
olahraga, dan unit-unit lainnya.

Penyelidikan kematian Li sangat komprehensif karena tim tidak hanya mencari
kesalahan dalam perawatan medis Li, melainkan juga mengamati adanya dugaan
kesengajaan di balik peristiwa itu, demikian Ren Jianming, profesor dari
Beihang University di Beijing, seperti dikutip Global Times, harian terkemuka
yang dikelola partai berkuasa di China itu.

Seperti penyalahgunaan kewenangan, lanjut Ren Jianming, kegagalan dalam
menjalankan tanggung jawab para pejabat lokal dalam mencegah epidemic. 

Terpopuler

Artikel Terbaru