25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Polusi Cahaya Ancam Ekosistem Bumi

Puluhan tahun yang lalu, masih
mudah bagi kita untuk menyaksikan fenomena bentangan bima sakti di kubah langit
dengan taburan bintang yang sangat cantik. Bahkan dulu kita sangat mudah
menemukan kunang-kunang yang berterbangan di taman. Tapi untuk saat ini apakah
kita masih bisa menikmati fenomena tersebut.

Kisah puluhan tahun lalu itu
kini hanya menjadi bagian cerita bagi orang tua untuk anaknya menjelang tidur

Akhir –akhir ini sudah
banyak sekali bermunculan kata polusi udara, polusi air, polusi tanah dan
Limbah Pelastik. Tapi apakah kita memahami sebenarnya ada kata polusi cahaya
yang mungkin jarang sekali di bahas di beberapa media atau terdengar di telinga
kita. Mungkin beberapa orang tahu apa itu polusi cahaya, namun sebagian dari
mereka tidak peduli dan tidak melakukan apa-apa untuk menanggulanginya. Polusi
cahaya merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang masih kurang
mendapat perhatian lebih dari masyarakat.

Setiap cahaya yang
dipancarkan sebuah lampu memiliki efek polusi yang tinggi terhadap makhluk
hidup. Tingginya efek polusi itulah yang disebut polusi cahaya. Polusi cahaya
adalah tingginya intensitas cahaya buatan akibat adanya cahaya artificial pada
malam hari, dimana cahaya tersebut semakin tidak terkendali baik dari segi
jumlah atau pemakaiannya yang berakibatkan cahaya di kubah langit sangat terang
akibat pantulan cahaya buatan. Polusi cahaya bisa berasal dari mana saja,
contohnya lampu taman, papan iklan, lampu pabrik, lampu gedung dan lain-lain. Menurut
kita sebagai manusia menganggap bahwa cahaya adalah kemewahan dan kemegahan, bahkan
sebuah symbol peradaban kemajuan. Tetapi hal tersebut tidak untuk makhluk lain
seperti hewan dan tumbuhan.

Kawasan Observatorium
Bosscha yang didirikan sebagai pusat stasiun peneropongan bintang terbesar dan
tertua di Indonesia yang berada dikawasan Bandung awalnya sangat sesuai sebagai
tempat pengamatan objek astronomi karna kondisi langit malamnya yang ideal dan
mencakup sebagian besar area langit utara dan selatan, namun mulai akhir tahun
1980an, kualitas langit malam di sekitar Observatorium Bosscha mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya pemukiman penduduk yang menggunakan
cahaya buatan sebagai penerang jalan. Oleh karena itu, Observatorium mulai
sulit untuk mengamati objek luar angkasa

Baca Juga :  Ketua DPRD Dukung Lestarikan Tradisi Pembuatan Bubur Asyura

Hu dkk. (2018) menyatakan
bahwa polusi cahaya di definisikan sebagai cahaya artificial yang meningkatkan kecerahan
langit sebesar 10 persen dari kecerahan langit natural diatas ketinggian 45
derajat. menurut International Dark Sky Association (IDSA) dalam penelitian
Prastyo A.H dan Herdiwijaya D. (2018) polusi cahaya memiliki beberapa tipe
yaitu : Sky glow ; terang nya langit didaerah tempat tinggal, Glare  : terang yang berlebihan yang membuat mata
tidak nyaman, Light Trespass : cahaya yang tersorot tidak pada tempatnya atau
tidak dibutuhkan, Clutter : penempatan sumber cahaya yang tidak beraturan.

Polusi cahaya ini biasanya
terdapat di beberapa kota atau negara yang sangat ramai penduduknya. Menurut
mereka, dengan adanya cahaya buatan tersebut, mereka akan lebih aman untuk
berpergian kesana-kemari dan akan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Faktanya
banyak beberapa media yang menggunakan pencahayaan khusus pada malam hari yang
tidak efisien yang mengakibatkan cahaya yang berlebihan, seperti penerangan
lampu yang cahayanya tidak mengarah ke arah yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Selanjutnya energi listrik yang digunakan untuk itu semua akan terbuang percuma
karena system pencahayaannya tidak fokus pada sasaran (daerah yang ingin
diterangi).

Pada akhirnya hal ini akan
menjadikan pemborosan energy dan biaya besar untuk membayar listrik yang
terbuang sia-sia.

Dampak dari polusi cahaya
itu sendiri tidak hanya berdampak pada pemborosan energy yang kita gunakan
sehari-hari. Dampak tersebut bisa mengancam kesehatan manusia. Seperti kita
ketahui bahwa lampu LED yang kita gunakan sehari-hari misalnya televisi,
laptop, atau sejenisnya. Jika tidak digunakan secara efektif maka bisa
menimbulkan penyakit kardiovaskular (penyakit jantung) , depresi, kesulitan
tidur dll.

Selain itu, cahaya yang
terlalu terang juga mengakibatkan indra penglihatan tidak dapat beradaptasi
untuk melihat jalan dan arah saat mengemudi. Memang benar manusia membutuhkan
pencahayaan artificial untuk membantu penglihatan di malam hari, tapi terang
tidak berarti aman. Dampak kesehatan ini mungkin belum tampak sekarang namun
perlahan-lahan dapat kita rasakan.

Selain dampak bagi
kesehatan, dampak polusi cahaya itu sendiri bisa menyebabkan keseimbangan
ekosistem tidak berjalan lancar. Hewan-hewan akan kesulitan untuk mencari makan
di malam hari dan sulit untuk mencari tempat tingal karena terlalu terangnya
pemukiman yang ia huni sekarang menjadi milik manusia seutuhnya. 

Baca Juga :  Karyawan Hotel NEO Palma Palangka Raya Ikuti Rapid Test Rutin

Penyu yang hendak bertelur
biasanya mencari pantai gelap semakin sulit mencari tempat yang tepat akibat
pemukiman di pinggir pantai, selain itu burung-burung yang bermigrasi mengikuti
cahaya bintang kebingungan dan mati sebab menghantam gedung raksasa yang sangat
terang.

Sebagai makhluk yang paling
sempurna, tentu kita bisa mengurangi dampak itu semua, tentunya dengan cara
kita kembalikan pola pikir kita, perilaku kita dalam memanfaatkan energy cahaya,
mari kita sama-sama menggunakan energy saat dibutuhkan saja dengan mematikan
lampu sekurang-kurangnya pukul 01.00 atau mematikan lampu selama satu jam (earth
hour).

Cukuplah dengan memanfaatkan
kelestarian alam dengan menikmati taburan bintang dan keindahan bulan, matikan
segala jenis lampu yang tidak terpakai, seperti papan iklan, lampu gedung dll,
karena aktivitas di malam hari semakin menurun. Selain itu buatlah tudung lampu
di rumah kalian masing-masing agar cahaya lampu tidak menyebar kemana-mana dan
hanya fokus untuk yang seharusnya diterangi saja,

Aksi menanam pohon bisa
dilakukan agar cahaya yang langsung terkena ke arah langit bisa terhalang oleh
dedaunan, dan memberikan denda bagi yang menyalakan lampu diatas jam 01.00.

Paradigma masyarakat
terhadap penerangan berlebihan yang digunakan di jalan atau rumah penduduk
ternyata berdampak negative pada lingkungan hidup. Sebagaimana yang telah
dipaparkan, LED memiliki sisi negatif. Dengan cara mengurangi penggunaan LED, kita
juga dapat membantu mempertahankan ekosistem yang ada di bumi.

 

Sebuah analisis akhir;
dengan tidak bermaksud mengabaikan simbol kemegahan yang diwarnai dengan
gemerlapnya cahaya lampu taman.

Jadi rindu dengan cerita-cerita
dulu dimana masyarakat masih hidup dengan lampu lentera dan obor dari bamboo. Kondisi
yang tidak merusak ekosistem bumi.

Mencintai bumi menjadi
tanggung jawab kita bersama. Sekecil apapun bentuk pekerduli itu pasti akan
memberi arti.*Penulis adalah Mahasiswi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Puluhan tahun yang lalu, masih
mudah bagi kita untuk menyaksikan fenomena bentangan bima sakti di kubah langit
dengan taburan bintang yang sangat cantik. Bahkan dulu kita sangat mudah
menemukan kunang-kunang yang berterbangan di taman. Tapi untuk saat ini apakah
kita masih bisa menikmati fenomena tersebut.

Kisah puluhan tahun lalu itu
kini hanya menjadi bagian cerita bagi orang tua untuk anaknya menjelang tidur

Akhir –akhir ini sudah
banyak sekali bermunculan kata polusi udara, polusi air, polusi tanah dan
Limbah Pelastik. Tapi apakah kita memahami sebenarnya ada kata polusi cahaya
yang mungkin jarang sekali di bahas di beberapa media atau terdengar di telinga
kita. Mungkin beberapa orang tahu apa itu polusi cahaya, namun sebagian dari
mereka tidak peduli dan tidak melakukan apa-apa untuk menanggulanginya. Polusi
cahaya merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang masih kurang
mendapat perhatian lebih dari masyarakat.

Setiap cahaya yang
dipancarkan sebuah lampu memiliki efek polusi yang tinggi terhadap makhluk
hidup. Tingginya efek polusi itulah yang disebut polusi cahaya. Polusi cahaya
adalah tingginya intensitas cahaya buatan akibat adanya cahaya artificial pada
malam hari, dimana cahaya tersebut semakin tidak terkendali baik dari segi
jumlah atau pemakaiannya yang berakibatkan cahaya di kubah langit sangat terang
akibat pantulan cahaya buatan. Polusi cahaya bisa berasal dari mana saja,
contohnya lampu taman, papan iklan, lampu pabrik, lampu gedung dan lain-lain. Menurut
kita sebagai manusia menganggap bahwa cahaya adalah kemewahan dan kemegahan, bahkan
sebuah symbol peradaban kemajuan. Tetapi hal tersebut tidak untuk makhluk lain
seperti hewan dan tumbuhan.

Kawasan Observatorium
Bosscha yang didirikan sebagai pusat stasiun peneropongan bintang terbesar dan
tertua di Indonesia yang berada dikawasan Bandung awalnya sangat sesuai sebagai
tempat pengamatan objek astronomi karna kondisi langit malamnya yang ideal dan
mencakup sebagian besar area langit utara dan selatan, namun mulai akhir tahun
1980an, kualitas langit malam di sekitar Observatorium Bosscha mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya pemukiman penduduk yang menggunakan
cahaya buatan sebagai penerang jalan. Oleh karena itu, Observatorium mulai
sulit untuk mengamati objek luar angkasa

Baca Juga :  Ketua DPRD Dukung Lestarikan Tradisi Pembuatan Bubur Asyura

Hu dkk. (2018) menyatakan
bahwa polusi cahaya di definisikan sebagai cahaya artificial yang meningkatkan kecerahan
langit sebesar 10 persen dari kecerahan langit natural diatas ketinggian 45
derajat. menurut International Dark Sky Association (IDSA) dalam penelitian
Prastyo A.H dan Herdiwijaya D. (2018) polusi cahaya memiliki beberapa tipe
yaitu : Sky glow ; terang nya langit didaerah tempat tinggal, Glare  : terang yang berlebihan yang membuat mata
tidak nyaman, Light Trespass : cahaya yang tersorot tidak pada tempatnya atau
tidak dibutuhkan, Clutter : penempatan sumber cahaya yang tidak beraturan.

Polusi cahaya ini biasanya
terdapat di beberapa kota atau negara yang sangat ramai penduduknya. Menurut
mereka, dengan adanya cahaya buatan tersebut, mereka akan lebih aman untuk
berpergian kesana-kemari dan akan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Faktanya
banyak beberapa media yang menggunakan pencahayaan khusus pada malam hari yang
tidak efisien yang mengakibatkan cahaya yang berlebihan, seperti penerangan
lampu yang cahayanya tidak mengarah ke arah yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Selanjutnya energi listrik yang digunakan untuk itu semua akan terbuang percuma
karena system pencahayaannya tidak fokus pada sasaran (daerah yang ingin
diterangi).

Pada akhirnya hal ini akan
menjadikan pemborosan energy dan biaya besar untuk membayar listrik yang
terbuang sia-sia.

Dampak dari polusi cahaya
itu sendiri tidak hanya berdampak pada pemborosan energy yang kita gunakan
sehari-hari. Dampak tersebut bisa mengancam kesehatan manusia. Seperti kita
ketahui bahwa lampu LED yang kita gunakan sehari-hari misalnya televisi,
laptop, atau sejenisnya. Jika tidak digunakan secara efektif maka bisa
menimbulkan penyakit kardiovaskular (penyakit jantung) , depresi, kesulitan
tidur dll.

Selain itu, cahaya yang
terlalu terang juga mengakibatkan indra penglihatan tidak dapat beradaptasi
untuk melihat jalan dan arah saat mengemudi. Memang benar manusia membutuhkan
pencahayaan artificial untuk membantu penglihatan di malam hari, tapi terang
tidak berarti aman. Dampak kesehatan ini mungkin belum tampak sekarang namun
perlahan-lahan dapat kita rasakan.

Selain dampak bagi
kesehatan, dampak polusi cahaya itu sendiri bisa menyebabkan keseimbangan
ekosistem tidak berjalan lancar. Hewan-hewan akan kesulitan untuk mencari makan
di malam hari dan sulit untuk mencari tempat tingal karena terlalu terangnya
pemukiman yang ia huni sekarang menjadi milik manusia seutuhnya. 

Baca Juga :  Karyawan Hotel NEO Palma Palangka Raya Ikuti Rapid Test Rutin

Penyu yang hendak bertelur
biasanya mencari pantai gelap semakin sulit mencari tempat yang tepat akibat
pemukiman di pinggir pantai, selain itu burung-burung yang bermigrasi mengikuti
cahaya bintang kebingungan dan mati sebab menghantam gedung raksasa yang sangat
terang.

Sebagai makhluk yang paling
sempurna, tentu kita bisa mengurangi dampak itu semua, tentunya dengan cara
kita kembalikan pola pikir kita, perilaku kita dalam memanfaatkan energy cahaya,
mari kita sama-sama menggunakan energy saat dibutuhkan saja dengan mematikan
lampu sekurang-kurangnya pukul 01.00 atau mematikan lampu selama satu jam (earth
hour).

Cukuplah dengan memanfaatkan
kelestarian alam dengan menikmati taburan bintang dan keindahan bulan, matikan
segala jenis lampu yang tidak terpakai, seperti papan iklan, lampu gedung dll,
karena aktivitas di malam hari semakin menurun. Selain itu buatlah tudung lampu
di rumah kalian masing-masing agar cahaya lampu tidak menyebar kemana-mana dan
hanya fokus untuk yang seharusnya diterangi saja,

Aksi menanam pohon bisa
dilakukan agar cahaya yang langsung terkena ke arah langit bisa terhalang oleh
dedaunan, dan memberikan denda bagi yang menyalakan lampu diatas jam 01.00.

Paradigma masyarakat
terhadap penerangan berlebihan yang digunakan di jalan atau rumah penduduk
ternyata berdampak negative pada lingkungan hidup. Sebagaimana yang telah
dipaparkan, LED memiliki sisi negatif. Dengan cara mengurangi penggunaan LED, kita
juga dapat membantu mempertahankan ekosistem yang ada di bumi.

 

Sebuah analisis akhir;
dengan tidak bermaksud mengabaikan simbol kemegahan yang diwarnai dengan
gemerlapnya cahaya lampu taman.

Jadi rindu dengan cerita-cerita
dulu dimana masyarakat masih hidup dengan lampu lentera dan obor dari bamboo. Kondisi
yang tidak merusak ekosistem bumi.

Mencintai bumi menjadi
tanggung jawab kita bersama. Sekecil apapun bentuk pekerduli itu pasti akan
memberi arti.*Penulis adalah Mahasiswi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Terpopuler

Artikel Terbaru