28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mal Pelayanan Publik Pemko, Pemprov dan Mal Sungguhan

PEMERINTAH Kota
Palangka Raya merencanakan akan membangun Mal Pelayanan Publik (MPP). Wali Kota
Palangka Raya Fairid Naparin emngatakan, MPP merupakan pembaharuan yang
dicanangkan sebagai peningkatan kualitas dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP). Untuk membangun MPP ini direncanakan menelan anggaran APBD senilai Rp.
44 Miliar.

Rencana tersebut perlu diapresiasi
dalam peningkatan pelayanan publik. Namun dalam sitausi pandemi seperti
sekarang, perlu dipikirkan secara lebih hati hati, terencana dan menghemat
anggaran. Pertanyaanya, bisa tidak hal itu dilakukan, hemat anggaran namun
efektif dalam peningkatan pelayanan publik. Jawabannya : bisa.

Tanpa bermaksud menggurui, hanya
sekedar berbagi pengalaman. Penulis saat menjadi Anggota Tim Percepatan
Gubernur Kalimantan Tengah, pernah diberi amanah oleh Gubernur Kalimantan
Tengah Sugianto Sabran untuk mereformasi pelayanan publik di Provinsi. Saat itu
tahun 2017, awal pemerintahan.

Kami merancang program terobosan
diantaranya, Program Smart Province yang terdiri dari komponen E-Planning, E
Budgeting, E-Monitoring, E-Catalog Procurement. Program Peningkatan Perijinan
Satu Pintu yaitu Mal Pelayanan Publik. Dan Program Command Center Kalimantan
Tengah, Commad center ini adalah teknologi untuk memantau keadaan seluruh
Provinsi Kalimantan Tengah.

Sebagai petugas eksekutor program
tersebut, penulis mulai merancang kebutuhan anggaran di APBD dengan Dinas
DPMPTSP untuk Mal Pelayanan Publik dan Dinas Kominfo untuk Smart Province dan
Command Center. Namun, hasilnya saat itu anggaran terbatas, hanya dialokasikan
kurang lebih Rp. 10 Miliar untuk ketiga program tersebut. Kami berpikir
bagaimana memaksimalkan program dengan keterbatasan anggaran.

Pertama yang dilakukan, memperkuat
sistem onlineya, aplikasinya dulu karena ini yang paling penting. Karena ini
lingkup PTSP internal Provinsi, maka disesuaikan dengan sistem BKPM yaitu
Online Single Submission (OSS). Dalam Pelayanan Publik ini menjadi penting
untuk menghubungkan masyarakat dengan pemerintah secara online. Jadi dapat
diakses dari rumah atau melalui smart phone warga.

Baca Juga :  M Bahalap Hotel Resmi Dibuka

Di Jakarta, misalnya, masyarakat cukup
mengakses online dari smartphone, lalu akan dikonfirmasi oleh admin untuk
datang ke Kelurahan hanya untuk mengambil dokumen yang sudah jadi.  Hari itu juga.

Kedua, teknologinya, setelah aplikasi
lalu dirancang kemampuan perangkat keras seperti teknologi semi robotik untuk
penyiapan dokumen. Print otomatis yang canggih dan layar serta teknologi untuk
memantau proses perijinan dan sistem pengaduan masyarakat.

Ketiga, baru berpikir gedungnya.
Keputusannya tidak membangun gedung baru, namun memaksimalkan kantor DPMPTSP
Provinsi. Walaupun kecil, namun di desain dengan efisien dan efektif. Lebih
mengutamakan fungsinya. Minimal tidak berantakan dan minimal sudah seperti di
Mal. Lalu kenapa namanya Mini Mal Pelayanan Publik, karena menang kecil seperti
minimarket, tidak besar seperti Mal. Dan karena hanya melayani instansi
Pemprov, tidak dengan vertikal.

Hasilnya bagus dan maksimal, Bapak
Gubernur nampak suka. Walikota pernah diajak Gubernur untuk melihat Mini Mal
Pelayanan Publik di Kantor DPM PTSP ini.

Jadi, sebenarnya pembangunan MPP dapat
disesuaikan dengan keterbutuhan saja, misalnya untuk instansi vertikal, berapa
yang akan gabung dalam MPP, lalu baru tentukan besaran anggarannya. Karena
konsep kerja MPP sebenarnya hanya display, tampilan pelayanan di muka saja,
sedangkan pengerjaan administrasi pelayanan publiknya tetap berapa pada kantor
dinas atau instansi masing masing.

Lebih jauh lagi, yang paling penting
kita perlu berlajar dan terus mengikuti perkembangan terobosan pelayanan
publik. Di Bogor dan Bekasi, Justru pelayanan Publiknya langsung di Mal. Di
Bogor, proses pengurusandokumen hingga akad nikah dilaksanakan di Mal. Waktu
itu bahkan Walikota nya Arya Bima yang langsung menjadi saksi. Menarik, ini
terobosan yang sangat fleksibel. Pemerintah bekerja sama dengan Mal untuk
menyediakan ruangan MPP sungguhan.

Baca Juga :  Perkuat Karakter Destinasi dan SDM

Pelayanan Publik di Mal, banyak
manfaatnya, masyarakat sambil berbelanja sambil mengurus pelayanan publik.
Mendekatkan ke masyarakat. Selain itu membuat Pusat perbelanjaan seperti mal
menjadi lebih ramai dan berguna. Sistemnya bisa kerjasama sewa dengan penyedia
Mal namun dengan harga yang berbeda, ada 
keringanan pajak misalnya. Seperti kita mengurus kartu SIM di Grapari
Telkomsel di Mal. Asik kan.

Pada intinya memang, sebenarnya
pelayanan publik di Mal ataupun MPP hanya Display, aplikasi online menjadi
motor utama, sedangkan dapur tetap di kantor dinas dan instansi. Jadi buat apa
membangun gedung megah, toh kalau hanya mengurus pelayanan publik saja nantinya
akan sepi pada jam jam tertentu dan tidak terlalu banyak setiap harinya.

Masyarakat Cuma perlu mengakses dari
HP, verifikasi dengan dinas dan instransi terkait, lalu ke MPP hanya mengambil
dokumen. Sistem sederhana ini tidak memerlukan ruang yang luas sebenarnya.
Seperti startup yang lebih fokus pada pola bisnis dan transaksi, melalui
teknologi 4.0 nya, bukan kepada ruangnya.

Penulis membayangkan, saat ini di
Palangka Raya sedang ada pembangunan Mal di Jalan Adonis Samad.
Mal besar sepertinya, jika ada kerjasama Pemkot dengan pihak Mal untuk ide
pelayanan publik di Mall ini tentunya menarik. Ada timbal balik misalnya, pihak
Mal menyediakan ruangan untuk instansi Pemko dan vertikal, dengan sistem sewa
atau Bulding Operate Tranfer (BOT), timbal baliknya dengan keringanan pajak
misalnya, tentu menarik.

Masyarakat jadi terasa diuntungkan.
Mau belanja bersamaan dengan mengurus pelayanan publik. Atau sebaliknya
mengurus pelayanan publik lalu belanja belanja, jalan jalan. Nah, sekali dayung
dua tiga pulau terlampaui, dokumen dapat, belanja dapat, pendapatan daerah juga
meningkat. Seru bukan.
(*)

PEMERINTAH Kota
Palangka Raya merencanakan akan membangun Mal Pelayanan Publik (MPP). Wali Kota
Palangka Raya Fairid Naparin emngatakan, MPP merupakan pembaharuan yang
dicanangkan sebagai peningkatan kualitas dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP). Untuk membangun MPP ini direncanakan menelan anggaran APBD senilai Rp.
44 Miliar.

Rencana tersebut perlu diapresiasi
dalam peningkatan pelayanan publik. Namun dalam sitausi pandemi seperti
sekarang, perlu dipikirkan secara lebih hati hati, terencana dan menghemat
anggaran. Pertanyaanya, bisa tidak hal itu dilakukan, hemat anggaran namun
efektif dalam peningkatan pelayanan publik. Jawabannya : bisa.

Tanpa bermaksud menggurui, hanya
sekedar berbagi pengalaman. Penulis saat menjadi Anggota Tim Percepatan
Gubernur Kalimantan Tengah, pernah diberi amanah oleh Gubernur Kalimantan
Tengah Sugianto Sabran untuk mereformasi pelayanan publik di Provinsi. Saat itu
tahun 2017, awal pemerintahan.

Kami merancang program terobosan
diantaranya, Program Smart Province yang terdiri dari komponen E-Planning, E
Budgeting, E-Monitoring, E-Catalog Procurement. Program Peningkatan Perijinan
Satu Pintu yaitu Mal Pelayanan Publik. Dan Program Command Center Kalimantan
Tengah, Commad center ini adalah teknologi untuk memantau keadaan seluruh
Provinsi Kalimantan Tengah.

Sebagai petugas eksekutor program
tersebut, penulis mulai merancang kebutuhan anggaran di APBD dengan Dinas
DPMPTSP untuk Mal Pelayanan Publik dan Dinas Kominfo untuk Smart Province dan
Command Center. Namun, hasilnya saat itu anggaran terbatas, hanya dialokasikan
kurang lebih Rp. 10 Miliar untuk ketiga program tersebut. Kami berpikir
bagaimana memaksimalkan program dengan keterbatasan anggaran.

Pertama yang dilakukan, memperkuat
sistem onlineya, aplikasinya dulu karena ini yang paling penting. Karena ini
lingkup PTSP internal Provinsi, maka disesuaikan dengan sistem BKPM yaitu
Online Single Submission (OSS). Dalam Pelayanan Publik ini menjadi penting
untuk menghubungkan masyarakat dengan pemerintah secara online. Jadi dapat
diakses dari rumah atau melalui smart phone warga.

Baca Juga :  M Bahalap Hotel Resmi Dibuka

Di Jakarta, misalnya, masyarakat cukup
mengakses online dari smartphone, lalu akan dikonfirmasi oleh admin untuk
datang ke Kelurahan hanya untuk mengambil dokumen yang sudah jadi.  Hari itu juga.

Kedua, teknologinya, setelah aplikasi
lalu dirancang kemampuan perangkat keras seperti teknologi semi robotik untuk
penyiapan dokumen. Print otomatis yang canggih dan layar serta teknologi untuk
memantau proses perijinan dan sistem pengaduan masyarakat.

Ketiga, baru berpikir gedungnya.
Keputusannya tidak membangun gedung baru, namun memaksimalkan kantor DPMPTSP
Provinsi. Walaupun kecil, namun di desain dengan efisien dan efektif. Lebih
mengutamakan fungsinya. Minimal tidak berantakan dan minimal sudah seperti di
Mal. Lalu kenapa namanya Mini Mal Pelayanan Publik, karena menang kecil seperti
minimarket, tidak besar seperti Mal. Dan karena hanya melayani instansi
Pemprov, tidak dengan vertikal.

Hasilnya bagus dan maksimal, Bapak
Gubernur nampak suka. Walikota pernah diajak Gubernur untuk melihat Mini Mal
Pelayanan Publik di Kantor DPM PTSP ini.

Jadi, sebenarnya pembangunan MPP dapat
disesuaikan dengan keterbutuhan saja, misalnya untuk instansi vertikal, berapa
yang akan gabung dalam MPP, lalu baru tentukan besaran anggarannya. Karena
konsep kerja MPP sebenarnya hanya display, tampilan pelayanan di muka saja,
sedangkan pengerjaan administrasi pelayanan publiknya tetap berapa pada kantor
dinas atau instansi masing masing.

Lebih jauh lagi, yang paling penting
kita perlu berlajar dan terus mengikuti perkembangan terobosan pelayanan
publik. Di Bogor dan Bekasi, Justru pelayanan Publiknya langsung di Mal. Di
Bogor, proses pengurusandokumen hingga akad nikah dilaksanakan di Mal. Waktu
itu bahkan Walikota nya Arya Bima yang langsung menjadi saksi. Menarik, ini
terobosan yang sangat fleksibel. Pemerintah bekerja sama dengan Mal untuk
menyediakan ruangan MPP sungguhan.

Baca Juga :  Perkuat Karakter Destinasi dan SDM

Pelayanan Publik di Mal, banyak
manfaatnya, masyarakat sambil berbelanja sambil mengurus pelayanan publik.
Mendekatkan ke masyarakat. Selain itu membuat Pusat perbelanjaan seperti mal
menjadi lebih ramai dan berguna. Sistemnya bisa kerjasama sewa dengan penyedia
Mal namun dengan harga yang berbeda, ada 
keringanan pajak misalnya. Seperti kita mengurus kartu SIM di Grapari
Telkomsel di Mal. Asik kan.

Pada intinya memang, sebenarnya
pelayanan publik di Mal ataupun MPP hanya Display, aplikasi online menjadi
motor utama, sedangkan dapur tetap di kantor dinas dan instansi. Jadi buat apa
membangun gedung megah, toh kalau hanya mengurus pelayanan publik saja nantinya
akan sepi pada jam jam tertentu dan tidak terlalu banyak setiap harinya.

Masyarakat Cuma perlu mengakses dari
HP, verifikasi dengan dinas dan instransi terkait, lalu ke MPP hanya mengambil
dokumen. Sistem sederhana ini tidak memerlukan ruang yang luas sebenarnya.
Seperti startup yang lebih fokus pada pola bisnis dan transaksi, melalui
teknologi 4.0 nya, bukan kepada ruangnya.

Penulis membayangkan, saat ini di
Palangka Raya sedang ada pembangunan Mal di Jalan Adonis Samad.
Mal besar sepertinya, jika ada kerjasama Pemkot dengan pihak Mal untuk ide
pelayanan publik di Mall ini tentunya menarik. Ada timbal balik misalnya, pihak
Mal menyediakan ruangan untuk instansi Pemko dan vertikal, dengan sistem sewa
atau Bulding Operate Tranfer (BOT), timbal baliknya dengan keringanan pajak
misalnya, tentu menarik.

Masyarakat jadi terasa diuntungkan.
Mau belanja bersamaan dengan mengurus pelayanan publik. Atau sebaliknya
mengurus pelayanan publik lalu belanja belanja, jalan jalan. Nah, sekali dayung
dua tiga pulau terlampaui, dokumen dapat, belanja dapat, pendapatan daerah juga
meningkat. Seru bukan.
(*)

Terpopuler

Artikel Terbaru