30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Perppu Inikah Jawaban dari Keresahan Calon-Calon Kepala Daerah di Teng

PENYEBARAN Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization) sebagai Pandemi pada sebagian besar negara-negara di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah menimbulkan banyak korban jiwa dan
menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu serta telah ditetapkan sebagai
bencana nasional. Sehingga dalam rangka penanggulangan penyebaran COVID-l9
sebagai bencana nasional perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa
baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perlunya dilakukan penundaan
tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak tahun 2020 agar pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil
walikota tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk
menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Hal-hal tersebut
adalah apa yang menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang yang ditandatangani pada
4 mei 2020.

Selain itu,
sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang
didalamnya memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang apabila:

Adanya keadaan
yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang;

Undang-Undang
yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada
Undang-Unang tetapi tidak memadai;

Kekosongan hukum
tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur
biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Di dalam Perppu
ini, dilakukan Perubahan pada Pasal 120 serta Penambahan Pasal 122A dan 201A. Putusan
Mahkamah Konstitusi diatas kiranya sesuai dengan keadaan yang sekarang tengah
kita hadapi. Sehingga diatur dalam Perppu ini tepatnya pada pasal 120 ayat (1)
yang menyebutkan “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah
Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan,
gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang
mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan
serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau pemilihan
serentak lanjutan” yang mana Pandemi COVID-19 termasuk bencana nonalam
tersebut.

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Garis besar dari
Perppu ini adalah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum tentang mekanisme
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota nanti, ditengah Pandemi COVID-19 sekarang. Akan dilakukan
penundaan yang awalnya akan dilaksanakan pada bulan September menjadi bulan
Desember 2020. Penambahan pasal 201A ayat (1) nya mengatur tentang pemungutan
suara Pilkada 2020 karena bencana nonalam, ayat (2) berisi tentang pemungutan
suara akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020, namun kemudian diberi
pengecualian pada ayat (3) yang berisi jika pemungutan suara tersebut dapat
diundur lagi bilamana pada bulan Desember ini Indonesia belum pulih dari Pandemi
COVID-19.

Awalnya kita
ketahui bahwa KPU telah memberikan tiga alternatif waktu pemungutan suara,
yaitu tetap pada September 2020, Desember 2020, atau Maret 2021. Tetapi
alternatif manapun yang dipilih, termasuk Desember yang ditetapkan Presiden
atas kewenangannya sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, semuanya tergantung pada faktor-faktor yang
menentukan juga.

Faktor Pertama, perkiraan
kapan Pandemi COVID-19 akan selesai secara tuntas. Tuntas dalam artian sampai
tidak ada lagi pasien COVID-19 yang sembuh lalu kemudian terindikasi positif
lagi. Faktor Kedua, berapa jangka waktu yang diperlukan oleh semua pihak dalam
menyesuaikan diri dengan keadaan normal setelah sekian bulan semua aktivitas
dilakukan di dan dari rumah. Faktor Ketiga, berapa lama waktu yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan peran seperti biasanya. Instansi pemerintah dan Pemda,
termasuk Polri dan TNI, tidak akan dapat langsung melaksanakan perannya
masing-masing yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan Pilkada serentak,
apalagi masyarakat yang notabenenya merekalah aktor utama sebagai pemilih
Paslon-Paslon pejabat. Diperlukan waktu penyesuaian diri yang bervariasi yang disertai
perbedaan-perbedaan bentuknya antarinstantsi.

Kemudian, siapa
yang berwenang menunda maupun melanjutkan Pilkada yang dalam peraturan
sebelumnya belum dibahas, di Perppu ini diberikan kepada KPU atas persetujuan
Pemerintah dan DPR. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Pasal 122A Perppu Nomor
2 Tahun 2020 ini telah mengancam independensi KPU. Disini KPU dibuat tidak
sepenuhnya mandiri dalam membuat keputusan teknis terkait penundaan dan
pelaksanaan Pilkada serentak. Karena tadi, harus disertai persetujuan DPR dan
Pemerintah.

Baca Juga :  Meyakinkan, Timnas Raih Kemenangan Besar Atas Brunei Darussalam

Pasal 122A ayat
(2) yang menyatakan “Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak
serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan
Ralryat.” nampak bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa KPU bersifat nasional, tetap dan
mandiri.

Kendati
demikian, dari semua pembahasan, yang harus ditekankan adalah Perppu ini belum
memberikan solusi bahwa jika memang setelah Desember Indonesia belum pulih dari
OVID-19 maka langkah apa yang harus digunakan demi tetap tercapainya pemungutan
suara secara demokratis? Kita dihadapkan pada dua pilihan, jika Pilkada semakin
ditunda, maka dikhawatirkan akan marak terjadi kampanye terselubung sebagai
bentuk kecurangan namun jika bersikeras tidak ditunda, maka akan sangat sulit
diselenggarakannya pemungutan suara yang sukses.

KPU, khususnya
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara Pilkada, seyogyanya
melaksanakan program yang mendulang minat dan perhatian partisipan pada saat Pilkada.
Sosialisasi Tata Cara Pemilu hanya akan efektif bila para warga menjadi pemilih
sudah tertarik pada proses pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Artinya,
harus diciptakan ‘demam Pemilu’ terlebih dahulu dalam masyarakat agar
keberlangsungan Pilkada menjadi sukses. Ini dinilai sebagai program yang agak
sukar terwujud jika melihat dari kondisi negara kita sekarang.

Hal yang
lagi-lagi ditekankan, adalah diperlukan setidak-tidaknya tiga bulan bagi semua
instansi pemerintah, Pemda, dan warga masyarakat melakukan penyesuaian diri.
Masyarakat mulai terbiasa dengan ‘situasi tidak normal’ beberapa bulan ke
belakang. Diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar yang menentang keras
masyarakat berkerumun, dan kita tahu proses pemungutan suara perlu mengumpulkan
masyarakat terlebih dahulu.

Intinya
masyarakat menunggu langkah besar apa yang harusnya diberikan sebagai solusi
menempuh Pilkada nanti dengan tetap memenuhi prinsip-prinsip utama dari Pilkada
itu sendiri. Terlebih, janganlah tergesa-gesa dan bersikeras menyelenggarakan Pilkada
jika memang keadaan tidak memungkinkan, bukankah akan lebih baik jika dana
anggarannya dialokasikan pada penanganan COVID-19 demi Indonesia pulih?

(Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lambung Mangkurat
)

PENYEBARAN Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization) sebagai Pandemi pada sebagian besar negara-negara di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah menimbulkan banyak korban jiwa dan
menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu serta telah ditetapkan sebagai
bencana nasional. Sehingga dalam rangka penanggulangan penyebaran COVID-l9
sebagai bencana nasional perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa
baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perlunya dilakukan penundaan
tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak tahun 2020 agar pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil
walikota tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk
menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Hal-hal tersebut
adalah apa yang menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang yang ditandatangani pada
4 mei 2020.

Selain itu,
sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang
didalamnya memuat tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang apabila:

Adanya keadaan
yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang;

Undang-Undang
yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada
Undang-Unang tetapi tidak memadai;

Kekosongan hukum
tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur
biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Di dalam Perppu
ini, dilakukan Perubahan pada Pasal 120 serta Penambahan Pasal 122A dan 201A. Putusan
Mahkamah Konstitusi diatas kiranya sesuai dengan keadaan yang sekarang tengah
kita hadapi. Sehingga diatur dalam Perppu ini tepatnya pada pasal 120 ayat (1)
yang menyebutkan “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah
Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan,
gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang
mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan
serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau pemilihan
serentak lanjutan” yang mana Pandemi COVID-19 termasuk bencana nonalam
tersebut.

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Garis besar dari
Perppu ini adalah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum tentang mekanisme
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota nanti, ditengah Pandemi COVID-19 sekarang. Akan dilakukan
penundaan yang awalnya akan dilaksanakan pada bulan September menjadi bulan
Desember 2020. Penambahan pasal 201A ayat (1) nya mengatur tentang pemungutan
suara Pilkada 2020 karena bencana nonalam, ayat (2) berisi tentang pemungutan
suara akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020, namun kemudian diberi
pengecualian pada ayat (3) yang berisi jika pemungutan suara tersebut dapat
diundur lagi bilamana pada bulan Desember ini Indonesia belum pulih dari Pandemi
COVID-19.

Awalnya kita
ketahui bahwa KPU telah memberikan tiga alternatif waktu pemungutan suara,
yaitu tetap pada September 2020, Desember 2020, atau Maret 2021. Tetapi
alternatif manapun yang dipilih, termasuk Desember yang ditetapkan Presiden
atas kewenangannya sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, semuanya tergantung pada faktor-faktor yang
menentukan juga.

Faktor Pertama, perkiraan
kapan Pandemi COVID-19 akan selesai secara tuntas. Tuntas dalam artian sampai
tidak ada lagi pasien COVID-19 yang sembuh lalu kemudian terindikasi positif
lagi. Faktor Kedua, berapa jangka waktu yang diperlukan oleh semua pihak dalam
menyesuaikan diri dengan keadaan normal setelah sekian bulan semua aktivitas
dilakukan di dan dari rumah. Faktor Ketiga, berapa lama waktu yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan peran seperti biasanya. Instansi pemerintah dan Pemda,
termasuk Polri dan TNI, tidak akan dapat langsung melaksanakan perannya
masing-masing yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan Pilkada serentak,
apalagi masyarakat yang notabenenya merekalah aktor utama sebagai pemilih
Paslon-Paslon pejabat. Diperlukan waktu penyesuaian diri yang bervariasi yang disertai
perbedaan-perbedaan bentuknya antarinstantsi.

Kemudian, siapa
yang berwenang menunda maupun melanjutkan Pilkada yang dalam peraturan
sebelumnya belum dibahas, di Perppu ini diberikan kepada KPU atas persetujuan
Pemerintah dan DPR. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Pasal 122A Perppu Nomor
2 Tahun 2020 ini telah mengancam independensi KPU. Disini KPU dibuat tidak
sepenuhnya mandiri dalam membuat keputusan teknis terkait penundaan dan
pelaksanaan Pilkada serentak. Karena tadi, harus disertai persetujuan DPR dan
Pemerintah.

Baca Juga :  Meyakinkan, Timnas Raih Kemenangan Besar Atas Brunei Darussalam

Pasal 122A ayat
(2) yang menyatakan “Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak
serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan
Ralryat.” nampak bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa KPU bersifat nasional, tetap dan
mandiri.

Kendati
demikian, dari semua pembahasan, yang harus ditekankan adalah Perppu ini belum
memberikan solusi bahwa jika memang setelah Desember Indonesia belum pulih dari
OVID-19 maka langkah apa yang harus digunakan demi tetap tercapainya pemungutan
suara secara demokratis? Kita dihadapkan pada dua pilihan, jika Pilkada semakin
ditunda, maka dikhawatirkan akan marak terjadi kampanye terselubung sebagai
bentuk kecurangan namun jika bersikeras tidak ditunda, maka akan sangat sulit
diselenggarakannya pemungutan suara yang sukses.

KPU, khususnya
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara Pilkada, seyogyanya
melaksanakan program yang mendulang minat dan perhatian partisipan pada saat Pilkada.
Sosialisasi Tata Cara Pemilu hanya akan efektif bila para warga menjadi pemilih
sudah tertarik pada proses pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Artinya,
harus diciptakan ‘demam Pemilu’ terlebih dahulu dalam masyarakat agar
keberlangsungan Pilkada menjadi sukses. Ini dinilai sebagai program yang agak
sukar terwujud jika melihat dari kondisi negara kita sekarang.

Hal yang
lagi-lagi ditekankan, adalah diperlukan setidak-tidaknya tiga bulan bagi semua
instansi pemerintah, Pemda, dan warga masyarakat melakukan penyesuaian diri.
Masyarakat mulai terbiasa dengan ‘situasi tidak normal’ beberapa bulan ke
belakang. Diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar yang menentang keras
masyarakat berkerumun, dan kita tahu proses pemungutan suara perlu mengumpulkan
masyarakat terlebih dahulu.

Intinya
masyarakat menunggu langkah besar apa yang harusnya diberikan sebagai solusi
menempuh Pilkada nanti dengan tetap memenuhi prinsip-prinsip utama dari Pilkada
itu sendiri. Terlebih, janganlah tergesa-gesa dan bersikeras menyelenggarakan Pilkada
jika memang keadaan tidak memungkinkan, bukankah akan lebih baik jika dana
anggarannya dialokasikan pada penanganan COVID-19 demi Indonesia pulih?

(Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lambung Mangkurat
)

Terpopuler

Artikel Terbaru