26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mayoritas Usia Muda Masih Jomblo, Ternyata Ini Alasannya

MAYORITAS penduduk Korea
Selatan pada rentang usia 20-44 tahun masih jomblo. Mereka tak mau dan tak
sempat menjalin hubungan asmara. Kesibukan dan tak yakin dengan penghasilan
menghambat kisah percintaan.

Kim
Joon-hyup baru saja pergi kencan. Itu kencan pertamanya dalam tiga tahun
belakangan ini. Tapi, gadis yang dikencaninya juga bukan pacar. Dia hanya teman
kuliah. Kencan yang mereka jalani juga bukan sungguhan. Hanya tugas kuliah.

Di Sejong
University, Seoul, ada yang namanya mata kuliah gender and culture. Mahasiswa
akan diajari berbagai hal tentang kencan, cinta, seks, bagaimana menghadapi
putus hubungan, dan berbagai hal lainnya.

Yang
paling terkenal dari mata kuliah tersebut adalah tugas kencan tadi. Siswa
dibagi secara acak untuk mencoba berkencan selama 4 jam.

”Ada
mahasiswa yang tidak pernah kencan sama sekali. Ada yang ingin mencari peluang
pasangan dengan kencan seperti ini,” ujar salah seorang instruktur pengajar
Bae Jeong-weon sebagaimana dikutip CNN.

Kelas belajar kencan dan berpasangan itu kian
dibutuhkan di Korsel. Sebab, kini kian banyak pemuda yang jomblo. Berdasar
penelitian Korea Institute for Health and Social Affairs (KIHSA) yang dirilis
2018, mayoritas penduduk usia 20-44 tahun belum menikah.

Baca Juga :  Disambut Tembakan Peluru Karet, Demonstran Hongkong Kembali ke Kampus

Dari yang
belum menikah itu, hanya 26 persen laki-laki dan 32 persen perempuan yang punya
pacar. Sisanya jomblo sejati. Sebanyak 51 persen laki-laki dan 64 persen
perempuan yang tidak kencan menyatakan bahwa mereka memang memilih untuk single
saja.

Tekanan ekonomi dan sosial membuat para
pemuda di Korsel enggan berkencan. Tahun lalu total angka penganggur mencapai
3,8 persen. Itu tertinggi sejak 17 tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 10,8
persennya adalah penduduk usia 15-29 tahun. Mereka yang lulus kuliah harus
berjuang mati-matian untuk mendapatkan pekerjaan tetap.

Karena
itulah, mereka tak punya waktu, uang, dan kapasitas emosional untuk pergi
kencan. Waktu luang yang dimiliki digunakan untuk ikut kursus agar punya
berbagai sertifikat. Harapannya itu bisa membuat prospek mereka mendapat kerja
kian besar.

”Karir
adalah yang paling penting di hidup saya. Jika saya kencan sembari mencari
kerja, saya akan bingung dan tidak bisa berkomitmen di hubungan kami,” terang
Lee Young-seob. Pemuda 26 tahun itu baru lulus kuliah.

Biaya
kencan juga tergolong mahal. Perusahaan perjodohan Duo memperkirakan, rata-rata
biaya per kencan adalah KRW 63.495 atau setara Rp 774 ribu. Padahal, upah
minimal rata-rata adalah KRW 8.350 per jam atau Rp 102 ribu. Butuh kerja 7,6
jam untuk membiayai satu kali kencan.

Baca Juga :  Setelah Bandara dan RS, Kini Muncul Klaster Sekolah di Singapura

Berdasarkan
survei periset online Embrain, 81 responden mengatakan bahwa biaya kencan itu
menjadi tekanan tersendiri dalam hubungan. Karena itu, meski menyukai
seseorang, mereka tidak akan berkencan jika situasi ekonominya tidak baik.

Nah, di
kelas gender and culture tadi para mahasiswa yang menjalani tugas kencan punya
satu aturan. Yaitu, dilarang menghabiskan uang di atas KRW 10 ribu atau Rp 122
ribu per kencan. Mereka dituntut kreatif. ”Ada banyak cara untuk
bersenang-senang tanpa menghabiskan terlalu banyak uang,” ujar Bae Jeong-weon.

Selain
masalah uang, kekerasan seksual menyebabkan banyak orang enggan berkencan.
Sepanjang 2017, terdapat 32 ribu kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke
polisi. Hampir separonya dilakukan pasangan sendiri. Mereka juga takut pasangannya
akan merekam saat sedang berhubungan seksual. Skandal seks yang melanda bintang
K-Pop baru-baru ini kian membuat pelik situasi. (sha/c4/sof)

 

MAYORITAS penduduk Korea
Selatan pada rentang usia 20-44 tahun masih jomblo. Mereka tak mau dan tak
sempat menjalin hubungan asmara. Kesibukan dan tak yakin dengan penghasilan
menghambat kisah percintaan.

Kim
Joon-hyup baru saja pergi kencan. Itu kencan pertamanya dalam tiga tahun
belakangan ini. Tapi, gadis yang dikencaninya juga bukan pacar. Dia hanya teman
kuliah. Kencan yang mereka jalani juga bukan sungguhan. Hanya tugas kuliah.

Di Sejong
University, Seoul, ada yang namanya mata kuliah gender and culture. Mahasiswa
akan diajari berbagai hal tentang kencan, cinta, seks, bagaimana menghadapi
putus hubungan, dan berbagai hal lainnya.

Yang
paling terkenal dari mata kuliah tersebut adalah tugas kencan tadi. Siswa
dibagi secara acak untuk mencoba berkencan selama 4 jam.

”Ada
mahasiswa yang tidak pernah kencan sama sekali. Ada yang ingin mencari peluang
pasangan dengan kencan seperti ini,” ujar salah seorang instruktur pengajar
Bae Jeong-weon sebagaimana dikutip CNN.

Kelas belajar kencan dan berpasangan itu kian
dibutuhkan di Korsel. Sebab, kini kian banyak pemuda yang jomblo. Berdasar
penelitian Korea Institute for Health and Social Affairs (KIHSA) yang dirilis
2018, mayoritas penduduk usia 20-44 tahun belum menikah.

Baca Juga :  Disambut Tembakan Peluru Karet, Demonstran Hongkong Kembali ke Kampus

Dari yang
belum menikah itu, hanya 26 persen laki-laki dan 32 persen perempuan yang punya
pacar. Sisanya jomblo sejati. Sebanyak 51 persen laki-laki dan 64 persen
perempuan yang tidak kencan menyatakan bahwa mereka memang memilih untuk single
saja.

Tekanan ekonomi dan sosial membuat para
pemuda di Korsel enggan berkencan. Tahun lalu total angka penganggur mencapai
3,8 persen. Itu tertinggi sejak 17 tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 10,8
persennya adalah penduduk usia 15-29 tahun. Mereka yang lulus kuliah harus
berjuang mati-matian untuk mendapatkan pekerjaan tetap.

Karena
itulah, mereka tak punya waktu, uang, dan kapasitas emosional untuk pergi
kencan. Waktu luang yang dimiliki digunakan untuk ikut kursus agar punya
berbagai sertifikat. Harapannya itu bisa membuat prospek mereka mendapat kerja
kian besar.

”Karir
adalah yang paling penting di hidup saya. Jika saya kencan sembari mencari
kerja, saya akan bingung dan tidak bisa berkomitmen di hubungan kami,” terang
Lee Young-seob. Pemuda 26 tahun itu baru lulus kuliah.

Biaya
kencan juga tergolong mahal. Perusahaan perjodohan Duo memperkirakan, rata-rata
biaya per kencan adalah KRW 63.495 atau setara Rp 774 ribu. Padahal, upah
minimal rata-rata adalah KRW 8.350 per jam atau Rp 102 ribu. Butuh kerja 7,6
jam untuk membiayai satu kali kencan.

Baca Juga :  Setelah Bandara dan RS, Kini Muncul Klaster Sekolah di Singapura

Berdasarkan
survei periset online Embrain, 81 responden mengatakan bahwa biaya kencan itu
menjadi tekanan tersendiri dalam hubungan. Karena itu, meski menyukai
seseorang, mereka tidak akan berkencan jika situasi ekonominya tidak baik.

Nah, di
kelas gender and culture tadi para mahasiswa yang menjalani tugas kencan punya
satu aturan. Yaitu, dilarang menghabiskan uang di atas KRW 10 ribu atau Rp 122
ribu per kencan. Mereka dituntut kreatif. ”Ada banyak cara untuk
bersenang-senang tanpa menghabiskan terlalu banyak uang,” ujar Bae Jeong-weon.

Selain
masalah uang, kekerasan seksual menyebabkan banyak orang enggan berkencan.
Sepanjang 2017, terdapat 32 ribu kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke
polisi. Hampir separonya dilakukan pasangan sendiri. Mereka juga takut pasangannya
akan merekam saat sedang berhubungan seksual. Skandal seks yang melanda bintang
K-Pop baru-baru ini kian membuat pelik situasi. (sha/c4/sof)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru