30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pembebasan Napi

DI tengah hiruk-pikuk pandemi Korona (Covid-19), ada kehebohan baru
di kalangan penggiat anti korupsi: Menkumham Prof Dr Yasonna Laoly ingin
membebaskan napi (warga binaan) koruptor.

Sebagaimana pemberitaan media,
Menkumham membantah jika dirinya ingin membebaskan napi koruptor.

Ia mengatakan membebaskan napi
koruptor harus melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

Ia mengatakan soal pembahasan
revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu belum dilakukan. Menurutnya, itu baru usulan
dan bisa saja tidak disetujui Presiden Joko Widodo.

Sesungguhnya pekan lalu memang
ada ada sekitar 30 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum
HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020.
Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi
anak-anak. Bukan napi koruptor.

Pembebasan napi non-koruptor ini
berlatar-belakang adanya pandemi virus Korona dan sesuai imbauan pemerintah
dimana masyarakat diminta menjaga jarak dan menggunakan masker. Di banyak
lembaga pemasyarakatan (lapas), imbauan ini pasti tidak bisa dilaksanakan
karena situasi over-capacity.

Baca Juga :  Pasien Suspect Covid-19 Rujukan RS Seruyan Mulai Stabil

Banyak lapas yang begitu dipadati
warga binaan — sehingga saking sesaknya — warga binaan hanya bisa tidur sambil
duduk berdekatan satu sama lain. Ruangan sel yang misalnya disiapkan untuk 10
orang saat ini bisa diisi hingga 40 orang.

Minggu kemarin, Menteri Yasonna
memperlihatkan beberapa foto situasi sel yang begitu penuh sesak. It’s against
humanity, kata Menkumham.

Selalu ada pertanyaan mengapa
situasi lapas begitu padat dan melewati 300-400 persen dari kapasitasnya?
Petugas lapas dan rumah tahanan (rutan) — sepertinya berada dalam situasi —
tidak memiliki kewenangan untuk menolak kiriman tahanan dari penyidik atau
warga binaan yang sudah mendapat putusan pengadilan.

Terkait tahanan pengguna (bukan
pengedar dan bandar) narkoba, saya selalu mengkritisi urusan ini. Harusnya ada
kesepakatan para penegak hukum (penyidik, penuntut hingga hakim) bahwa hukuman
yang diberikan kepada mereka memiliki standar tertentu. Rutan dan lapas
overcapasity karena didominasi pengguna dan begitu banyak ‘pengedar’.

Fakta yang terbaca dari putusan
selama ini jumlah ‘pengedar’ lebih banyak dari ‘pemakai’. Di tahun 2015
misalnya dari jumlah 60 ribu tahanan narkoba, ternyata 45 ribuan adalah
pengedar dan tidak lebih dari 20 ribu yang divonis sebagai pengguna. Artinya
lebih banyak ‘toko’ dari ‘pembeli’. Ada kesalahan ‘oknum’ dalam menerapkan
pasal bagi tersangka pengguna narkoba.

Baca Juga :  H. Achmad Diran : Bergeraklah dengan Bijaksana tanpa Harus Menghujat d

Di tahun 2015 itu — Kemenkumham
dengan ‘persetujuan’ Kepala BNN saat itu Komjen Anang Iskandar, menggagas
pemberian grasi bagi setidaknya 20 ribuan tahanan pengguna narkoba. Dasar
pikirannya: pengguna harusnya direhabilitasi dan bukan dihukum. Gagasan ini
tidak terlaksana karena terjadi pergantian pimpinan Badan Narkotika Nasional.

Jika polemik pembebasan napi –
warga binaan menjadi heboh pekan lalu, semuanya karena para aktivis
anti-korupsi tidak menerima pembebasan napi koruptor. Namun untuk dipahami,
sampai Minggu kemarin tak ada satu orang pun napi koruptor yang dibebaskan. Dan
menurut Menko Polkam, Mahfud MD tidak akan pernah terjadi itu. Dan pekan lalu,
mereka yang bebas adalah sebagian pemgguna narkoba, napi anak-anak dan sebagian
pelaku kejahatan ringan. Semoga pandemi virus Corona ini segera berlalu

DI tengah hiruk-pikuk pandemi Korona (Covid-19), ada kehebohan baru
di kalangan penggiat anti korupsi: Menkumham Prof Dr Yasonna Laoly ingin
membebaskan napi (warga binaan) koruptor.

Sebagaimana pemberitaan media,
Menkumham membantah jika dirinya ingin membebaskan napi koruptor.

Ia mengatakan membebaskan napi
koruptor harus melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

Ia mengatakan soal pembahasan
revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu belum dilakukan. Menurutnya, itu baru usulan
dan bisa saja tidak disetujui Presiden Joko Widodo.

Sesungguhnya pekan lalu memang
ada ada sekitar 30 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum
HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020.
Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi
anak-anak. Bukan napi koruptor.

Pembebasan napi non-koruptor ini
berlatar-belakang adanya pandemi virus Korona dan sesuai imbauan pemerintah
dimana masyarakat diminta menjaga jarak dan menggunakan masker. Di banyak
lembaga pemasyarakatan (lapas), imbauan ini pasti tidak bisa dilaksanakan
karena situasi over-capacity.

Baca Juga :  Pasien Suspect Covid-19 Rujukan RS Seruyan Mulai Stabil

Banyak lapas yang begitu dipadati
warga binaan — sehingga saking sesaknya — warga binaan hanya bisa tidur sambil
duduk berdekatan satu sama lain. Ruangan sel yang misalnya disiapkan untuk 10
orang saat ini bisa diisi hingga 40 orang.

Minggu kemarin, Menteri Yasonna
memperlihatkan beberapa foto situasi sel yang begitu penuh sesak. It’s against
humanity, kata Menkumham.

Selalu ada pertanyaan mengapa
situasi lapas begitu padat dan melewati 300-400 persen dari kapasitasnya?
Petugas lapas dan rumah tahanan (rutan) — sepertinya berada dalam situasi —
tidak memiliki kewenangan untuk menolak kiriman tahanan dari penyidik atau
warga binaan yang sudah mendapat putusan pengadilan.

Terkait tahanan pengguna (bukan
pengedar dan bandar) narkoba, saya selalu mengkritisi urusan ini. Harusnya ada
kesepakatan para penegak hukum (penyidik, penuntut hingga hakim) bahwa hukuman
yang diberikan kepada mereka memiliki standar tertentu. Rutan dan lapas
overcapasity karena didominasi pengguna dan begitu banyak ‘pengedar’.

Fakta yang terbaca dari putusan
selama ini jumlah ‘pengedar’ lebih banyak dari ‘pemakai’. Di tahun 2015
misalnya dari jumlah 60 ribu tahanan narkoba, ternyata 45 ribuan adalah
pengedar dan tidak lebih dari 20 ribu yang divonis sebagai pengguna. Artinya
lebih banyak ‘toko’ dari ‘pembeli’. Ada kesalahan ‘oknum’ dalam menerapkan
pasal bagi tersangka pengguna narkoba.

Baca Juga :  H. Achmad Diran : Bergeraklah dengan Bijaksana tanpa Harus Menghujat d

Di tahun 2015 itu — Kemenkumham
dengan ‘persetujuan’ Kepala BNN saat itu Komjen Anang Iskandar, menggagas
pemberian grasi bagi setidaknya 20 ribuan tahanan pengguna narkoba. Dasar
pikirannya: pengguna harusnya direhabilitasi dan bukan dihukum. Gagasan ini
tidak terlaksana karena terjadi pergantian pimpinan Badan Narkotika Nasional.

Jika polemik pembebasan napi –
warga binaan menjadi heboh pekan lalu, semuanya karena para aktivis
anti-korupsi tidak menerima pembebasan napi koruptor. Namun untuk dipahami,
sampai Minggu kemarin tak ada satu orang pun napi koruptor yang dibebaskan. Dan
menurut Menko Polkam, Mahfud MD tidak akan pernah terjadi itu. Dan pekan lalu,
mereka yang bebas adalah sebagian pemgguna narkoba, napi anak-anak dan sebagian
pelaku kejahatan ringan. Semoga pandemi virus Corona ini segera berlalu

Terpopuler

Artikel Terbaru