25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Soal Haji, Arab Saudi Masih Galau

PEMERINTAH Arab Saudi diperkirakan akan membatalkan ibadah haji
tahun ini, menyusul pandemi virus corona (Covid-19) yang masih mewabah di
hampir seluruh negara.

Perkiraan pembatalan ibadah haji
ini diperkuat dengan sikap pemerintahan Raja Salman yang hingga kini belum juga
mengumumkan keputusan resminya terkait penyelenggaraan ibadah haji.

Sikap tersebut pun seraya membuat
sejumlah negara-negara Muslim di dunia merasa ‘digantung’, khususnya Indonesia
yang notabene sebagai pemasok jemaah haji terbesar di dunia.

Indonesia dan negara-negara
dengan Mayoritas Muslim lainnya pun terus mendesak Riyadh untuk segera
memutuskan, apakah akan melanjutkan atau menunda ritual agama terbesar setiap
tahunnya ini yang rencananya berlangsung mulai akhir Juli mendatang.

Akibat belum ada kejelasan dari
pihak Arab Saudi, Indonesia akhirnya menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan
mengirim jamaah hajinya ke Saudi pada tahun ini.

Sikap itu juga diikuti negara
muslim lainnya, seperti Malaysia, Senegal, dan Singapura juga ikut menangguhkan
perjalanan haji tahun ini. Sementara, negara-negara dengan populasi Muslim
lainnya seperti Mesir, Maroko, Libanon, Turki, hingga Bulgaria, masih menunggu
keputusan dari Riyadh.

Baca Juga :  Bawa Masalah ke Britania Raya, Lawatan Tiga Hari Donald Trump

Sejumlah pengamat menganggap,
Saudi tengah dihadapkan pada situasi dilematis. Di satu sisi, Saudi harus
waspada lantaran penyelenggaraan ibadah haji bisa menjadi bumerang bagi
kerajaan lantaran perkumpulan jutaan jemaah dari seluruh dunia bisa memperparah
penyebaran Covid-19.

Di sisi lain, membatalkan ibadah
haji tahun ini berarti menolak belasan miliar dolar Amerika Serikat masuk ke
kantong Saudi.

Dilansir Times of India, ibadah
Haji dinilai menjadi pemasukan utama Arab Saudi setelah penjualan minyak dan
gas. Setiap tahun, lebih dari dua juta jemaah haji yang datang ke Mekah menyumbangkan
sekitar US$12 miliar (Rp170 triliun) kepada Saudi, atau 7 persen dari total GDP
negara kerajaan tersebut.

“Keputusan akan segera diumumkan.
Ini adalah pergulatan antara menerima nominal dari penyelenggaraan haji atau
membuang sepenuhnya,” kata seorang pejabat negara di Asia Selatan yang
berhubungan dengan pemerintah Saudi kepada AFP.

Sementara itu, seorang pengamat
dari Royal United Services Institute London, Umar Karim, menganggap
keterlambatan Saudi dalam mengumumkan keputusannya memperlihatkan, bahwa
pemerintahan Raja Salman memahami konsekuensi politik jika membatalkan
penyelenggaraan ibadah haji atau mengurangi kuota jemaah.

Baca Juga :  Malaysia Tak Mau Pemimpin Junta Militer Myanmar Hadiri KTT ASEAN

“Arab Saudi terperangkap antara
iblis dan laut biru yang dalam,” kata Karim.

Sementara itu, seorang pejabat
negara Asia Selatan menuturkan Saudi tengah membuang waktu sehingga jika pada
akhirnya mereka tetap membuka ibadah haji, negara-negara tidak bisa mengirimkan
jemaah haji mereka secara maksimal lantaran persiapan yang mendadak.

“Pada menit terakhir jika Saudi
mengatakan ‘kami siap menyelenggarakan ibadah haji’, secara logistik akan
banyak negara tidak siap untuk berpartisipasi,” katanya.

Terlebih, kondisi fasilitas
kesehatan di Saudi sendiri saat ini dinilai tidak akan memadai jika harus
disiagakan untuk menampung pasien-pasien corona dari negara lain selama ibadah
haji berlangsung.

Berdasarkan data statistik
Worldometer per Rabu (17/6), Saudi tercatat memiliki 136.315 kasus corona
dengan angka kematian mencapai 1.052 pasien.

Jika terkonfirmasi benar terkait
pembatalan ibadah haji ini merupakan yang pertama sejak 1932 atau dalam sejarah
modern.

PEMERINTAH Arab Saudi diperkirakan akan membatalkan ibadah haji
tahun ini, menyusul pandemi virus corona (Covid-19) yang masih mewabah di
hampir seluruh negara.

Perkiraan pembatalan ibadah haji
ini diperkuat dengan sikap pemerintahan Raja Salman yang hingga kini belum juga
mengumumkan keputusan resminya terkait penyelenggaraan ibadah haji.

Sikap tersebut pun seraya membuat
sejumlah negara-negara Muslim di dunia merasa ‘digantung’, khususnya Indonesia
yang notabene sebagai pemasok jemaah haji terbesar di dunia.

Indonesia dan negara-negara
dengan Mayoritas Muslim lainnya pun terus mendesak Riyadh untuk segera
memutuskan, apakah akan melanjutkan atau menunda ritual agama terbesar setiap
tahunnya ini yang rencananya berlangsung mulai akhir Juli mendatang.

Akibat belum ada kejelasan dari
pihak Arab Saudi, Indonesia akhirnya menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan
mengirim jamaah hajinya ke Saudi pada tahun ini.

Sikap itu juga diikuti negara
muslim lainnya, seperti Malaysia, Senegal, dan Singapura juga ikut menangguhkan
perjalanan haji tahun ini. Sementara, negara-negara dengan populasi Muslim
lainnya seperti Mesir, Maroko, Libanon, Turki, hingga Bulgaria, masih menunggu
keputusan dari Riyadh.

Baca Juga :  Bawa Masalah ke Britania Raya, Lawatan Tiga Hari Donald Trump

Sejumlah pengamat menganggap,
Saudi tengah dihadapkan pada situasi dilematis. Di satu sisi, Saudi harus
waspada lantaran penyelenggaraan ibadah haji bisa menjadi bumerang bagi
kerajaan lantaran perkumpulan jutaan jemaah dari seluruh dunia bisa memperparah
penyebaran Covid-19.

Di sisi lain, membatalkan ibadah
haji tahun ini berarti menolak belasan miliar dolar Amerika Serikat masuk ke
kantong Saudi.

Dilansir Times of India, ibadah
Haji dinilai menjadi pemasukan utama Arab Saudi setelah penjualan minyak dan
gas. Setiap tahun, lebih dari dua juta jemaah haji yang datang ke Mekah menyumbangkan
sekitar US$12 miliar (Rp170 triliun) kepada Saudi, atau 7 persen dari total GDP
negara kerajaan tersebut.

“Keputusan akan segera diumumkan.
Ini adalah pergulatan antara menerima nominal dari penyelenggaraan haji atau
membuang sepenuhnya,” kata seorang pejabat negara di Asia Selatan yang
berhubungan dengan pemerintah Saudi kepada AFP.

Sementara itu, seorang pengamat
dari Royal United Services Institute London, Umar Karim, menganggap
keterlambatan Saudi dalam mengumumkan keputusannya memperlihatkan, bahwa
pemerintahan Raja Salman memahami konsekuensi politik jika membatalkan
penyelenggaraan ibadah haji atau mengurangi kuota jemaah.

Baca Juga :  Malaysia Tak Mau Pemimpin Junta Militer Myanmar Hadiri KTT ASEAN

“Arab Saudi terperangkap antara
iblis dan laut biru yang dalam,” kata Karim.

Sementara itu, seorang pejabat
negara Asia Selatan menuturkan Saudi tengah membuang waktu sehingga jika pada
akhirnya mereka tetap membuka ibadah haji, negara-negara tidak bisa mengirimkan
jemaah haji mereka secara maksimal lantaran persiapan yang mendadak.

“Pada menit terakhir jika Saudi
mengatakan ‘kami siap menyelenggarakan ibadah haji’, secara logistik akan
banyak negara tidak siap untuk berpartisipasi,” katanya.

Terlebih, kondisi fasilitas
kesehatan di Saudi sendiri saat ini dinilai tidak akan memadai jika harus
disiagakan untuk menampung pasien-pasien corona dari negara lain selama ibadah
haji berlangsung.

Berdasarkan data statistik
Worldometer per Rabu (17/6), Saudi tercatat memiliki 136.315 kasus corona
dengan angka kematian mencapai 1.052 pasien.

Jika terkonfirmasi benar terkait
pembatalan ibadah haji ini merupakan yang pertama sejak 1932 atau dalam sejarah
modern.

Terpopuler

Artikel Terbaru